WeLcOmE CoMrAdE
Save The World Today
____Enjoy Your Live Today *BECAUSE* Yesterday Had Gone And Tomorrow May Never Come____
continue like this article, although the road is full of obstacles and temptations

Kekasih Yang Telah Pergi...

| Jumat, 10 Desember 2010 | 0 komentar |
Setalah genap sebulan aku jadian dengan Bayu, aku semakin yakin kalau aku nggak salah pilih dan benar-benar sudah menemukan belahan jiwaku, cinta sejatiku, cahaya hidupku, Bayu adalah segalanya bagiku. Aku mencintai dia dan akan selalu menyayangi dia untuk selamanya. Saat ini aku merasa puas karena penantian, dan usahaku selama ini berbuah kebahagiaan.

Telah sekian lama aku merasa menanti Bayu menjadi milikku seutuhnya. Akhirnya, cerita cintaku saat ini sudah happy ending, tingal sekarang Aku dan Bayu yang menjalaninya. Dulu kami sering sekali bertengkar, hanya karena hal-hal kecil, kadang kami sampai ribut nggak menentu. Dulu sebagai teman, kami memang bukan teman yang cocok, kami saling menjatuhkan dan saling membenci. Tapi sekarang, benar kata orang-orang, kalau kamu membenci seseorang janganlah kamu sampai terlalu, dan hasilnya sekarang perasaan itu menjadi kebalikan bagi Aku dan Bayu, justru kami sekarang saling mencintai dan menyayangi. Tapi yang jelas, aku juga nggak mau kehilangan Bayu, Aku takut juga kalau Aku terlalu mencintai dan menyayangi dia, bisa jadi Aku dan dia akan terpisahkan.

“Hei Ela, kamu lagi ngapain? aku kangen deh sama kamu..”
“Halo Bayu, kan baru kemarin kita ketemu, kamu gimana sih?”
“Ela, kamu baik-baik ya di sana, jaga diri kamu dan jangan pernah lupakan aku ya sayang.”

“Kamu ngomong apa sih Bayu? Kamu ngigau ya?”
“Nggak, maksud aku yah kamu jangan macam-macam di sana, kan di kampus kamu banyak banget tuh cowok-cowok keren, ntar ada yang godain kamu lagi, trus kamu lupain aku.”
“Hahaha... ya nggak dong sayang, aku nggak akan tergoda sama cowok-cowok di kampus ini, nggak ada yang kayak kamu di sini, dan yang aku mau tuh cuma kamu seorang.”

“Hei, kamu udah pintar ngegombal yah, siapa yang ajarin, ayo ngaku?”
“Bayu, kamu apaan sih?! Udah deh, aku mau kamu kasih aku kepercayaan untuk berteman dengan teman-temanku. Asal kamu tau aku berterima kasih banget selama ini sama Tuhan karena aku udah bisa memiliki kamu.”
“Iya Ela, dan asal kamu tau juga cintaku lebih besar dari yang pernah kamu bayangkan selama ini.”

Satu hal inilah yang selalu ditakutkan Bayu, dia selalu bilang aku akan tergoda oleh cowok-cowok di kampus, sementara aku nggak begitu? Justru akulah yang paling takut Bayu yang akan berpaling dariku, dia akan pergi meninggalkanku selamanya, dan cintanya hilang untukku. Bayu sekarang kerja di salah satu perusahaan asing terkemuka di kota ini, sebagai cowok kalau kita melihatnya dengan kesan pertama, dia adalah cowok yang diimpi-impikan semua cewek, karena Bayu punya segalanya, dengan modal wajah yang tampan, prilaku yang baik, kerja yang mapan, akupun takut dia akan pergi dariku, kalau seandainya ada cewek yang lebih menarik dariku, lebih sederajat dengan dia.

Bayu menggenggam tanganku erat sekali, aku merasakan kenyamanan saat dia memegang tanganku. Aku merasakan cintanya begitu kuat untukku. Saat kami masuk ke sebuah toko buku, Bayu bilang dia akan membelikan aku sebuah buku sastra yang dulu sudah pernah dibacanya dan sekrang dia ingin aku juga membaca buku itu. Setelah Bayu membayar buku tersebut, Bayu langsung menyerahkannya padaku. Aku kaget membaca sinopsisnya, ternyata buku itu berisi tentang kekuatan cinta yang tulus, yang akhirnya terpisahkan oleh maut, dan bagaimana sakitnya hati seorang kekasih saat menghadapi peristiwa kematian itu.

“Bayu, kenapa kamu kasih aku buku kayak gini?”
“Ela, aku pengen banget kamu baca buku ini, karena kalau kamu baca buku ini, kamu bakal lebih mengerti lagi apa itu cinta sejati, kamu akan merasakan betapa sangat berartinya orang yang mencintai kamu, pokoknya ceritanya bagus deh, kamu pasti nggak bakalan nyesal kalau baca buku ini, dan setelah membacanya, aku juga yakin kamu akan semakin sayang sama aku, hehehe ...”
“Ih, kamu!! Ke-GR-an banget sih kamu, masa cuma gara-gara baca buku ini aku bisa semakin sayang sama kamu.”

“Eh, benaran, percaya deh sama aku. Kalau nggak, ntar kamu boleh musuhin aku lagi deh kayak dulu.”
“Bayu!! Kamu ngomong apaan sih, ya udah-udah, aku baca bukunya, kamu kira aku bakalan senang yah kalau kita musuhan lagi.”

Bayu aneh sekali hari ini. Tadi siang dia ngomong yang nggak-nggak di telpon, dan malam ini dia juga menyuruhku membaca buku yang isinya aneh, tentang kematian. Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang, kata kematian terasa terngiang-ngiang di telingaku. Entah kenapa aku semakin ketakutan, takut akan kematian, takut akan kehilangan. Peganganku semakin aku kuatkan ke pinggang Bayu, aku peluk pungungnya dan aku sandarkan wajahku ke sana. Aku merasakan lagi kalau aku bersama Bayu, saat ini mungkin Bayu sedang tersenyum karena dia merasakan cintaku besar untuknya.

Sambil mengenderai motornya, sesekali dia menoleh ke belakang untuk melihatku, Bayu seperti orang yang was-was. Aneh, di sepanjang jalan aku terus kepikiran. Dan akhirnya bunyi keras dan goncangan hebat membuat aku kaget, nggak hanya goncangan, tapi sakit yang luar biasa di kepalaku, aku merasakan pusing serasa dunia ini berputar sangat kencang sekali, penglihatanku kabur, aku berusaha untuk menyadarkan diriku sendiri, apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba aku melihat Bayu yang sedang tidur di jalanan, samar-samar aku melihat dia seolah-olah tidur nyenyak, aku merasa mimpi, mana mungkin Bayu tidur di jalan, perasaan baru tadi aku boncengan dengan dia. Aku berjalan mendekati dia, tapi orang-orang yang ramai lebih dulu menghampiri dia, aku semakin kesakitan, aku nggak kuat lagi dan akhirnya yang aku lihat hanya kegelapan.

“Ela, kamu nggak apa-apa sayang, ini Mama.”
Aku pandangi wajah Mama. Dia seperti orang yang ketakutan, aku melihat sekelilingku, tiba-tiba aku baru sadar, selintas kejadian tadi malam teringat lagi olehku.
“Ma, Bayu mana? Dia baik-baik aja kan?”
“Ela, nanti aja, kamu istirahat dulu, kamu masih sakit sayang.”
“Nggak Ma, Ela nggak merasa sakit apa-apa, sekarang Ela mau lihat Bayu, dimana dia Ma?”
“Ela, luka kamu belum kering betul, tadi kamu terus-terusan ngigau kalau kamu ngerasain sakit.”
“Ma, Ela nggak ngerasa sakit, benaran, nggak tau kenapa Ela ngerasa sehat dan kuat Ma, sekarang pokoknya Ela mau ketemu Bayu, pasti saat ini dia butuhin Ela banget.”
“Ela, saat ini Bayu nggak butuh siapa-siapa lagi, dia udah aman Ela, dia udah tenang di sana, sekarang udah bahagia dengan kehidupannya sendiri, ada yang menjaga dia di sana.”
“Apa? Apa Ma, maksud Mama? Mama bohong!! Ela nggak percaya, nggak mungkin, nggak mungkin itu terjadi sama Bayu, dia udah janji Ma nggak akan pernah ninggalin Ela, dia sayang Ela, Ela sayang Bayu Ma .... nggak, nggak mungkin....

Teriakanku membuat semua suster datang ke tempatku, mereka berusaha menenangkanku, tapi aku nggak bisa, air mataku mengalir terus tiada hentinya, salah seorang suster baru saja akan memberiku suntikan penenang, tapi cepat-cepat aku elakkan.

“Tolong jangan suster, saat ini aku nggak butuh itu, aku hanya ingin menangis, aku nggak rela, aku marah sama Bayu, kenapa dia berani pergi ninggalin aku, padahal dulu dia udah janji nggak akan pernah pergi dariku, tapi kenapa Bayu bohong, kenapa sekarang justru dia pergi selamanya, dan aku tau dia nggak akan pernah kembali lagi kan untukku? Kenapa kamu tinggalin aku Bayu?”

“Ela, ini udah takdirnya, waktu Bayu udah habis di dunia, kamu jangan pernah marah sama Bayu sayang. Kamu harus yakin kalau sekarang Bayu udah bahagia di sana.”
“Ma, kenapa justru Bayu, kenapa buka Ela aja yang ada di sana? Ela mau kok Ma, Menggantikan Bayu, karena Ela sayang sama Bayu Ma, atau biarkan Ela untuk bersama dia sekarang, Ela pengen menyusul dia Ma, Ela nggak mau hidup di dunia ini tanpa dia, percuma Ma, percuma kalau nggak ada Bayu di sini, hidup Ela nggak ada artinya lagi.”

Dengan cepat suster-suster itu memegang seluruh tubuhku, dan sesaat kemudian aku tertidur, di alam mimpi Bayu datang padaku. Dengan pakaian yang serba putih Bayu tersenyum padaku, dia berjalan mendekatiku, dia kelihatan senang sekali, seolah-olah dia mendapatkan kebahagiaan yang baru, yang tiada duanya di dunia, melihat Bayu terus-terusan tersenyum, rasanya aku ingin sekali ikut bersama dia, ikut merasakan kebahagiaan yang dia rasakan saat ini. Aku berusaha memeluknya dan menggenggam tangannya, dia membalas pelukanku, dia mendekapku, kembali aku merasakan kenyamanan bersamanya, aku merasakan dia memberiku kekuatan, ketegaran, dia membelai rambutku dengan penuh rasa sayang, tapi pelan-pelan dia melepaskanku, dia justru menjauh dariku, semakin jauh, jauh dan hilang dari penglihatanku.

Saat aku sadar, aku menangis lagi, aku bukan menangis karena menahan sakit pada kepalaku, tapi aku menangis karena hatiku yang terasa amat sakit. Sekarang dunia bagiku terasa kelam, hujan nggak hanya membasahi bumi, tapi hujan membasahi kehidupanku, hatiku seolah-olah nggak berhenti menangis, menangisi orang yang telah pergi untuk selama-lamanya, dia nggak akan pernah kembali lagi.

Tiba-tiba mataku tertuju pada buku yang ada di atas meja, aku baru ingat kalau itu adalah buku yang dibelikan Bayu kemarin. Aku buka satu demi satu halaman buku itu, beberapa menit kemudian aku tenggelam dalam ceritanya. Aku menangis membaca buku itu, sekilas aku seolah-olah melihat wajah Bayu tersenyum di langit yang mendung di luar sana.

Entah kenapa sekarang Aku kembali merasakan kekuatan itu, kekuatan cinta yang diberikan oleh Bayu, Aku merasakan dia ada di dekatku, merangkulku, menenangkanku, Aku dapat merasakan cinta dan sayangnya. Bayu, Aku sangat mencintai dan menyayangi kamu, Aku yakin kamu bahagia di sana, walaupun kamu sudah pergi dari kehidupanku, tapi kamu nggak akan pernah pergi dari hatiku, kamu abadi untukku, Bayu. Aku akan buktikan, kematianmu nggak akan pernah mengakhiri cintaku.***



“Cerita ne gw dapet dari seorang temen yang baru gw kenal sewaktu tu anak HP’y ketinggalan d’bangku bioskop, n gw ambil yaa… bukan maksut hati buat mengambil buat gw tpi mo gw kembali’in k’yang punya tapi ngaa teu spa yg punya. N akhir’y tu HP bunyi, yaa.. gw angkat n tu anak bilang ‘tolong temui gw d’deket loket bioskop..!!’ sambil tolah-toleh gw cari tu anak, n akhir’y ketemu. Ya mngkin tu anak pengen b’trimakasih, tpi bingung mo ngapain. N akhrir’y gw kenalin ja diri hehe.. n akhir’y iseng sharing ngelantur ngaa jelas kmna².. beberapa hari kemudian kita ketemu lgi n sharing ngaa jelas lgi sma temen²nya.. n dya becerita ttg dia n cwo’y. ya gto dehh pokok’y…”



Jakarta, 10 Desember 2010
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Kekasih Yang Telah Pergi...

Standart Inter"NASI"onal...

| Sabtu, 04 Desember 2010 | 2 komentar |
Kisahnya dimulai saat Diah dan Ayu sedang mengobrol bersama di dalam kelas saat istirahat. Tiba - tiba bel berbunyi dan Bu Helly yang akan mengajar pun masuk. Sesumpek apapun pelajaran Bu Helly, Diah dan Ayu akan mendengar tanpa mencatat. Di akhir jam pelajaran.

