" Pagi Mia !!" aku mengelap foto kami berdua yang di ambil sesaat sebelum ia pergi naik Kapal.
" Hari ini aku mau ujian, dan aku kangen sama kamu. " Satu tangkai mawar yang ku ambil dari taman depan rumah, ku masukkan dalam botol yang sudah terisi air setengah.
Pagi ini cerah. Radiasi matahari terasa hangat di badanku. Andai kita bisa menikmatinya bersama-sama seperti dulu. Aku selalu mengharapkan hari-hari yang lalu dapat kembali terulang. Sudah lebih dari setahun aku selalu melewati jalan yang sama. Jalan yang selama ini kita lewati ketika berangkat dan pulang sekolah. Hanya ini yang bisa ku lakukan agar aku merasa kamu ada didekatku.
" Don !! loe ngaa bosen apa jalan muter mulu ?? Kan jadi jauh jalannya. " Bastian menghampiriku saat aku tinggal beberapa langkah lagi melewati gerbang sekolah. Aku hanya menggeleng dan kembali berjalan.
" Don !! Udah setahun, apa loe belum bisa relain juga kalau dia sudah pergi ?? "
" Jangan bahas ini lagi. Biar gw lakuin apa yang gw suka. " aku berjalan dengan cepat dan meninggalkan Bastian di belakang.
" Apa loe suka jadi gila ??" Aku pura-pura tak mendengarnya, namun sepertinya aku tak bisa menghidar dari Bastian. Bagaimana pun dia teman sekelas dan sebangku dengan ku. Aku tidak bisa lari kemana-mana. " Harus bagaimana ?? Bilang sama gw. Harus bagaimana ?? " Bastian mendesakku di tempat dudukku.
" Ngaa usah bagaimana. Ngaa perlu ada yang di bagaimanain. "
" Sampai kapan ?? Sampai kapan loe ngaa mau menerima keadaan ?? Mia ngaa akan kembali. Bagaimana pun dia ngaa akan kembali. Jangan bertingkah seperti dia bakal balik lagi !!" Aku tak sanggup menahan air mataku.
" Kenapa harus orang lain yang kasihan dengan hidup loe ?? Kapan loe mau kasihan sama hidup loe yang dibayang-bayangin orang yang sudah meninggal ?? "
Aku ngaa sanggup untuk bicara sepatah katapun dihadapan Bastian. Walau semua ucapan Bastian terasa benar, tapi aku tidak mau menerima apa yang ia katakan. Mia tetap akan hidup, dia akan kembali seperti janjinya. Hanya itu yang mau aku percayak. Aku tak sanggup berada di dekat Bastian. Dia terus memarahiku di depan umum. Tak perduli Bastian ngoceh sekeras apa pun, aku meninggalkannya di kelas. Dengan membawa tas ku lagi, aku keluar dari kelas. Berjalan menuju gerbang sekolah yang belum di tutup dan terus melangkah menjauh dari sekolah.
***
Entah bagaimana dan kemana aku harus pergi, aku sendiri pun tak tahu. Aku merasa terasing di dunia ini. Melangkah kemana pun sama. Aku tetap merasa sendirian. Aku masih tidak bisa menerima angin itu berhembus di tanganku walau aku terus berusaha agar tetap merasakan genggaman tangan Mia. Tuhan, kembalikan Mia kepadaku..
" Jangan sedih, nanti kita bisa telpon atau smsan." Sebelum naik kapal kamu sempat bilang begitu sambil meneteskan air mata dihadapanku. Rasanya sakit sekali saat melihat layar HP. Kamu ngaa pernah telpon, dan ngaa pernah SMS lagi. Apa kamu sekarang sudah pandai membuat janji palsu. Sampai saat ini aku masih menunggu Telon dan SMS dari kamu, Meskipun itu hanya SMS kosong.