"Anak - anak, sebentar lagi sekolah kalian akan diubah menjadi Sekolah bertaraf internasional. Maka dari itu, ibu minta kalian dapat berbahasa inggris fasih dan lancar untuk dipakai di kehidupan sehari - hari. Mengerti?" kata Bu Helly.

Akhirnya bel tanda pelajaran Bu Helly selesai dan saatnya pelajaran Bu Shinta. Lima menit, Sepuluh menit. Bu Shinta belum juga datang. Ketua kelaspun mencari Bu Shinta dan dapat jawaban dari guru lain bahwa suami Bu Shinta sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Ketua kelas segera menuju ke kelas. Sesampainya dikelas.

"Teman - teman, Bu Shinta gak masuk." Kata Ketua kelas muram. Sesaat semua diam. Satu kelas saling memandang satu sama lain.

Tiba - tiba "Horeeeeeeee!!!!!!"

Semua bersorak sambil berjingkrak. Sambil mengisi waktu yang kosong, Diah dan Ayu bercanda bersama. Mereka adalah sahabat serta teman sebangku yang kompak.

"Yu, kita terapkan bahasa inggris yuk!" ajak Diah. Ayu mengangguk setuju.

Ayu yang agak lemot mikirnya ini tiba - tiba berkata "buat apa, di?."

"Ya ampun Ayu, tadi kan dibilangin sama Bu Helly, sekolah kita sebentar lagi jadi standar internasional ni..." jawab Diah sambil menghela nafas.

Diah pun memulai percakapan. "Good afternoon, Ayu. Have you finished your homework?" kata Diah. Ayu terkejut dan berpikir sampai mengerutkan keningnya. Bingung nya terlihat jelas dari bibirnya yang merengut ke arah kiri. Diah tertawa geli melihat sahabatnya yang "telmi" itu. Tiba - tiba Ayu berkata sambil menampilkan wajah sumringah

"Good afternoon, Diah. Homework Ayu finished.
Kalo homework Diah? how?".

Sejenak Diah meminta pengulangan kata - kata tersebut. Namun masih kurang jelas. Akhirnya Diah meminta Ayu menulisnya. Belum saja Ayu memberi tanda titik di tulisannya, Diah yang membacanya sudah tertawa ngakak hingga seisi kelas mendengarnya. Ayu yang heran dan bingung hanya bengong menampilkan wajah anehnya. Pulang sekolah, Diah dan Ayu mampir dulu ke warung nasi Mbak Tika yang nggak jauh dari sekolah mereka. Mereka makan siang bersama dengan nasi goreng buatan Mbak Tika.

"Mbak, tadi lucu deh. Waktu pelajarannya Bu Shinta, kan bu Shintanya gak ada. Kita main percakapan bahasa inggris....," Diah menceritakannya begitu jelas hingga Mbak Tika ikut ngakak bersama Diah. Mbak Tika seorang tamatan SMP disekolah yang sama dengan Diah dan Ayu. Ia tamat di SMP karena harus mengurus adik - adiknya karena sang ibu menjadi TKI di Taiwan, sedangkan ayahnya telah meninggal dunia. Mbak Tika hanya berbeda 3 tahun dari Diah dan Ayu. Mbak Tika selalu meminta pengalaman mereka seharian bersekolah kepada Diah dan Ayu saat mereka mampir untuk makan. Tiba - tiba mbak Tika bertanya

"Ayu, kalau bahasa inggrisnya nasi goreng itu, apa?".
"Ah, itu mah gampang Mbak, nenek Ayu juga tau." Jawab Ayu sok tau.

Diah balik bertanya, "Emang apaan, Yu?.

"Hmmm...Rice goreng!" Jawab Ayu.

Sentak Diah dan Mbak Tika kembali tertawa ngakak. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Ayu pun marah dan cemberut.

"Kok diketawain sih! emang salah apa?" kata Ayu membentak.

Diah yang masih sakit perut karena tertawa terlalu banyak menenangkan Ayu.

"Ayu, Rice emang bahasa inggrisnya nasi, kamu betul sih." kata Diah.
"Trus, berarti Ayu betul donk. Kok diketawain sih? Aneh ni kalian.
"Bela Ayu sambil membentuk garis miring di dahinya dengan jarinya.

Diah dan Mbak Tika tidak terima dibilang aneh plus 'sinting', jadi mereka mencubit pipi Ayu.

"Eh, kok malah cubit - cubit sih! Ayu tanya, yang salah itu apa?" tanya Ayu marah.

Tiba - tiba wajah Diah dan Mbak Tika merah "GORENG ITU BAHASA INGGRISNYA FRY, AYU! KALO NASI GORENG ITU FRIED RICE!!!!!!" Teriak Diah dan Mbak Tika marah. Ayu yang merasa salah segera menaruh uang lima ribuan di atas meja sambil mengambil ancang - ancang untuk kabur dari amukan Diah dan Mbak Tika. Kaburrrr!!!

"Heh, jangan kabur kamu Ayu!" Teriak Mbak Tika.
"Kemari kamu Ayu!!!" terik Diah menyambung teriakan Mbak Tika. Ayu lari terbirit - birit sambil direnteti teriakan dari Diah dan Mbak Tika. Ckckck...Ayu, Ayu...(geleng - geleng)



Jakarta, 04 Desember 2010
HaNz UkhitaShiwa
READ MORE - Standart Inter"NASI"onal...

Kematian Yang Terasa Sunyi...

| | 0 komentar |
Koran-koran menulis tentang kematian Bibiku. Banyak tokoh berkomentar bahwa bangsa ini telah kehilangan salah satu anaknya yang terbaik. Seorang pejuang kemanusiaan telah pergi! Bangsa ini berduka. Televisi pun tak kalah haru birunya, mulai berlomba menayangkan kisah sang anak bangsa. Bahkan pemerintah mengumumkan pengibaran bendera setengah tiang. Penghormatan diberikan karena anak bangsa ini telah mengharumkan nama bangsa. Tercatat, di masa bangsa disorot sebagai bangsa yang kurang menghargai hak asasi manusia, telah tampil seorang perempuan yang setiap kata dan tindakannya menggetarkan hati. Membuat bangsa ini sanggup tegak menghadapi hujan kritik atas berbagai persoalan kemanusiaan.

Andai saja politik sempit tidak ikut bermain, seharusnya dialah yang pantas tahun lalu mendapatkan Nobel Perdamaian!” begitu salah satu komentar koran lokal dengan sebuah berita yang nyaris emosional mengutip komentar seorang tokoh nasional.

Sebagai keponakan, tiba-tiba aku dianggap sebagai salah satu narasumber yang pas untuk memberi komentar mengenai Bibiku-mungkin karena aku juga aktif di beberapa kegiatan sosial. Apalagi akibat koran lokal yang tahu aku ada hubungan keluarga dengan Bibiku, namaku sontak populer dan akibatnya aku pun sibuk menjawab pertanyaan wartawan nasional dan internasional. Sibuk memberi penjelasan mengenai banyak hal, termasuk rencana upacara kematian, upacara ngaben.

Tetapi alangkah sulitnya menjawab pertanyaan-pertanyaan para wartawan dengan jujur. Apa yang mesti kukomentari? Semua kisah hidup Bibi telah diketahui umum. Semua sepak terjang Bibi selalu menjadi headline. Padahal, mereka kini ingin mencari yang lain, yang unik, yang bisa didapat dari kisah hidup Bibiku. Bila perlu yang eksotik dan bernilai berita, yang tersembunyi dalam hidup Bibiku. Ah, hidup Bibiku berjalan normal. Perkawinannya bagus. Anak-anaknya pun tak ada yang aneh-aneh. Semua normal dan lancar. Bibi seorang ibu, seorang istri. Manusia yang normal-normal saja. Apalagi yang mesti ditulis?

Yah, akhirnya mereka menjadikan upacara ngaben itu sebagai angle penulisan. Lumayanlah untuk nilai keunikan. Bukankah Bibi yang selama ini dikenal sangat modern, independen, dan berjarak dengan adat bahkan sering mengkritik adat, ternyata di saat kematiannya akan mengikuti ritus adat.
Bagi para pengejar berita, para pengagum Bibi, rencana upacara itu dijadikan sebagai ungkapan kekaguman, betapa Bibi, biarpun sudah mendunia, ternyata tetap setia pada tradisi. Waduh! Pejuang kemanusiaan itu memang memiliki akar yang kuat. Akar tradisi dan kearifan lokal. Sebagai bukti, betapa teguh kepribadiannya menghadapi berbagai perubahan sekaligus berada dalam perubahan itu… terbukti biarpun berperilaku global… upacara ngaben akan dilaksanakan… dst! dst!

Aku merunduk menahan sakit kepala.

Haruskah aku bilang, bagi desa ini, desa di mana Bibi dilahirkan dan dibesarkan hingga remaja, Bibiku bukanlah siapa- siapa. Sekalipun di masa hidupnya Bibi dan almarhum suaminya pernah menjadi pejabat di kabupaten. Dan jika dirunut dari keturunan, Bibi dan suaminya adalah keturunan bangsawan. Biarpun setiap hari Bibi jadi berita, setiap minggu mendapat penghargaan.., tetap saja bagi masyarakat desa ini Bibi bukan warga istimewa.

Bibi dan suaminya telah lama meninggalkan desa ini, mengejar kemajuan. Ketika suaminya meninggal, Bibi kemudian aktif di kegiatan kemanusiaan. Di era reformasi nama Bibi meroket ketika menggerakkan aksi-aksi perdamaiannya. Namanya berkibar bukan saja di tingkat nasional. Di kalangan internasional pun Bibi dihormati. Seruannya didengarkan oleh para pemimpin dunia, juga para pemimpin spiritual.

Sebaliknya sejak lama, bagi desa ini, Bibi tidak lagi bagian masyarakat. Bibi dan paman sudah lama tidak aktif di banjar. Begitu pun anak-anaknya. Tidak pernah lagi mengikuti berbagai kegiatan upacara dan sosial masyarakat desa. Kalaupun sesekali datang, mereka datang untuk berlibur. Mengurus rumah dan tanah warisan. Atau pulang seperti sekarang, di saat mati.

Ya, di jalan-jalan desa memang berkibar bendera setengah tiang. Tetapi hampir tiga hari ini, sejak jasad Bibi disemayamkan di rumah warisan, hanya beberapa warga desa saja yang datang melayat. Mereka yang melayat itu, aku tahu, bukan karena hormat pada Bibi, tetapi karena mengingat hubungan dengan keluarga yang lain. Mereka mengingat pertemuan dengan ayahku, dengan para paman juga bibi-bibi yang lain. Sedangkan warga lain memilih pura-pura tidak tahu-menahu.

Begitu pun dalam keluarga besar, hampir semua memang datang melayat, tetapi semua bersikap sebagai tamu, tak ada yang berlama-lama, semua seakan memberi isyarat. Dulu, bukankah begini caranya Bibimu memperlakukan kami jika kami menghadapi kematian?

Aku mengerti sikap mereka. Keluarga lain pun sama-sama memahami. Pembicaraan mengenai sikap Bibi semasa hidup terhadap masyarakat dan keluarga memang sudah lama menjadi pergunjingan. Dan sudah barang tentu, para sepupuku, anak-anak bibiku, tidak menyadari bahwa diam-diam masyarakat dan keluarga tengah menghukum Bibi dan keluarga.

Protes khas atas sikap Bibi dan anak-anaknya yang memang jarang pulang ke desa, jarang punya waktu untuk acara-acara keluarga, tengah bergulir, diembuskan dalam udara desa yang tenang. Begitu tenangnya, setenang perdamaian yang diperjuangkan oleh Bibiku.

Sudah diduga sejak lama akan datang balasan semacam ini dari warga desa terhadap Bibi dan anak-anaknya. Balasannya yang begitu halus, jauh dari komentar. Tanpa umpatan atau sesal mengenai sikap Bibi selama hidup. Mereka tahu, jalan diam adalah yang terbaik menghadapi orang yang sudah mati.

Yah, sejak lama aku pun mengalami kegamangan. Setiap kali bermain ke Jakarta atau bertemu dengan beberapa tokoh di negeri ini, lalu mereka bertanya dan menempatkan Bibi seolah-olah orang yang amat berpengaruh di daerah asalnya, aku selalu tersedak dan hanya bisa tersenyum miring.

Oh-ho! Bibi memang berjalan di atas ide dan gagasannya sendiri. Pantas dikagumi. Wajar semua kagum atas sepak terjangnya, apalagi kemajuan media massa, terutama koran-koran bila menuliskan sikap keberpihakan Bibi terhadap kemanusiaan. Membuat Bibi di mana-mana ditunggu kehadirannya. Dipanutkan dan didengarkan kata-katanya. Komentar Bibi berpengaruh, selalu dikutip. Bibi memang hebat. Konsisten dan tidak diragukan kejujurannya!

Tetapi, haruskah aku bilang kepada para pengagumnya bahwa apa pun yang dilakukan Bibi tidak terkait dengan masyarakat tempat asal-muasalnya. Semua aktivitasnya jauh dari desa ini. Ide dan gagasan Bibi adalah untuk manusia dunia. Bukan manusia di desa. Sekalipun desa kelahiran Bibi tak kalah banyak memiliki persoalan kemanusiaan; dari kemiskinan sampai kriminal. Dari politik sampai kerusuhan. Sama seperti desa- desa lain. Sama seperti persoalan-persoalan umum yang dihadapi masyarakat di zaman ini. Sama seperti yang menjadi bahan perjuangan Bibiku.

Namun, Bibiku tidak pernah melibatkan diri untuk mencari solusi dari persoalan di desanya sendiri. Yang diperjuangkan Bibi adalah kemanusiaan nasional, internasional… seperti komentar seorang tokoh, “Dia memang perempuan yang mendahului zamannya!”

Dan sungguh selalu membuatku tersenyum miring, setiap kali ingat betapa banyak aktivis yang terkenal itu terkagum-kagum pada Bibi dan mengira Bibi tentulah memiliki pengikut yang fanatik dan solid. Astaga, haruskah aku bilang, Bibi tidaklah seperti tokoh informal yang lazimnya dikenal di pedesaan. Yang dicintai buta oleh masyarakatnya. Bibi bukan siap-siapa di desa kelahirannya. Bahkan andai dicoba Bibi dilibatkan mengatasi suatu persoalan di desa kelahirannya, tidak usah dipartaruhkan, apa pun saran Bibi tidak akan didengar oleh masyarakat desa kelahirannya. Ironis memang, Bibi paling akan dikutip koran-koran. Seolah komentarnya akan mengubah sikap seisi desa, tetapi itu hanya berita di koran. Masyarakat desa punya tokoh sendiri. Tokoh yang hadir setiap saat dalam suka dan duka, dalam bahasa mereka sendiri. Dan panutannya sendiri.

“Ibumu memang terkenal, tapi apa gunanya keterkenalannya saat ini?! Kamu pikir semua orang akan datang membantu mengurus upacara kematian ibumu?! Hanya karena dia orang terkenal?!”

Aku tercekat.

Paman Bungsuku mulai meraung dan melotot kepada anak bibiku yang paling sulung. Sebagai salah satu pengurus Desa Adat, Paman Bungsuku tentu tahu apa yang telah digunjingkan masyarakat terhadap rencana ngaben Bibiku.

“Dari dulu telah aku sarankan, jika ibumu meninggal, kremasi saja di Jawa! Jangan bermimpi membuat upacara kematian yang besar. Biarpun kamu punya duit, bisa membeli apa saja, tetapi apa gunanya?! Semua orang di desa ini enggan melayat. Enggan menolong kalian. Karena apa? Karena kalian tidak pernah menganggap mereka ada dan hidup! Tanya pada dirimu, apa pernah kamu ikut terlibat meneteskan keringat jika mereka bikin upacara?! Sekarang kamu menuntut hak sebagai warga desa. Kewajibanmu sendiri apa pernah kamu penuhi?! Apa begini yang namanya keadilan yang diperjuangkan ibumu itu? Sekarang menuntut perlakuan yang sama. Tetapi apa pernah ibumu memperlakukan mereka dengan adil?! Ibumu hanya bisa mengkritik adat! Hanya bisa mengusulkan perubahan. Menyarankan persamaan sikap. Sekarang mereka telah mematuhi ajaran ibumu. Menjalankan persamaan sikap terhadap sikap ibumu kepada mereka!”

“Jadi, jangan muluk-muluk! Ibumu hanya besar dalam berita. Tetapi dia sudah kehilangan akar. Kehilangan ikatan dengan manusia yang dia perjuangkan! Terutama dengan manusia desa ini!”

Aku menyingkir jauh.

Para sepupuku tentu sulit mengerti. Mereka sejak kecil jauh dari desa ini. Bahkan jauh dari negeri ini. Yang mereka tahu, ibu mereka seorang terkenal, humanis yang dihormati oleh banyak orang. Seorang ibu yang selalu penuh perhatian kepada banyak orang. Ibu yang penuh kasih dan perhatian terhadap berbagai peristiwa ketidakadilan!

Logikanya, tentulah masyarakat desa bangga pada ibunya. Tentulah desa ini akan berkabung berhari-hari, bersedih atas kematian salah satu warganya yang ditempatkan sebagai tokoh kemanusiaan dunia! Sewajarnya, masyarakat akan bergerak, tanpa diminta bahumembahu menyukseskan upacara ngaben untuk kematian ibu mereka. Apalagi, bukankah dalam buku-buku kisah desa ini dituturkan mengenai kuatnya tradisi gotong royong, kasih sayang, dan harga-menghargai?

Teriakan-teriakan antara Paman Bungsuku dan para sepupu itu perlahan lenyap. Lenyap oleh rumah besar yang tetap sunyi sepi.

Pelayat-pelayat yang datang dari jauh, yang mengenal Bibi dari koran dan ruang-ruang diskusi, yang kagum karena ide dan gagasan Bibi, setiap kali datang tak dapat menahan ketersentakannya. Tak sanggup menyembunyikan keheranan di mata mereka: kenapa sepi nian rumah besar ini?! Bukankah dari yang mereka dengar dan baca, jika ada kematian, warga desa akan datang berduyun-duyun melakukan kerja bakti. Apalagi akan ada rencana upacara ngaben besar seorang tokoh yang begitu berpengaruh. Bukankah biasanya bila salah satu warga saja yang mati, semua warga bila perlu berhari-hari menginap di rumah duka sebagai tanda solidaritas dan penghormatan? Tetapi inilah kenyataannya. Yang melayat Bibi hanyalah mereka yang dari jauh, yang dekat seolah tidak tahu bahwa ada jasad di dalam rumah.

Oh, kembali perdebatan itu terdengar.

Kenapa tidak dikremasi di Jawa saja? Atau di Denpasar? Sekarang toh bisa ngaben cepat tanpa harus menggunakan upacara lengkap?! Kenapa anak- anak bibi merasa perlu memberi hadiah terakhir sebuah upacara pengabenan lengkap? Astaga! Mereka tentu tidak bisa dilarang membawa jasad bibi pulang. Tentu tidak bisa dilarang untuk merancang membuat rencana upacara besar. Mereka ingin menghormati ibu mereka. Juga mereka punya uang. Tetapi tahukah mereka, ngaben tidak cuma perlu uang tetapi perlu dukungan masyarakat? Dan tahukah mereka, Bibi tidak pernah sekalipun melakukan kerja bakti untuk kegiatan apa pun di desa ini? Menyumbang pun tidak. Bibi entah kenapa, kepada keluarga dan masyarakatnya sendiri begitu pelit dan kritis, bahkan cenderung sinis. Entah kenapa… .

Apa mereka kira ini semacam resepsi perkawinan? Yang bisa segalanya total dibeli? Atau dilangsungkan di hotel?

Aku merasakan kengerian berindap-indap di tiap wajah keluarga malam itu ketika duduk bersama untuk merapatkan rencana upacara ngaben bibiku.

Anak-anak bibiku tetap ngotot dengan rencana mereka. Yang menakjubkan lagi, upacara ngaben Bibi akan dihadiri pula banyak wartawan dan pejabat.

“Kamu pikir mengundang tamu itu mudah? Siapa yang akan mengurus? Apa kamu pikir dengan bade bertingkat tidak perlu manusia untuk mengusungnya ke kuburan? Kamu pikir akan mudah menyuruh orang-orang mengusung bade ibumu?!” Semua mulai histeris, membayangkan upacara yang kacau.

“Tenanglah! Saya sudah membuat kepanitiaan. Saya tahu, tidak mungkin mendapat bantuan masyarakat desa ini. Karena itu, untuk akomodasi, perjamuan para tamu kita sewa katering. Untuk mengusung bade ke kuburan, kita sewa buruh- buruh bangunan. Kemudian transportasi sudah ada, travel yang akan mengurus,” anak Bibi yang tertua, yang kini menjadi pengusaha kaya, menyampaikan rencananya.

“Hanya satu yang kami mohon, sudilah semua keluarga hadir. Agar di mata teman-teman Ibu, kita tetap tampak kompak. Ibu dan kami memang bersalah… janganlah ibu dihukum seperti ini.”

Aku merunduk. Isak tangis pun mulai pecah. Entah kenapa, walau semua pekerjaan dan perlengkapan yang diperlukan untuk ngaben telah dipesan, telah disewa, tetap saja ada kesunyian yang mencekam di rumah besar ini. Seperti ada yang patah, lalu jatuh di tengah tanah yang sunyi. Desaunya membuat hati dilanda perasaan sendiri. Begitu sendiri.

Segalanya telah dirancang rapi. Akhirnya, seluruh keluarga mau terlibat sebagai panitia. Bukan karena Bibi, tetapi lebih karena menjaga nama keluarga!

Dan hari-H pun tiba. Ratusan mobil berderet di jalan. Para pelayat yang datang dari jauh, dari berbagai kota dan berbagai negara, berdatangan sejak pagi. Suara gamelan, penyambut tamu dan perjamuan, berlangsung lancar. Rapi. Bahkan terlalu rapi. Semua tertata nyaris sempurna.

Kemudian prosesi upacara ngaben pun dimulai. Juga lancar dipandu oleh penata acara yang piawai. Para pengusung bade dengan seragam yang masih bau toko mulai bergerak mengusung jasad Bibi menuju kuburan, bersorak dengan semangat. Menjadi sasaran kamera dan kekaguman.

Jalanan desa begitu ramai. Semua penduduk desa keluar rumah, tetapi cuma duduk-duduk di depan rumah masing- masing, hanya sebagai penonton prosesi ngaben bibiku. Yah. Hanya menonton. Seolah prosesi ini bukan bagian dari desa ini. Semua hanya menonton! Dengan sorot mata yang sulit diterjemahkan. Jauh berbeda dengan para pelayat, teman, dan pengagum Bibi saat larut dalam prosesi dilanda keharuan hebat karena merasakan betapa agung dan meriahnya upacara ngaben bibiku. Seakan kembali mendengar seruan Bibiku, marilah hidup dalam kebersamaan. Marilah hidup dalam keragaman! Karena sejatinya kita adalah manusia, yang sama!

Lalu setibanya di kuburan, sebelum jasad dibakar dengan kompor sewaan, seorang menteri berpidato dan beberapa tokoh politik yang katanya berpeluang jadi presiden memberikan sambutan kenangan. Kilat blitz serta sorot kamera tak henti-henti. Karangan bunga duka cita bertumpuk-tumpuk menutupi tempat pembakaran. Semuanya lancar, rapi dan tepat waktu seperti sikap Bibiku yang selalu disiplin dan tepat waktu.

Tepat menjelang tengah hari, jasad bibi pun mulai dibakar. Api meliuk ke langit. Langit cerah. Ditingkahi suara gamelan. Keheningan sesaat memaksa air mata menetes. Kematian selalu membuat rasa kehilangan. Dan saat itu para pelayat, para tokoh, wartawan, dan orang-orang yang mengagumi Bibi mulai berpamitan. Satu per satu menyalami anak-anak Bibi dengan keharuan.

Seorang anak bangsa telah pergi. Pejuang kemanusiaan itu telah pergi. Sayup-sayup aku mendengar suara penyiar yang menyampaikan pandangan mata secara langsung dari kuburan. Dan ketika api padam, aku terbebas dari lamunan, dari keharuan. Lalu menoleh kiri dan kanan. Menghitung jumlah orang yang masih ada di kuburan. Yah, tinggal keluarga dan orang-orang sewaan saja yang tengah sibuk menghitung- hitung jam kerja dan upah yang akan mereka terima.

Aku mencari ayahku dengan mata tergetar. Aku juga mencari wajah para sepupuku. Aku mencari wajah semua keluarga. Bau asap jasad menghentikan pikiranku. Menghentikan hatiku. Aku merasa tiba-tiba begitu sendiri. Sendiri dan jauh dari dunia. Jauh dari teman-teman, jauh dari semuanya. Jauh sekali. Oh, seperti hidup di dunia yang lain. Begitu lain.

Dan bibi pun kini berada di dunia lain. Sendiri. Tetap tak perlu siapa-siapa selain dirinya. Sama seperti saat hidupnya.



Jakarta, 4 Desember 2010
HaNz UkhitaShiwa
READ MORE - Kematian Yang Terasa Sunyi...

Kata Maaf Yang Tak Sempat Terucap

| Minggu, 21 November 2010 | 0 komentar |
Ayah bagiku dia adalah sosok yang sangat baik, lembut dan sabar walaupun aku sering melihat ayahku itu selalu menyendiri terkadang melihat kesendiriannya itu aku merasa bahwa ayah ku itu benar-benar sangat kesepian, ingin aku temani namun tak bisa karena aku harus sekolah di jakarta. Di bandung ayahku hanya di temani oleh mang danu yang setia menemani. Setiap aku berlibur aku pulang ke bandung untuk menemui ayahku, begitu seterusnya.

Suatu ketika ayahku ikut bersamaku ke jakarta disana dia begitu bahagia terlihat jelas dari raut wajahnya. Betapa bahagianya hatiku. Sampai suatu ketika ayahku jatuh sakit beliau terkena serangan jantung dan stroke hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Aku baru tahu ayahku dibawa kesana setelah aku pulang sekolah dan diberitahu oleh mbok minah, dan aku pun langsung menuju rumah sakit malam harinya bersama ibuku.

Hari pun berlalu,,, kini ayahku sudah di perbolehkan pulang karena kondisinya sudah sehat. Aku pun senang mendengarnya. Beberapa hari ayahku dirawat disana dan ketika ayahku sudah sembuh benar ayahku pulang ke bandung. Beberapa hari sebelum ayahku pulang ke bandung aku sempat meminjam hp nya karena kebetulan hp ku rusak. Dan ketika ayahku hendak meminta hp nya kembali aku marah padanya karena aku masih ingin meminjamnya karena pada saat itu aku ingin kangen²nan sama kekasihku. Hari-hari pun berlalu.