Tanpa terasa setelah menaiki bus berkali-kali dan pindah terminal lebih dari dua kali, hingga akhirnya kaki ku berlabuh disebuah tempat wisata. Disana ada pantai. Tepian laut yang membawa Mia selama-lamanya. Tempatnya masih sepi. Masih terlalu pagi untuk mereka yang ingin ke pantai. Aku hanya melihat beberapa orang yang sedang berlari-lari kecil menyusuri bibir laut.
Kaki ku terhenti dan ku lepas sepatuku. Sesekali kaki ku tersapu oleh air laut. Merasa buih dari ombak yang menghempas kaki ku. Aku gemetar dari ujung kaki hingga kepalaku. Air laut ini membuatku merasakan Mia ada di sini. Pipiku basah, air mataku mengalir begitu saja dan tak bisa ku kendalikan.
Sebuah botol plastik bekas minuman menyentuh kakiku. Botol itu terbawa ombak. Awalnya aku tak peduli. Namun entah dari mana, rasanya ada yang menggerakkan hatiku untuk terus mengambil botol itu. Di dalamnya ada kertas. Ku buka tutup botol itu dan ku ambil kertas yang tergulung rapi di dalamnya. Dengan tanganku yang gemetar ku baca sebuah pesan yang tertera di selembar kertas itu.
Rasanya begitu pagi untuk mengucapkan selamat tinggal
Namun rasanya Tuhan telah berbisik di jantungku
Kata selamat tinggal, sebuah kata yang tak akan sanggup kukatakan padanya
Namun Rasanya Tuhan ingin aku mengucapkannya
Kata selamat tinggal, biarlah ombak ini yang mengirimkannya
Karna aku tak sanggup mengatakannya
Mia
Aku tak mampu berkata apa pun. Air mataku mengalir begitu saja. Mia. Begitu yang tertulis do pojok kanan dari kertas yang ku ambil dari botol plastik. Rasanya aku tidak mau percaya, pesan ini seolah untukku. Apa benar ini untukku ?? Apa mungkin ?? Aku hanya dapat memandangi kertas ini.
***
Dengan kebimbanganku, aku membawa pulang kertas dari dalam botol tadi. Sesampainya di rumah aku tak punya pikiran untuk meninggalkan kamarku. Aku hanya terbaring di atas kasurku dan menatap kertas itu.
Aku terus membacanya dalam hatiku. Namun, setiap kali aku membacanya aku seperti sedang mendengar Mia yang membacakanya untukku. Seperti merasakan kehadiran Mia yang terasa lebih dari sebelumnya. Dia seperti duduk di sebelahku yang tengah berbaring. Membelai rambutku. Wajahnya terlihat sedih dan pucat saat membacakan pesan itu untukku.
" Rasanya begitu pagi untuk mengucapkan selamat tinggal. Namun rasanya Tuhan telah berbisik di jantungku. Kata selamat tinggal, sebuah kata yang tak akan sanggup kukatakan padanya. Namun Rasanya Tuhan ingin aku mengucapkannya. Kata selamat tinggal, biarlah ombak ini yang mengirimkannya. Karna aku tak sanggup mengatakannya." Matanya basah. Ingin sekali aku membelai lembut wajahnya dan memeluknya, tapi aku tak mampu bergerak sama sekali. Aku hanya melihat apa yang ia perlihatkan padaku dan hanya mendengar apa yang ia katakan padaku. Bahkan aku tak mampu untuk berbicara padanya.
" Jangan begini. Maaf aku tinggalin kamu. Ini bukan kehendakku. Tuhan yang membuat keputusan kita cuma berjodoh sampai di sini. Aku sayang kamu. Aku ingin kamu bahagia. Dengan kamu bahagia, aku pun bahagia." Tangannya menggenggam tanganku. Yang terakhir sangat pelan. Perlahan Mia seolah memudar dan transparan. Aku tak dapat melihatnya lagi dan aku tak bisa merasakan dia di sisiku seperti tadi.