***

Liburan sekolah pun tiba aku pergi bersama ibu ku menemui ayahku disana. Keesokan harinya ayah ku ingin sekali makan baso lalu ayahku menyuruh mang jono untuk membelinya aku ingin sekali ikut namun ayahku melarangku untuk ikut dengan mang jono, kamu jangan ikut udah disini aja. bentak ayahku. Sontak aku pun ikut marah padanya hingga aku diam dan tak mau makan baso itu. Sorenya ibu ku mengajak ku pulang dan aku pun masih kesal terhadap ayahku. Sampai pada akhirnya ketika hendak pamit pulang aku tidak mencium tangan ayahku dan langsung membanting pintu mobil. Melihat perlakuan ku itu ibu ku marah besar padaku. APA YANG KAMU LAKUKAN TERHADAP AYAHMU. bentak ibu walaupun ibu ku marah padaku aku hanya diam saja menahan kesal. udah bu nggak apa-apa. kata ayahku sambil menahan rasa sedihnya padahal saat itu ayah ku hendak menangis karena terlihat dari mukanya merah. dan kami pun pergi. Sepanjang perjalanan ibuku terus memarahiku, kamu itu apa-apaan sch tega sekali kamu berbuat seperti itu pada ayahmu sendiri. Kamu tau tidak ayahmu itu sampai merah mukanya mau nangis gara-gara liat tingkah kamu, bagaimana nanti kalo ayah kamu sudah tak ada kamu akan menyesal nantinya cepat kamu minta maaf pada ayahmu. bentak ibuku. Mendengar perkataan ibuku aku pun langsung meminta maaf pada ayahku melalui sms. Tapi sayang sekali kata maaf yang kusampaikan padanya tak tersampaikan karena hp ayahku hilang.

***

Sampai suatu ketika,,,

Ketika aku sedang mengaji bersama adik sepupuku tiba-tiba tante menyuruh kami untuk beristighfar 3x. dan kami pun menurutinya. setelah itu, neng ayahmu meninggal tadi sekitar pukul 06.00. mendengar hal itu aku setengah sadar . akh masa sch bercanda kali itu mah. kataku tak percaya. tanteku hanya diam membisu. tanpa disadari tangis ku meledak. ya Allah sebegitu cepatnya kau memanggil ayahku yang baru saja sembuh dari sakitnya. barus saja kemarin. tanpa pikir panjang aku pun langsung pergi kesana. sesampainya disana aku hanya terkulai lemas melihat jasad ayahku yang terbujur kaku di atas ranjang. rasa penyesalan pun datang menghampiriku tak sempat kata maaf yang ku lontarkan untuknya tersampaikan. kini aku hanya bisa menangis. sementara ibuku hanya bisa menjerit,menangis, lemas melihat jasad ayahku. Tak lupa ucapan bela sungkawa dari guru dan teman-temanku menyertaiku.

Besoknya sekitar pukul 10.00 akan jasad ayahku dimakamkan di pemakaman. Kami sekeluarga pergi mengiringi jasad ayah ku. aku pun menangis saat melihat jasad ayahku hendak di kuburkan terlintas rasa penyesalan itu datang menghampiriku ketika beliau masih hidup aku sempat marah besar padanya. kini baru aku sadari semua itu. ya Allah aku belum sempat mengucapkan kata maaf terakhir untuknya aku benar-benar menyesal telah menyakiti perasaannya. dan kini aku hanya bisa menangis meratapi penyesalanku...

hanya doa lah yang kukirimkan untuknya semoga beliau tenang di alam sana dan perbuatan ku dimaafkannya.

Ayah maafkan aku yang tlah menyakiti hatimu aku tak bermaksud berbuat seperti itu padamu.

Maafkan aku atas keegoisanku ini... bagiku kau adalah sosok ayah yang terbaik dalam hidupku dan tak akan terganti. kau selalu ada di hati ku ayah,,,
READ MORE - Kata Maaf Yang Tak Sempat Terucap

Dunia Kecilku..

| | 0 komentar |
Seorang gadis berambut panjang berlari terburu-buru melewati koridor di sekolahnya. Rambut hitam pekatnya yang dikuncir, bergoyang seiring ia melangkah. Vera, nama gadis tersebut. Seorang gadis SMP yang cerah, periang dan ramai. Langkah jauhnya berhenti ketika ia sampai di pintu kelasnya. Nafasnya terengah-engah. Ruang udara di sekitarnya serasa menyempit. Dengan lemah, ia membuka pintu.

Pintu kayu coklat yang hampir bobrok itu terbuka dengan suara aneh. Ya, aneh bagi orang di luar sekolah itu, namun hal yang biasa bagi mereka yang mengajar dan belajar di sana. Suara deritan pintu itu tak jauh berbeda dari suara-suara pintu yang terbuka di dalam film horor, dimana ketika sang tokoh utama membukanya, sang hantu akan muncul dari dalamnya.

Vera menghela nafas lega ketika tahu bahwa guru yang mendapat bagian mengajar di kelas gelap itu belum masuk. Kelas yang berukuran tak besar itu, dihiasi sarang laba-laba di setiap sudut langit-langitnya. Lantainya ditutupi ubin berwarna putih pucat, tak luput dari noda. Ventilasi yang berada di setiap jendela kaca pun diselimuti debu yang tebalnya melebihi 2 senti. Kayu yang membingkai jendela tersebut sudah lapuk, habis dimakan usia dan juga rayap.

Di balik wajah-wajah polos anak-anak di ruang kelas, banyak yang mereka pikirkan. Tentang cinta, sahabat, hidup yang rumit... Segalanya ada di sini. Menyelesaikan masalah bersama sudah menjadi kebiasaan sendiri, sekaligus membuat hidup lebih bermakna.

---------------------------------------------------------------------------------

Tak seorang pun mampu melukiskan masa depan. Dari yang muda, dewasa, maupun tua. Mereka tak akan mampu menggambarkan apa yang terjadi di masa depan. Termasuk diriku, seorang gadis biasa, dengan kehidupan pas-pasan, tanpa modal untuk memastikan seberapa suksesnya aku di masa depan.

Setiap malam aku berdoa, menatap langit yang dihiasi bintang-bintang. Mengapa Tuhan memberiku hidup seperti ini?, tanyaku setiap hari, tanpa kenal lelah, tanpa kenal bosan. Aku tak bisa mengerti dengan keadaan ini semua. Di luar sana, banyak orang-orang kaya yang memiliki mobil dan rumah mewah. Setiap hari mereka bisa pergi shopping ke mall bersama teman-teman mereka, orang tua mereka, anak-anak mereka serta keluarga mereka. Sedangkan kami yang berada di desa kecil ini? Apa hal mewah yang bisa kami lakukan?

Beribu pertanyaan selalu menggangguku. Tentang apa yang bisa kulakukan saat ini. Tentang apa tanggapan Tuhan mengenai diriku. Dan tak lupa tentang keadaan ayahku yang berada di atas sana. Bagiku, kehidupan tak jauh dari siksaan, namun jauh dari kebahagiaan.

Jika di atas sana ada langit dan di bawah ada tanah, lalu, di lapisan apa aku berdiri? Apa yang kulakukan ini? Untuk apa aku melakukan semua ini? Sekolah, membantu ibu dan bermain bersama teman-teman di sungai.

Tak lupa juga, ketika aku tertidur di bawah pohon rindang pada siang hari setelah memancing. Aku kerap bermimpi tentang sebuah pelangi yang berada di hadapanku. Jika aku melangkah ke atas pelangi itu, kemana pelangi itu akan membawaku pergi? Ke tempat yang indahkah? Atau malah sebaliknya?

Segalanya telah terjawab setelah berjuang selama 10 tahun bersama sahabat dan ibuku. Dengan usahaku belajar dengan giat, aku bisa kuliah di sebuah universitas di Jakarta. Meski ibu tak memberiku uang tiap bulan, aku terus berusaha meraih uang dengan mengamen, bekerja paruh waktu di restoran terdekat, bahkan membantu seadanya di pasar. Dan dalam waktu yang tak sebentar, manager restoran tempatku bekerja menunjukku sebagai sekretaris manager.

Beberapa tahun kemudian setelah itu, aku akhirnya mendapatkan cukup modal yang kudapat dari hasil bekerja dan juga beasiswa berkat prestasiku untuk membuka sebuah perusahaan yang berakhir sukses sampai hari ini. Aku yakin sahabat-sahabatku di luar sana sama suksesnya seperti aku, bahkan lebih.

Sekian pertanyaan yang berada di pikiranku, terjawab sudah.

Namun, masih ada sebuah pertanyaan besar yang masih ada di pikiranku saat ini...

Ibu, apa kau melihatku di sana, bangga akan hasil yang kuusahakan selama ini?
READ MORE - Dunia Kecilku..

Mimpi Buruk...!!

| Minggu, 14 November 2010 | 0 komentar |

Waw..!! pagi ini cerah banget tapi langitnya gelap.. keren euy, udah ah bosen, aku menutup jendela yang dari tadi gak bisa kebuka-buka,hohoho.. dengan semangat 45 yang membara aku berniat buat membereskan kasur, pas udah selesai, aku ngeliat di bawah kasur ada kertas yg lusuh, gak keurus, kusam, kotor dan sebagainya… penasaran, aku deketin pelan² dan semoga usahaku ini bisa berjalan dengan lancar dan gak ada acara ditolak (engga deng), aku ambil kertas itu.. pas aku buka.. jreng..jreng.. dengan gagah tulisan itu terpampang di atas bagian keras itu.

TUGAS LIBURAN..

Hah.!! oow..mati aku,, alaah kenapa kamu baru muncul sekarang? lantas apa yang terjadi nanti? lho?.. aku melongo menunggu lalat masuk ke mulut (jiah..) au ah pusing.. udah hepi-hepi pas liburan, tau-taunya ada yang ketinggalan… biarin lah, liburan masih satu minggu lagi ini.. aku udah mulai tenang, karena sekarang aku dan teman² mau jalan-jalan ke mall, tanpa diundang nongol di hp ku suara cody simpson yang menandakan datangnya sms di hapeku
lola, kita semua udah di dpn gang rumah loe, cepetan ya..!
jeeh,kawan-kawanku memang baek, abis itu aku bales deh, iya loli.. sabar!, kan KATANYA loe anak yg sabar, preet...

siiiip lah.. aku turun dari kamar ku yg ada di lantai hdmhci (bacanya 2), kita pergi dengan tenang dan pulang dengaaan… ketakutan, pasti nyampe rumah bakalan di marahin karena pulangnya kemaleman.. gak papa lah.. yang penting hepii.

6(enam) hari kemudian.. wadow.. sialan, lali aku, padahal tugas-tugas kan belum pada di kerjain, tinggal 1 hari lagi.. aku langsung bangun dari kasurku yang (gak) rapih. Langsung cari di internet.. untung aja langsung dapet, di print sekarang aja deh.. dan resenya. Printernya rusak.. mau gak mau ya harus ke warnet deket rumah deh. Pas nyampe di sana, rame bgt.. untung udah ce-esan sama abangnya, asek-asek.. aku dapet computer punya abangnya deh..

Aku langsung lari ke rumah ngerjain tugas yang lain.. capek banget kalo udah begini. Kagak mau kayak gini lagi lah.. capek hati, walupun udah selesai tapi kan ini gak semaksimal yang mungkin temen-temen udah buat.. besoknya, pas guru meriksa tugas-tugas.. aku dimarahin abis-abisan, karena semua materi yg aku kerjain itu keliru alias salah deh.. melas banget sih gw.. <---meratapi nasib

Tapi aku bingung banget.. perasaan baru saja ngos-ngosan dimarahin dan dihukum, kok sekarang seger bgt, Backsoundnya enak lagi.

HEH, BANGUN KEBO, KERJAANNYA TIDUR MULU LOE.. kata kaka’ku sambil dengerin lagu ne-yo and nyiram aku dengan air sirop.

cih.. jadi dari tadi cuma mimpi.? beuh.. udah deg-degan setengah mati.. (batinku dalam hati) untuung aja semua hanya mimpi..
makanya kalo mimpi yang enak-enak kayak gue dong.!!
deeh.. gaje bgt kakak aku.. Ya udah lah kaga papa, lain kali harusnya aku berdoa dulu sebelum molor, ada hubungannya kali ya…


cerita ini gw dapet waktu gw lgi asik nikmatin segelas es pisang ijo d'tepi kalimalang... ada 2 anak cwe yg lgi cerita... emm, meskipun ngaa begeto mirip yg pasti inti'y sama hehehe... dasar KOPLAA...K
READ MORE - Mimpi Buruk...!!

Status FB hari ini..

| | 0 komentar |
Seperti biasa aku terduduk disini, terfokus pada layar 21 inch yang ada di depanku, Jari-jari ku menari diatas keyboard sambil terkadang tertawa dan tersenyum melihat apa yang ada di depan ku. Selalu ada saja hal yang baru dan kabar dari teman yang kulihat disini. Begitu besar kebutuhan orang saat ini kepada sosial networking,

Seperti facebook dan twitter. Mungkin aku juga adalah salah satu korban dari fenomena ini, tak afdhal rasanya hariku jika tak membuka facebook sehari saja. Baik cuma untuk mengecek status, update status, melihat pesan dan juga mengirim koment-koment pada status teman-temanku. Sebuah status dari seorang teman yang berada di BJN baru saja masuk di berita terbaru. Berita yang yang lebih up date daripada news line yang ada di tv one atau metro tv, apalagi televisi yang hanya menayangkan hiburan dan entertainment semata.