" Dony..!! Dony..!! Bangun..!! Makan dulu !! kamu belum makan dari pulang sekolah !!" Teriakan dan gedoran pintu membuatku sadar, aku baru saja bermimpi. Kucari kertas yang tadi ku bawa pulang, tapi aku tidak dapat menemukannya.
" Tadi ada di sini. Kemana ??" Aku membongkar selimutku dan mencari ke semua laci yang ada di kamarku.
" Don !! Kamu sudah bangun ?!!"
" Ya ma..!!" Aku masih mencari "Bentar lagi aku kebawah !!" Sudah kucari sampai ke sudut terkecil dari kamarku, namun kertas itu hilang seperti di telan bumi. Berkali-kali kucari, hingga lebih dari dua kali kucari di tempat yang sama. Aku masih belum menemukannya. Mungkin tidak bisa lagi ku temukan.
" Dony !! Turun sekarang !!" Teriak mama dari ruang makan.
" Ya ma..!!" Baiklah, pencarianpun aku hentikan.
" Mau makan aja pake di teriakin dulu !!" Gerutu mama saat aku sampai di ruang makan. Kulihat meja makan sudah penuh dengan makanan. Tapi melihatnya aku tak berselera. Pikiranku masih berusaha mencari-cari di mana kertas itu. Mungkin aku lupa meletakkannya.
Tak ada yang kubicarakan saat di meja makan. Aku hanya menggunakan mulutku, hanya untuk makan. Selesai makan aku kembali kekamarku. Kembali mencari kertas yang sebelumnya juga telah aku cari. Tiga kali, setelah tiga kali aku mencari dan kamarku sudah tidak dapat disebut kamar lagi, aku tetap tidak bisa menemukan kertas itu. Apa aku hanya bermimpi membawa kertas itu pulang ?? Tidak, aku sangat yakin kertas itu ku bawa pulang.
Kamarku yang berantakan tidak langsung kubereskan. Aku terlalu lelah mencarai sampai tidak punya tenaga lagi, untuk merapikan kamarku lagi. Aku terduduk dilantai kamarku. Mataku tertuju pada sebuah kardus yang ada di bawah kasurku. Itu adalah kardus tempat aku menyimpan botol-botol yang sudah penuh dengan kelopak bunga mawar.
Ku tarik keluar kardus itu. Walau rasanya tak mungkin ada disana, aku tetap mencoba memeriksanya. Ku keluarkan satu persatu botol-botol itu. Saat mengeluarkannya kembali aku terngiang dengan pesan yang tertulis di kertas itu. Aku teringat kembali dengan apa yang dikatakan Mia dalam mimpiku. Berkali-kali melintas dipikiranku. Mataku jadi panas dan berair. Air mataku membasahi pipi dan menetes mengenai tutup dari botol yang aku pegang. Aku menjerit dalam hati. Menangis sepuasnya. Dan, kini aku mampu merelakannya pergi.
***
Semalam aku tak punya tenaga lagi untuk membereskan kamar. Di pagi buta aku sudah bangun untuk membereskannya. Botol-botol yang berisi kelopak bunga itu ku masukkan kembali ke dalam kardus. Begitu juga dengan botol yang belum penuh yang ada di atas meja belajar dan foto-foto aku dan Mia yang selama ini ku simpan.
Selesai mandi dan berpakaian lengkap, sebelum mama dan papa bangun, aku pergi ke pantai tempat aku menemukan kertas kemarin. Saat matahari terbit ku lemparkan satu persatu botol-botol dan semua kenanganku bersama Mia, yang ku bawa dalam kardus ke laut. Aku tidak menghilangkannya dari hidupku, Aku hanya merelakannya pergi dan kuharap semua rasa rinduku yang tersimpan di setiap kelopak bunga mawar dapat sampai pada Mia di sana.
Cikarang, 17 Juni 2011
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/