Novita ciemut-emut : gempa bukan masalah buat orang-orang yang ada di padang, buktinya masih bisa update status tuh JYah… benar apa kata kawanku yang satu ini.

Sangat biasa bencana datang di negri ini, sepertinya kita terbiasa dengan banjir, kebakaran, gunung meletus, gempa, mungkin tsunami juga akan menjadi hal yang biasa di negri ini. Hampir dalam setiap khutbah yang aku dengar khatib selalu berkata “pekalah terhadap tanda-tanda dan peringatan dari Allah dari bencana-bencana yang ditunjukkannya”. Mungkin karena sudah biasa dengan peringnatan-peringatan tersebut sehingga kita menganggapnya hanya seperti rambu lalu lintas yang dapat kita lewatkan seenaknya apalagi jika tak ada yang mengawasi. Atau menganggap musibah tersebut biasa seperti saat kamu mendengar orang kamu kenal mengalami kecelakaan saat mengendarai motor dan kamu cuma berkata “innalillahi, kok bisa?! Motornya ga apa kan?!”. Sebuah status lain di bagian bawah juga membuatku tertawa terpinggkal beberapa jam yang lalu. Satu lagi orang yang curhat di facebook pada musibah yang menimpanya.

Fauzia Sweetluph: Sial kali hari nie!!! Ntah mimpi apa aku semalam kok bisa kejadian hal memalukan kayak gini. Di tempat rame pula.
Anisa nisa : Kenapa dek?
Fauzia Sweetluph : Ada lah kak malu ahh kalau aku cerita
Bonar Narcis : Hahaha… Mang dah nasib kamu hari ini zia!!
Yoko Yono : Emang kenapa kau zi? Kayaknya ga pernah beruntung hidupmu.

Wkwkwkwk… aku teringat cerita adikku dua jam yang lalu yang bercerita temannya yang mengalami kecelakaan karena menghindari razia sepeda motor sehingga dia tanpa sengaja masuk kedalam got, hanya pakaian yang kotor dan tidak ada bekas luka secara fisik, tetapi cukup melukai jiwa dan mental akibat rasa malu yang diderita. Sebuah peristiwa yang kubayangkan lebih lucu dari adegan Sule dan Aziz dalam OVJ. Aku mengirimkan koment lain kepadanya,

HaNz UkhitaShiwa : hahahahaha… lucu kali pasti tadi ya Zee!!! Soir ya td ketawa ngakak waktu ade aku cerita.
Fauzia :
@ Yoko : iya! Sial aku liat muka mu hari ni.
@ HaNz : iya, malu kali tadi aku. Ga apalah ketawa, aku juga mau ketawa kalo inget kejadian tadi.

Aku melihat beberapa berita terpopuler yang masuk , hanya curhatan cinta biasa kebanyakan. Tak ada yang menarik, hanya cara mereka mengungkapkannya yang cukup menarik.

Ita Achuleta : sing “pergilah kau, pergi dari hidupku, bawalah semua kenangan bersamamu” Yang diikuti dengan perubahan status menjadi Lajang.
Bebehna Rangga : Loph yu bebh makasih ya tadi!! Yang kemudian diikuti dengan penambahan jempol dari sang Rangga Dika Tadika mengganti status menjadi menikah.

Aku tersenyum melihatnya, entah kapan sepupuku yang masih SMA ini menikah, padahal semalam baru aja jadian, Tapi status udah jadi nikah aja. Ga pake undangan, apalagi upacara. Makna pernikahan kayaknya udah ga sesakral zaman baheula yang masih pacaran dari kolong. Seorang teman dengan ID dedi sidragon mengirim permintaan group close your facebook open your book ke wall ku. Sebuah kampanye yang bagus lewat facebook, dan cukup banyak yang member yang join dalam group ini. Aku dan beberapa teman mengomentari wall kirimannya.

Sibodo Joko : open your facebook n close your book!
Julia Juju’ : like this
HaNz UkhitaShiwa : Ngaa yakin aku, si dedi bisa idup tanpa buka FB dalam sehari!

Sebuah pesan pada chat box masuk dari, :

Poker Face : bg! OL dimana nie?
HaNz UkhitaShiwa : JKT, loe?
Poker face : banda, ada chip bg?
HaNz UkhitaShiwa : ga. Ga maen poker..!!
Poker Face : oh. cmana kul bang!? Dah selesai..??
HaNz UkhitaShiwa : lom, ni jg lagi nyusun.
Poker Face : dah tua dikampus. Kasih kesempatan yg laen biar bisa masuk.
HaNz UkhitaShiwa : dari pd loe kuliah ngaa pernah muncul dikampus.
Poker Face : wkwkwkwkwkw awak memberi kesempatan yang lain biar bisa masuk.

Chat box ku offline, tak ada guna menyambung chat dengan mahluk satu ini, Cuma bikin emosi. “anj*&G kena terus kartu Bod@* ni” maki pemain di com sebelah. Membuatku terbayang wajah si Poker Face sialan saat dia sedang kalah Poker. “K$^%*#l pake cheat kawan si Ba$^ !!!” umpat pemain di com ujung yang juga kalah saat bermain PB. Diikuti deru suara senapan dan teriakan para pemain PB lain yang online dengan penuh emosi. Mual sudah perutku melihat game satu ini, terlalu sadis dan kejam buat dimainkan anak-anak yang masih berseragam merah yang mulai meramaikan warnet ini setiap hari, terlihat wajah mereka yang serius layaknya tentara yang benar akan berperang.

Mungkin mereka telah melupakan apa yang dinamakan patok lele, petak umpet, benteng, dan lompat karet, ups… salah yang terakhir tidak masuk karena semua anak cowok. Aku menulis status hari ini, “saat memejamkan mata dan mendengar suasana di warnet, maka yang terbayang adalah : Gunung merapi yang meletus, MU vs A. Villa yg seimbang semalam, dan Ganti accu motor” hehehe. Aku logout dan membayar billing warnet sambil meninggalkan kebisingan disana.
READ MORE - Status FB hari ini..

Ketika Asa Tertikam Luka

| Kamis, 21 Oktober 2010 | 0 komentar |



“Ayo, cepat, cepat, cepat!” seru Pak Anwar, guru olah raga SMAN 1 Cilegon, kepada siswa kelas X.2 yang datang terlambat.
“Risa, kenapa perut kamu dipegangi terus?!”
“Sakit, Pak,” jawab Risa, sambil terus memegangi dan meremas-remas perut sebelah kirinya yang terasa nyeri.
“Sakit bagaimana?!”
“Maag saya kambuh.”
“Ya, sudah. Kamu ke kantin. Makan dulu. Setelah makan, kamu kembali lagi ke lapangan. Hari ini ada tes serven bola volly.”
“Enggak usah deh, Pak. Makan juga percuma, pasti muntah lagi.”
“Bandel, kamu. Ya sudah, kamu di kelas aja. Tapi nanti kamu harus membuat keliping tentang bola volly, sebagai ganti nilai tes kamu.”
“Terima kasih, ya Pak,” jawab Risa, kemudian berlalu meninggalkan lapangan dan menuju ke kelasnya.
Ketika Risa masuk ke dalam kelas, ia melihat Tia duduk seorang diri. kepalanya tersandar lemah di tembok. Hidungnya merah dan matanya sembab. Bulir-bilir air masih tersisa di sudut matanya. Risa langsung menghampiri sahabat karibnya itu, kemudian duduk di samping kirinya.
“Ada apa, Tia? Kamu sakit juga?” tanya Risa, hati-hati.
Tia langsung memeluk tubuh mungil Risa.
“Risa, Nana selingkuh,” adu Tia, sambil menangis.
Risa menghela nafas. Berat. Tangan kanan yang tadi memegangi perutnya yang terasa nyeri, kini langsung meraih pundak Tia dan membelai rambutnya perlahan, penuh kasih.
“Kamu tahu dari mana dia selingkuh?” tanyanya, masih dengan hati-hati.
“Kemarin gue lihat Nana jalan sama Mira. Terus waktu gue tanya, Nana ngaku kalau mereka sudah satu bulan jadian,” jawab Tia, sesenggukan
“Ya, sudah. Kamu lupain aja cowok yang bisanya cuma nyakitin perasaan doang.”
“Tapi... gue masih sayang banget sama Nana.”
“Tia, kamu sadar enggak. Nana sudah sering nyakitin hati kamu,” ucap Risa, sambil menatap mata Tia.
“Memang sih, tapi....”
“Tia, kita hidup bukan untuk disakiti. Buka mata kamu lebar-lebar. Di luar sana banyak cowok yang sayang sama kamu. Ridho, Galih, Sandy. Untuk apa lagi sih kamu mikirin Nana, yang jelas-jelas sudah nyakitin hati kamu. Lupain Nana,” seru Risa, tegas.
“Ngomong gampang, Ris. Tapi ngelakuinnya susah. Lo enggak ngerasain gimana perasaan gue. Elo enggak tahu gimana sakitnya hati gue!”
Emosi Tia memuncak.DEEGGG!Ada hati yang hancur. Ada hati yang tersayat-sayat oleh sembilu. Sakit! Lambungnya pun ikut terasa nyeri.Lebih nyeri dari sebelumnya.Risa menghela napas.
“Oke, terserah kamu,” seru Risa, pasrah. Tapi di dalam hatinya, ia merasakan kesedihan yang sangat mendalam.
Di ufuk timur mentari mengintip dengan malu-malu. Semilir angin menyapa dengan syahdu. Tapi perasaan Ririn tidak seindah minggu pagi ini.
“Risa, sekarang lo bisa ke rumah gue enggak?” tanya Ririn, setelah Risa mengangkat HP-nya.
“Ada apa, Rin?” tanya Risa, khawatir.
“Gue butuh lo sekarang,” jawab Ririn, dengan suara serak -serak basah.
“Ya, sudah. Aku ke sana.
”Meskipun Risa merasa enggak enak badan, karena maagnya kambuh lagi, tapi ia tetap memutuskan untuk pergi ke rumah Ririn.
Risa ingin menemani Ririn yang sepertinya sedang menghadapi masalah yang sangat berat.
“Risa, gue putus sama Fikar,” adu Ririn sambil memeluk tubuh Risa, ketika ia baru saja berada di depan pintu rumahnya. Tangisnya pecah.
“Iya, tapi apa aku enggak disuruh masuk dulu, nih?”Ririn kemudian melepaskan pelukannya dari tubuh Risa, menyeka air matanya dan mempersilahkan Risa masuk.
“Sori. Ya udah, langsung ke kamar gue aja, yuk.
”Risa melangkah masuk, mengikuti langkah Ririn yang sudah tidak sabar ingin mengeluarkan kesedihannya.
Sesampainya mereka di kamar, Ririn langsung mengunci pintu. Ia hempaskan tubuhnya di tumpukan bantal Tazmania kesayangannya.BRUUKKK!Risa tersentak. Ternyata Ririn jatuh di tempat yang salah. Tubuhnya menghantam lantai.
“Aduh...,” Ririn mengaduh kesakitan.
“Ya ampun, Rin. Kalau kamu lagi sedih, kamu enggak usah menyiksa diri seperti itu, dong,” seru Risa, sambil membantu Ririn bangun.
“Siapa yang menyiksa diri,” Tia membela diri.
“Ririn... Ririn... ada-ada aja kamu,” seru Risa, sambil tersenyum.Ririn ikut tersenyum.
“Sebenarnya ada apa sih?” tanya Risa.
“Ternyata Fikar sudah punya tunangan, Ris.
” Senyum yang tadi menghiasi bibir tipisnya pudar seketika. Berganti tangis.
“Ya, sudah. Kamu sabar aja, ya,” seru Risa.
Hanya kalimat itu yang mampu meluncur dari bibirnya, tapi hatinya masih berkata-kata, “Ririn, Tia, sebenarnya aku sudah bosan mendengar masalah percintaan seperti ini. Kalau saja kalian tahu masalah yang sedang aku alami. Masalahku lebih berat dibandingkan masalah kalian, karena ini menyangkut hidupku, harapanku dan harapan orangtuaku. Akankah kalian mengerti, putus dengan cowok bukanlah masalah yang serius. Harusnya kalian bangga kerena sudah putus sama cowok seperti itu, karena itu berarti kalian mempunyai kesempatan untuk mengenal cowok yang lebih baik dari mereka.
”Di sebuah kamar bercat biru, Risa sedang berguling-guling memegangi perutnya. Lambungnya terasa nyeri hingga ke ulu hati. Nafasnya sesak, karena rasa nyeri yang amat hebat di lambungnya itu. Perutnya pun mual. Tenggorokannya pahit. HOEEEKKKK! Darah segar bercampur asam lambung keluar dari mulut Risa. Tubuhnya langsung lemas. Lunglai.
BRUUKKK!Tubuhnya ambruk. Jatuh ke lantai.
Tok... Tok... tok....“Risa, kenapa kamu, Nong?” tanya Ibunya, cemas.
Sudah berkali-kali Ibunya bertanya, tapi tak ada juga jawaban dari Risa. Ibunya semakin cemas. Ia lalu memanggil Pak Mu’in, tetangga sebelah, untuk membantunya mendobrak kamar Risa. BRAKKK... Pintu kamar terbuka dengan paksa. Risa tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Bercak darah berceceran.
“Risa?!” Ibunya memekik kemudian langsung memeluk tubuh Risa.
“Risa anakku, kenapa kamu, Nong.”
“Sebaiknya kita panggil Pak RT aja, biar Risa dibawa ke rumah sakit,” usul Pak Mu’in.
“Ya sudah, cepat kamu panggil Pak RT. Nanti Risa keburu meninggal.
”Pak Mu’in bergegas memanggil Pak RT.
Tak lama kemudian Pak RT datang dengan membawa mobil bak terbuka yang dimlikinya. Risa dinaikkan ke atas mobil itu dan segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah. Sudah tiga hari Risa di rawat di RSUD, tapi keadaannya masih lemah. Gastritis atau biasa disebut radang lambung, dan sebutan yang paling populer lagi adalah Maag, yang dideritanya benar-benar sudah kronis. Lambungnya berlubang, karena terkikis oleh asam lambung. Tiba-tiba Ririn sudah berada di ruang inap tempat Risa dirawat. Tia yang sempat bentrok dengan Risa pun ikut menjenguk. Karena walau bagaimanapun, Risa tetaplah sahabatnya.
“Risa, kenapa kamu enggak pernah bilang kalau kamu sakit?” tanya Tia, sambil menangis tersedu-sedu.
“Aku... aku... aku enggak mau menambah beban kalian,” akhirnya tangis yang ia pendam selama ini pecah. Tia dan Ririn segera memeluknya.
“Lo salah kalau berpendapat kayak gitu,” seru Tia.
“Iya, Ris. Lo inget kan, persahabatan itu seperti anggota tubuh. Ketika tangan teriris, maka mulut yang mengaduh, mata yang menangis dan tangan yang satunya yang membantu mengobati. Begitu juga sebaliknya.”
“Iya, aku ingat. Teman-teman, maafkan aku ya.”
“Harusnya kita yang minta maaf, Ris. Kita egois. Kita hanya mentingin diri sendiri. Kita enggak pernah tahu perasaan lo. Dan kita juga enggak pernah mencari tahu. Saat lo ada masalah, kita bukannya mengurangi beban hati lo, justru malah nambahin beban hati lo dengan masalah Nana yang enggak penting.”
“Gue juga. Sori ya, Ris. Gue malah nambah masalah lo dengan masalah Fikar yang enggak penting banget.”
“Enggak apa-apa, kok. Yang terpenting sekarang, kita tetap bersahabat.
”Risa kemudian merasakan nyeri di lambungnya. Nafasnya sesak, karena rasa nyeri yang amat hebat di lambungnya itu. Perutnya pun mual. Tenggorokannya pahit. HOEEEKKKK...! Darah segar bercambur asam lambung keluar dari mulut Risa. Tubuhnya lunglai. Risa tak sadarkan diri. Semua yang berada di tempat itu panik.
“Dokter!”
“Suster. Cepat ke sini!”
Tenaga medis yang mendengar teriakan itu langsung menghampiri. Meminta orang-orang yang mengerubungi Risa keluar sebentar. Kemudian memeriksa keadaan Risa. Lima menit kemudian dokter yang menangani Risa keluar.
“Dokter, bagaimana keadaan Risa?” tanya Ibunya, Tia, dan Ririn bersamaan.
“Maaf, kami sudah berusaha semampu kami. Tapi, Tuhan berkehendak lain.”
“Enggak mungkin. Risa enggak mungkin mati. Dia mau jadi dokter. Dia mau bantu orang-orang miskin kayak saya, biar bisa berobat gratis!” seru Ibunya, sambil berlinangan air mata.



Jakarta, 21 Oktober 2010
HaNz UkhitaShiwa
READ MORE - Ketika Asa Tertikam Luka

Hujan

| | 0 komentar |
Darmo meninggalkan kantor jam tujuh lima belas malam setelah menyelesaikan pekerjaan rekannya yang tidak masuk karena sakit. Udara dingin, angin bertiup agak kencang, membuatnya menyesal tidak membawa baju hangat. Ia membawa payung yang cukup untuk satu orang, duduk di halte bus di sebelah wanita hamil. Ia tidak terburu-buru, lagipula jika ada maksud terburu-buru maka segeralah maksud itu diurungkan karena macet di jalanan belumlah hilang. Antara ia dan wanita itu sama-sama tahu kalau mereka bekerja di gedung yang sama. Wanita itu berharap Mo dapat menemaninya hingga dia mendapatkan taksi. Tapi mereka tidak berkenalan. Mo meninggalkannya sendirian setelah mendapatkan bus yang tidak terlalu penuh penumpang.

Mo duduk di samping jendela, membuka kaca jendela lebar-lebar lalu mengeluarkan kepalanya sedikit untuk melihat hal-hal yang sama tiap harinya: kemacetan, polisi lalu lintas bertubuh gemuk, iklan-iklan besar di papan reklame, iklan-iklan di spanduk, iklan-iklan elektronik dengan slogan berjalan, kafe pinggir jalan, ruang-ruang santai, pedagang kaki lima, mobil-mobil mewah di jalur cepat, gedung-gedung dengan beberapa ruangan yang masih terang, anak-anak jalanan, orang-orang yang duduk dan berdiri menunggu bus. Jalanan ini telah menjadi bagian hidupnya selama delapan tahun. Sering ia bertanya apakah ia akan masih di jalan yang sama tahun depan? Ia masih ingat apa yang dia pikirkan di perjalanan pulang kemarin: pekerjaannya, keluhan teman-teman kantornya, rencana akhir pekan, rencana cuti, alasan mengapa ia terjebak dalam kejenuhan kerja, masa lalunya, dan … hujan turun. Ia menutup jendela. Suara bising jalanan berubah menjadi gemuruh hujan. Ia menikmatinya karena inilah irama yang bisa menemaninya tidur.

Tiba-tiba air jatuh di atas lengannya, masuk dari sela-sela jendela, menciprat semakin deras seiring bis berlari kencang. Ada sesuatu yang mengganjal jendela sehingga tidak menutup penuh. Untungnya ini akhir pekan, jadi tidak mengapa ia terpaksa berbasah-basahan. Penumpang pria di sebelahnya tersenyum menaruh simpati. Tapi simpati tidak merubah keadaan. Mo tidak bisa kembali tidur. Ia menutupi lengannya yang basah dengan tasnya.

Mo turun di gerbang tol II dan akan melanjutkan perjalanan dengan bus yang lain. Anak-anak kecil berebutan menawarkan ojek payung di pintu keluar. Mo mengangkat tangan dan menunjukkan payungnya pada mereka. Di pinggir jalan, seorang lelaki tua berdiri kehujanan. Mo berjalan ke arahnya dan berbagi payung kecilnya. Lelaki tua itu mengucapkan terima kasih. Mo sengaja menggabungkan payungnya dengan payung kecil milik seorang wanita sehingga dapat memayungi tiga orang. Ia menanyakan tujuan lelaki tua itu. Lelaki tua itu menjawab ke Purwakarta. Lelaki tua itu seorang pesuruh di sebuah bank di Jakarta dan terbiasa pulang pergi di hari kerja. Capek bukanlah masalah, lelah sudah jadi bagian hidupnya karena keluargalah yang utama, demikianlah lelaki tua itu berkata padanya. Mo berfikir seharusnya dirinya lebih mensyukuri kehidupannya. Tentunya, gajinya lebih besar dari lelaki tua itu, pekerjaannya lebih baik dan jarak rumah dan kantor tidak sejauh lelaki tua itu. Tidak berapa lama lelaki tua itu mendapatkan bus-nya dan mohon diri sambil mengucapkan terima kasih.

Malam semakin larut, orang-orang yang menunggu bus terus bertambah. Preman-preman yang biasa meminta paksa uang pada kernet bus tidak kelihatan malam itu. Mereka berlindung di rumah masing-masing menikmati pisang goreng buatan sang ibu. Hanya beberapa pedagang yang masih bertahan. Anak-anak kecil menawarkan payung pada penumpang yang turun dari bus. Beberapa orang menyambutnya, yang lain menolaknya karena membawa payung atau terlalu pelit mengeluarkan sedikit uang. Orang-orang datang dan pergi, Mo masih menanti busnya.

MO samar-samar melihat seorang perempuan datang berlari padanya, menutupi kepalanya dengan tas. Rambut dan seluruh tubuhnya basah hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya. Perempuan muda itu mengenalinya. Mo tersenyum padanya, menyapanya dan memberi ruang padanya untuk berteduh. Mereka pulang ke arah yang sama. Di bus yang sama mereka duduk bersebelahan.

Perempuan itu bernama Nur. Tidak ada kerinduan diantara mereka meski telah sekian lama tidak bertemu. Pembicaraan ringan hanya untuk menghabiskan waktu sambil menunggu berpisah. Mo sesekali melirik wajahnya, menunggunya mengatakan sesuatu. Tapi Nur hanya diam sambil memandang ke arah luar. Tidak ada masalah di antara mereka. Ini hanya pertemuan biasa yang bisa terjadi setiap saat.

Uap dingin menutupi jendela, bias-bias lampu berlarian, air menetes dari atap bis dan jatuh di lengan Mo. Ia berpikir bagaimana ia bisa mendapatkan dua bus bocor dalam satu perjalanan. Ia mengeringkan dengan tangan kirinya sehingga membuat lengan kanannya dan lengan kiri Nur bersentuhan, merasakan bulu-bulu halusnya Nur, menggetarkan hatinya. Pandangan mereka bertemu namun hanya sesaat karena mereka kembali tenggelam dalam pikiran lain.

Bus berhenti. Mo yang turun pertama menanti Nur di samping pintu keluar sambil memegang payung dengan tangan kirinya. Tangan kanannya diulurkan untuk menyambut tangan Nur. Tapi Nur tidak melihat tangan Mo. Ia melangkah turun setengah terhuyung dan hampir terjatuh jika tidak memegang bahu Mo. Dan mata mereka bertemu sesaat. Mereka berjalan melewati genangan air, mencari bagian yang lebih tinggi, menghindari kendaraan yang datang dari arah belakang dan lewat di samping kanan mereka. Mo berjalan di belakangnya, memayunginya, tapi ia membiarkan dirinya basah. Nur memuji kebaikan Mo. Mo memuji kecantikan Nur. Masing-masing mengatakannya dalam hati.

Mo mengatakan bahwa kemacetan, rutinitas kerja yang menjemukan, bos yang menyebalkan dan trik-trik menyenangkan hati bos merupakan kesan yang tidak pernah dirasakan oleh manajer perusahaan atau bos-bos besar. Tapi ia mencoba untuk tidak mengeluh.

“Bukankah ini berkah dari Tuhan?” lanjut Mo. Yang ia maksudkan adalah keberkahan menjadi seorang staf biasa.

Nur mencoba untuk sependapat. Namun baginya menjadi seorang bos atau menajer itu jauh lebih baik; punya supir pribadi, tidak kehujanan dan gaji besar.

“Tentu saja aku memilih menjadi bos” jawab Mo sedikit kecewa. Padahal ia hanya ingin mengatakan jika pernyataannya tadi hanya untuk menyenangkan staf biasa seperti dirinya dan perempuan itu.

Angin dan hujan datang dari arah kanan mereka, membuat Nur semakin rapat pada Mo. Mo pindah posisi ke sebelah kanan Nur. Ia membayangkan memeluk Nur dengan sebelah tangannya atau mengeringkan wajah Nur dengan sapu tangannya. Payungnya tidak kuat menahan angin dan hampir-hampir terbalik jika ia tidak menahannya dengan tangannya. Tiba-tiba sebuah mobil sedan yang datang dari belakang mereka mencipratkan air dan tanah, dan mengenai wajah Mo. Nur melompat pendek ke samping kiri. Mereka berhenti melangkah. Nur memerhatikan wajah Mo yang kotor dan memberinya sapu tangan. Mo meraih sapu tangan putih itu, mengucapkan terima kasih namun enggan mengotorinya.

“Staff only” kata Mo.

Mereka tersenyum, mereka tertawa. Sebelumnya, tidak pernah kejadian ini dialami oleh keduanya dengan siapapun. Mereka berjalan mendekatkan diri, memegang payung bersama seiring arah angin dan hujan yang datang tak beraturan.

Tuhan menurunkan hujan untuk maksud-maksud tertentu yang terkadang tidak dimengerti manusia. Dan untuk segala maksud yang dipahami seharusnya menjadikan manusia selalu bersyukur. Pertemuannya dengan Nur membuka kenangan Mo saat ia masih sekolah. Ia pernah jatuh cinta padanya tapi tidak pernah menyatakannya. Waktu itu semua anak lelaki mendambakan Nur untuk menjadi kekasihnya. Mereka datang dengan kelebihan masing-masing: ketampanan, kekayaan, kepintaran atau sekedar pesona menarik perhatian. Mo hanya orang biasa dan tidak diperhatikan. Nur mengingat Mo sebagai anak lelaki yang meminjamkannya payung saat hujan deras di jam pulang sekolah. Tidak lebih, meski Mo menganggapnya sebagai sesuatu yang luar biasa.

Dan sebagaimana pertemuan terjadi, perpisahan datang bukan atas keinginan mereka. Di perempatan jalan Mo mengucapkan selamat tinggal. Nur membalasnya dengan ucapan terima kasih dan senyuman yang akan selalu diingat Mo. Hujan belum reda, jalan-jalan masih dipadati kendaraan, orang-orang berlarian mencari tempat teduh, anak-anak kecil menawarkan payung, para kaki lima menawarkan dagangan di sela-sela kemacetan.

Nur berteduh di depan sebuah toko, mengeluarkan telepon selularnya dan menghubungi suaminya untuk menjemputnya. Mo berjalan di jalanan sepi, orang-orang berteduh di teras toko, beberapa berlarian mendahuluinya. Ia menutup payungnya, wajahnya diarahkan ke langit, merasakan air dingin jatuh ke wajahnya, membayangkan kembali ke masa lalu ketika ia membiarkan dirinya kebasahan demi perempuan itu dan pulang dengan teguran ibunya. Ia tersenyum membayangkan pertemuannya tadi. Ya, perempuan itu teramat cantik untuk seorang lelaki biasa.

Mo mempercepat langkahnya, memegang payung di tangan kiri dan tangan kanannya memeluk tas. Ia bergegas karena di rumahnya seseorang menunggu, seorang perempuan yang lebih ia cintai.




Jakarta, 21 Oktober 2010
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Hujan

Three Mas Kentirr Jalan²

| Rabu, 13 Oktober 2010 | 0 komentar |

Cerita ini berawal dari gw ngumpul bareng lagi ma anak². Waktu tu anak² pada ngajakin jalan, berhubung motor cma da satu ngaa mungkin banget klo boncengan be3 bisa kena PaPol gw. Terpaksa gw ngalah ma suara terbanyak, haduww… naik angkot. Jadi ke inget ma beberapa tahun yang lalu. Hmm… amit² deh pokok’y, yasudahlah tu kan uda beberapa tahun silam.
***

ShundHonk Yhang : “ Bang,ude kita naek angkot aja..!!”
Akahito Lie : “ Bener Bang dari pada ketangkep PaPol..!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaa, okelah tpi gentian bayar angkot’y…?!!”
Akahito Lie : “ Tenang aja…”

Beberapa menit kemudian gw keluar dari kamar, busett… Parah smua kostum’y whahahaha… “ShundHonk Yhang kyk mo kuliah, Akahito Lie kyk mo ngamen d’perempatan, Gw sendiri ngaa jelas whahaha… ”.

ShundHonk Yhang : “ Langsung hajaaaarrr……. Brangkaaaaaatttt…!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh, parah loe pade masak kostum kgk da yang jelass…”
Akahito Lie : “ Yee… orang situ kepala suku’y ja kgk jelas gto.., mo kuliah bukan, mo ngamen jg bukan ancuraduuullll”
ShundHonk Yhang : “ Ude ribut ja ne,jdi brangkat kgk…??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok.. lanjut…!!”
Akahito Lie : “ Siappp…!!”

Tak lama kemudian kita be3 jalan ke depan buat nyetopin angkot 23 yang lewat depan bunker. Ngaa lama kemudian ada lewat.. hmm full, tunggu berikut’y gumam ShundHonk Yhang. Jak stop Jak… “sahut Gw ke Akahito Lie”. Siap Boss… “sahut Akahito Lie”. Waktu naek angkot bukan’y diem nikmatin duduk himpit²an malah becanda ampe orang d’sebelah sinis ngeliat.

HaNz UkhitaShiwa : “ Ssstt… pada becanda aja loe pade…”
Akahito Lie : “ ngasih kode, biar ShundHonk Yhang kgk bengong kyk kesambet xixiii..”
ShundHonk Yhang : “ Ahh, dasar kepala suku edyaaan..”

Ngaa lama kemudian nyampe lah kalimalang, bukan’y bayar sendiri² malah bilang ma ShundHonk Yhang. “Gw & Akahito Lie, Jak loe ja dlu yang bayar ntar gantian..”. Ok sahut ShundHonk Yhang. Baru nyampe beberapa menit langsung ada angkot 19. Mana Akahito Lie nyetop’y ngedadak lagi otomatis kendaraan yang dibelakang jadi ngerem mendadak. Pas mo naek eehhh depan pintu masuk angkot ada kubangan aer. Untung aja kgk masuk. Sesudah masuk pada ketawa-ketiwi lgi kyk di angkot 23.

HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh… parah Jak macet bgt… bisa tutup ne nyampe sono”
Akahito Lie : “ Biarin yang penting Happy…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Happy, pale loe peang orang kaki Gw d’injek ma kakek² sebelah Gw (bisik Gw ke Akahito Lie)”
Akahito Lie : “ Wahahahahahaha….”
ShundHonk Yhang : “ Tutup biar ja tutup mang gw pikirin.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaudah ntar gampang bisa d’atur, klo ngaa nginep ja d’rumah om gw.”
Akahito Lie : “ Setuju bang…!!”
ShundHonk Yhang : “ Hmm.., klo gratiss aja loe semangatt 45.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude diem nikmatin ja loe pade jalanan macet ne..”

Tak lama kemudian kita be3 nyampe cililitan yang macet ngaa jelas. Mana da nak Punk yang ngamen ngaa jelas lgi fughh. Sesampainya kita be3 langsung turun nyari bus yang jurusan Blom M. Yang biasa mangkal d’situ, uda muter² bukan’y langsung masuk malah diem d’depan bus. Kata’y Akahito Lie sech cuci mata dulu. Wahahaha.. dasar para kurcaci edyaan.. dalam hati Gw. Yaa.., kira² 30 menit nunggu Bus kgk jalan² ampe ShundHonk Yhang ngorok d’kursi paling belakang.

Akahito Lie : “ Jak, kerjain ShundHonk Yhang gihh…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Nape..,”
Akahito Lie : “ Tuu.., liat kelakuan’y ampe kyk babi guling tu tidur’y..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Subhanallah…, ne mati apa tidurr..”

Tak lama kemudian Bus pun berjalan. Uda lama kejebak macet ehh, macet lgi tpi untung bukan lewat jalur biasa. Bisa kering d’Bus mna da nak kecil yang brisik banget lgi. Ada yang tidur ngorok kyk ngemut tikus mati. Hadoww… sengsara beud dech pokok’y. Tak lama kemudian kita be3 pada tidur d’Bus. Klo d’abadikan mungkin tidur yang paling unik bangku paling belakang. Hahaha… gmna ngaa unik orang tidur ja kepala d’timpa ma kaki wahhh parah beud dechh pokok’y. Hmm… kira² uda mo nyampe ne. Pikir Gw yang baru terbangun. Fugghhh bener untung ja kgk kelewat bisa jadi gelandangan malam ne. Dengan serempak Gw kagetin Akahito Lie sma ShundHonk Yhang, Woeee… nyampee… ngilerr aj loe pade… dengan spontan si Akahito Lie sma ShundHonk Yhang lompat sambil ngusap² iler’y.

Akahito Lie : “ Nyampe mna jak..??”
ShundHonk Yhang : “ Iye nyampe mane ne..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ntar lgi jga turun..!!”

Ngaa lama kemudian nyampe Halte Bus Kebayoran Lama. Langsung ja kita be3 lompat turun xixixi…, ampe lupa kgk bayarr hahaha…

Akahito Lie : “ Jak, bayar’y tdi berapa..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Whaatt…, Gw kira loe pade yang bayarr..!!”
ShundHonk Yhang : “ Waahh… garatiss neh crita’y wahahahahahahaha….”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude yook…, jalan.”

Yaa kira² jam 11.27 WIB kita mondar-mandir keliling pemukiman kgk ketemu² rumah’y. Hmm.., hampir 1 jam kita keliling jak kgk ketemu jg gumam gw dalam hati. Wahh parah-parah.., napa kgk kepikiran telpon aja minta jemput dalam hati gw sambil senyum² sendiri.

HaNz UkhitaShiwa : “ Woeee… ngapain repot nyari², ampe keliling² mending telpon aja minta jemput."
Akahito Lie : “ Hmm… dri tdi donk mana laperr, lemess, haus lgi.. parah loe jak.”
ShundHonk Yhang : “ Bbbbener, bgt ne gw ude kgk bisa jalan lagi seperti’y dan kayak’y..”
Akahito Lie : “ Iye tu liat muka ShundHonk Yhang ampe kyk gembel hahaha…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ssssttt… diem nape org lgi telpon juag, masih ja sempet becanda da temen yang uda teler kyk gni.”
Tuutt…Tuu…tt…tt…
HaNz UkhitaShiwa : “ Hallo, om ne HaNz.”
Om Samsey : “ Tumben malam² gini telpon da paan, untung ja om blom tidur…!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Hehehe… iya ne om, abis kemaleman + nyasar mo maen k’rumah om.”
Om Samsey : “ Koq iseettt…, trus posisi d’mana skrng.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ne om d’deket’y Halte Kebayoran Lama, teu ne jalan paan.”
Om Samsey : “ Ude diem situ aja loe, om jemput.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok, om..!!”

Setelah perbincangan dengan Om, gw langsung menghela napas panjangg. Akhir’y d’jemputt hahahahahaha… sambil nonjok lengan Akahito Lie.

Akahito Lie : “ Wadaww… parah loe bang…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Becanda jak, yang penting kan ude d’jemput yaa meskipun bukan Om asli hehehe, ne orang pernah gw bantuin dulu waktu bini’y d’copet d’terminal jak. So waktu’y minta bantuan hehehe…”
Akahito Lie : “ Siepp, gw mah ngikutt aja..., ngemeng² ShundHonk Yhang kmana bang..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Walahhh…, mane jak ngilang repot ne anak orang..”

Setelah tengak-tengok, nyari ShundHonk Yhang yang ngilang kgk bilang². Ngaa teu’y lgi makan di warung. Hmm, geblek ne bocah d’cari² malah makan gumam gw sambil noyor kepala’y.

ShundHonk Yhang : “ Soir Jak, gw uda kgk bisa nahan.. hehehe.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Iye.. tpi bilang donk.”
Akahito Lie : “ Wahh.. bener loe temen lgi bingung nyari’in malah makan sendiri.”
ShundHonk Yhang : “ Gmna mo ngajak orang loe be2 pada asik sendiri², yaa ngacir gw dari pada mati kelaparan.”
HaNz UkhitaShiwa : “ OK. Ngaa usah ribut lgi.. yg penting uda kumpull.”

Tak berapa lama dari cekcok ngaa jelas akhir’y jemputan dateng. Mobil Panther ya lumayang ok lah klo cma buat mudik nyampe JaTim. Whahaha… ngarep baget dapet tumpangan mudik, dalam hati gw nyengirr.

Om Samsey : “ Hoe.. ayo masuk, uda malam nanti makan lgi d’rumah om..!!”
Akahito Lie : “ Yeahh… gratisss lgii..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Awas loe aneh² ntar klo d’rumah..”
ShundHonk Yhang : “ wahh… telat om ne perutt uda kgk bisa d’isi lgi..”

Setelah masuk mobil si om dengan lihay mengendarai mobil’y. Sementara kita be3 tidur dengan desiran sepoi² ac mobil degan d’iringi musik iwan fals dari radio. Rasa’y tidur yang sangat nyamann, meskipun tiap hari tidur pke ac tpi yg ne laen banget, pa gara² capek kalii yaa.

Tak lama kemudian suara klakson membangunkan gw dari tidur yang nyaman. Ternyata sudah nyampe rumah, hmm.. akhir’y bisa tidur lagi. Dengan sambutan yang hangat dri cwe yang blom pernah gw liat d’rumah ini. Yaa gw sech nyeletuk ja dengan setengah sadar saat turun dari mobil.

HaNz UkhitaShiwa : “ Siapa tu om yang bukain pagar.”
Om Samsey : “ Owhh… itu ponakan om dari jawa baru dateng jga seminggu yang lalu. Uda ayo
masuk smua ntar pada masuk angin lgi.
Akahito Lie : “ Bole jg bang buat bikin mata melek..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Awas aja loe kalo bikin gara², gw hajar loe..!!”
ShundHonk Yhang : “ Tenang bang, kepala suku tetep yang paling depan koq kita sech blakangan ja kenalan’y hehehehe…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Bukan itu masalah’y jak, gw kgk enak ma om ntar d’sangka macem² lgi.”

Setelah obrolan edyaan yang ngaa da habis’y ehh.. si tante keluar dari kamar. Yang sambil nata rambut yang acak²an ( dikucir maksut’y ). Wahh… repot nee bisa ngaa tidur ne malam gumam gw dalam hati. Gw ngasih kode ke Akahit Lie ( sms maksut’y ), “ Jak gawat bisa ngaa tidur ne kita malam, si tante klo uda ngobrol bisa ngalor ngidul ngetan ngulon. “ Tak lama kemudian si Akahito Lie bales pesen gw, “ Wahh bener ne bang blom apa² aja uda nanya kita², bisa ngaa tidur beneran.” Yaa.. nama’y juag bertamu bgini ne jadi’y hmm, teu sendiri klo si tante orang’y crewet minta ampyuunn..

Kita be3 pun ngaa kuat nahan kantuk plus ocehan si tante cerita waktu kecopetan. Hadoww.. tambah panjang dehh cerita’y. Ngaa.. lama kemudian si Om dateng bawa martabak. Nahh.. klo gini laen crita’y dalam hati gw menggumam. Dari pada ndengerin ocehan si tante gw nikmatin ja ne martabak. Ngaa lama martabak abis lalu si Om bilang “Ayo pada tidur sana besok pagi biar bisa bangun pagi smua.”

Akhir’y si Om ngomong jg fuihh… beban terasa hilang bak tersapu angin besar hehee.

“ OK, Om…” jawab serempak kita be3 sambil melihat mulut si tante yang ngaa da henti’y mengoceh. Xixixii.. dalam hati gw emang enak loe tan kita kan bukan robot yang bisa dengerin ocehan 24 jam nonstop hihihi.

Sewaktu tidur bukan’y bisa tenang eehh malah menyaksikan tidur si ShundHonk Yhang yang ngaa jelas nyari guling ampe si Akahito Lie di jadikan guling. Hmm, parah bgt sech ne anak tidur ja masih sempet nyari² ato lgi ngimpi ne anak? yaa ngaa teu lah yang penting tidurr.

Ke esokan hari’y si Akahito Lie n ShundHonk Yhang masih ngorok tpi masih ja tetep peluk²an jahh… tambah parah klo sekarang. Berhubung paling pagi bangun’y ya gw bangunin smua tu cecurut 2 yg lagi asik pelukan. Wuihh.., kocak baget pas bangun si Akahito Lie ampe teriak busett.. dikate gw cwo paan.. sedangkan si ShundHonk Yhang malah ketawa ngikik. Whahaha… parah banget dech pokok’y, tpi ttp ja happy gara² pagi² uda ngeliat kokocakan mereka be2 pa lgi si Om uda bngun pagi seperti biasa nyiramin tanaman d’depan.

HaNz UkhitaShiwa : “ Jak, pada bangun sono mandi, (sahut gw ke Akahito Lie n ShundHonk Yhang).”
Akahito Lie : “ Sono loe mandi duluan..!! (perintah Akahito Lie ke ShundHonk Yhang yang
Masih ketawa cekikikan gara² tidur semalem yang uda gw abadikan di HP)”
ShundHonk Yhang : “ Ok, gw mandi duluan..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude bareng ja, kan semalem kalian abis ngelakuin yang ngaa jelass hahaha…”
Akahito Lie : “ Eeettt, dahh ogah baget bang ntar apa kata dunia cwo dalam 1 kamar mandi.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahahahaha… biasa’y jg be2 gto koq xixiii..”

Tak lama kemudian giliran si Akahito Lie mandi sesudah ShundHonk Yhang selesai mandi. Jak gw tunggu kalian di teras depan “sahut gw ke Akahito Lie n ShundHonk Yhang” yang masih d’kamar. Beberapa menit kemudian mereka menyusul gw ke teras depan buat nyapa si Om yang lgi asik nyiram tanaman² di halaman depan.

HaNz UkhitaShiwa : “ Wuihh…, pagi² uda nyiramin tanaman Om..”
Om Samsey : “ Harus donk, masak kita pagi uda mandi tanaman blom mandi hehe..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh.. pagi² uda d’ajak becanda lgi, hehehe…”
Akahito Lie : “ %$#@*&^!...(cengar-cengir sendiri ngaa jelas)”
ShundHonk Yhang : “ Wahh.., si Om uda mandi’in tanaman..!! si Om uda mandi blom hehe.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Hmm.., baru bisa mandi pagi ja songgong loe..”
Om Samsey : “ Ya uda donk apa kata tanaman klo blom mandi.”
ShundHonk Yhang : “ Hahahaha…, kira’in Om..”
Akahito Lie : “ Parah beud loe jak mank loe yang suka telat mandi abis tu ngusir org yang lagi duduk tenang loe usir².”

Tak lama kemudian gw langsung ngajak anak² jalan, woee.. jgn manyun aja jak yoo.. lanjut ke misi utama. Waktu tu sech cuaca lumayan cerah, ehh bukan cerah lgi panas beudd.. ampe kering rasa’y jalan kaki kearah block M padahal uda deket.. ya kira² ½ km mngkin ya spa jg yg mo ngukur pke meteran. Hmm.., masak tiap hari d’suruh ngukur² mlulu uda krjaan d’garis ma lingkaran mlulu tiap hari masih ja ngukur jalan xixixii. Tak lama kemudian… eits lpa klo blom pamit sma si Om yang uda baek hati buat d’tumpangin tidur. Kembali ke beranda si Om hehehe…

HaNz UkhitaShiwa : “ Om, kita mo lanjut ke misi dlu Om..”
Om Samsey : “ Lhoo.., koq pada buru² mang mop da kmana…??”
Akahito Lie : “ Anu Om.., ini mo cari barang yang blom ada d’koleksi kita Om..”
ShundHonk Yhang : “ Ahh… taplak bilang ja mo nukerin HP gto ja susahh..”
Akahito Lie : “ Hmm…, jdi fulgar parah deh loe.. (sambil noyor kepala ShundHonk Yhang)"
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude perang mlulu kyk kucing ma anjing.., soir Om ne anak org emang uda biasa kelahi gara² ngaa jelass.. ywdh Om kita mo berangkat.”
Om Samsey : “ Weitss.. pada sarapan dulu, uda d’siapin tu ama ponakan Om.”
Akahito Lie : “ (ini yang gw tunggu dari tdi whahaha…) gumam Akahito Lie dalam hati.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh.., ngaa usah Om malah ngerepotin jadi’y..”
Om Samsey : “ Uda sana pada kedapur org uda d’siapin jg ntar spa yg mo makan.”
ShundHonk Yhang : “ Uda terima ja bang niat baek jgn d’sia²kan (mulai khotbah)”
HaNz UkhitaShiwa : “ Mulai dech khotbah.. jum’at uda lewat jak..”
Om Samsey : “ Ayo.., kita sarapan bareng²..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaudah dech, ayo klo gto sambil noyorin Akahito Lie n ShundHonk Yhang.”

Hmm…, bukan’y sarapan jadi enak malah si Tante gentian yang khotbah… hadoww, ngalahin loe Jak. Bisa gatot ne klo gni teruss. Tiap kali ketemu pasti yang d’omongin itu² mlulu jdi bosen denger’y. Yang pasti inti’y ya waktu kecopetan itu. Dasar ibu tukang gossip, klo ada yang aneh ja pasti langsung d’bahas terus ampe ngaa ada kata bersambung kecuali yang d’omongin lewat depan mata ato ngomel² gara² d’omongin. Jahh koq malah ngelantur ke gossip sit ante hmm.., kasus dahh.

Sarapan selesai bukan’y langsung ngacir ketempat tujuan, ehh si Tante malah ngajak ngobrol dlu padahal gw nengok jam d’HP uda hampir jam 10.00 WIB. Wahh bisa telat ne..

Tante Samsey : “ Kayak’y kamu gelisah banget HaNz..?! ngaa betah yaa tinggal d’sni..?!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Waduhh… bbbbukan bgtu Tan ne kita mo lanjut ke misi soal’y uda siang..”
Tante Samsey : “ Oowhh…, ywdh klo gto hati², klo ngaa biar d’aterin sma Om aja..”
Akahito Lie : “ Wahh… bole tu..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Dasar tukang gratis..”
ShundHonk Yhang : “ Iye tu dasar tukang gratis..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude ayo brangkat ntar pulang k’Radin Inten kemaleman lgi…!!”
“ Wookeyy… kepala suku ( teriak Akahito Lie n ShundHonk Yhang serempak.)”
HaNz UkhitaShiwa : “ Om, Tante kita berangkat dlu, laen waktu klo sempet kita maen² lgi k’sni.”
Om Samsey : “ Ok, hati² d’jalan jgn berantem mlulu..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok, paling mreka tu yang suka berantem..”
Akahito Lie : “ Wahh, parah padahal kepala suku yang ngajarin.. hmm… terlalu…”

Sesudah berpamitan kamipun berangkat melwati gang komplek yang uda ramai dengan aktifitas para warga’y. Wahh.. enak ne kyk’y tinggal d’sni cletuk gw dalam hati.. yaa spa teu ja bisa beli rumah d’sni xxixii… (ngarep dalam hati gw cengar-cengir sendiri). Ehh.. ada yang lupa padahal ponakan si Om kan blom d’bahass.. emm, yahh uda terlanjurr brangkat cletuk gw dalam hati ywdh lahh… ehh ngaa lama kemudian HP gw bunyi klo ternyata ponakan Om jg lgi jalan ke Block M sama temen²’y. Waduhh.. seperti’y dan kyk’y bakalan hebot ne klo anak² teu. Gw sech sok cuek ja pas d’tanya ma Akahito Lie n ShundHonk Yhang. Gw jawab ja sekena’y biar mereka ngaa teu klo si ponakan Om jg lgi hangout di sana. Ntar bisa gw yang tekor gmna ngaa.. org kepala suku xixixi…

Tak lama kemudian kita nyampe. Ehh tdi naek paan hehehe, emm jalan kaki kyk’y yaa ya gto deh pokok’y ngirit ongkos hehe kan jalan’y jg lewat komplek so ngaa panas² amet skalian OlGa. D’setiap gang yang kita lewatin si Akahito Lie ngaa da berenti’y ngocek ngalor ngidul teu paan yang d’ocehin ma si ShundHonk Yhang. Gw sech mikir’y klo sampe mereka teu ja si Ponakan Om yang jg lgi ada d’sana. Jadi apa yaa klo mereka sampe teu. Pasti menggemparkan dunia. Kembali ke lokasi kita yg uda sampe.

Waktu masuk ja si Akahito Lie uda bikin ulah di Lift. Dasar anak katrok mo naek ja pke ritual dlu hahaha. Ritual benerin tali spatu yang blom kenceng kata’y sech biar ngaa ke injek org² yang desak²an d’dlm Lift. Sesampai’y d’pusat elektronik mulai lah perburuan dari kios satu ke satu’y lagi ampe capek’y tu ngalahin maen futsal. Hmm… jak masak muter² terus gw mo duduk ngelurusin kaki, tpi klo mo tetep jalan sech sok atuh.. kaditu. Gw nyerah dahh “cletuk gw ke para dulgombess”.

HaNz UkhitaShiwa : “ Jak, sitirahat dlu lahh.. capek ne punya kaki, d’kate kita robot ap..??”
Akahito Lie : “ Terserah org kita jg capek.. dri tdi kliling mlulu kgk dapet jg..”
ShundHonk Yhang : “ Ok, gw setuju kita sitirahattt..!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok, 15mnt kita kliling lgi ampe gempor jg ngaa apa² asal loe pda mo bopong.”
Akahito Lie : “ Terserah lah..!!”

Hmm.., bukan’y sitirahat malah ngajak becanda smua, kasus mending gw ngeliatin org yang jalan d’lantai bawah spa teu ketemu ma ponakan si Om. Ehh.., ternyata bener gw ngeliat klo dya jalan pas d’bawah lantai ne. Dengan kaget setengah mati gw langsung ngajak para kawanan buat jalan lagi, takut’y mereka ngeliat ntar bisa tambah panjang cerita ne capek gw sebagai penulisnya xixixiiii…

Ngaa lama kemudian kita berpencar si ShundHonk Yhang sech yang ngatur smua tpi si Akahito Lie kgk mao pisah. Hmm.., syukur dech so gw bisa ngajak ngehindar dari target utama yg musti d’hindari hehehe… tak lama kemudian si ShundHonk Yhang menghilang dari kerumunan orang² yang lgi asik jalan². Tak lama kemudian gw sma Si Akahito Lie muterr ja kyk gangsing ketemu jg ma buruan. Setelah tawar menawar akhir’y terjadi cek cok yg agak panjang kali lebar kali tinggi sama dengan alas hehehe…

Penjual : “ Lengkap ngaa ne mass..”
Akahito Lie : “ Cma charger sma Handsfree bang..!!”
Penjual : “ Wahh.. kena potong 100 rb..!!”
Akahito Lie : “ Truzz tinggal brapa harga jual’y bang..??”
Penjual : “ 300 rb mass..!!”
Akahito Lie : “ Waduhhh, parah. Gmna ne jak..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ya.., mo gmna lgi Jak..!!”
Penjual : “ Ntar mas saya cek dlu smua’y… Lho mas koq blank, kena potong lgi ne 100 rb soal’y Fleksible’y kena.”
Akahito Lie : “ Tewas deh gw.., tinggal 200 rb donk bang harga jual’y..!!”
Penjual : “ Ya iya.., jadi ngaa.. gw kgk maksa ne.. pasti klo d’toko laen lebih parah nawar’y.”
Akahito Lie : “ Gmna ne bang..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaa.., klo loe ikhlas yaa ngaa apa² jak asal jgn loe nyampe rumah trus bilang rugi gw..”
Akahito Lie : “ Yaudah lah bang, ambil ja ngaa apa²..!!”

Transaksi slesai tinggal nyari si ShundHonk Yhang yg ngilang nga jelass kmana. Sempet ampe mo d’tinggal gara² gw telp kgk d’angkat² ternyata dya lgi asik ngeliat-liat software² n aplikasi² buat PC. Sesudah’y tug w langsung komando’in buat balik k’Duren Sawit soal’y besok senin musti masuk kerja. Yaa kira² pukul 15.48 WIB klo ngaa salah kita keluar dari Block M. Sampe ngaa kepikiran klo da ponakan si Om Samsey yg jg da d’sana. Kita be3 pun langsung beranjak turun ke lobby buat nyari bus buat balik soal’y uda kesorean takut’y malem ntar baru nyampe Duren Sawit.

Uda lama menunggu akhir’y da jga bus jurusan pulo gadung yg melintas n akhir’y gw mutusin buat naek tu bus. Dalam perjalanan kita be3 ampe kehabisan kata², yaa kecapean mngkin seharian uda becanda ngaa jelas ngalor ngidul ngetan ngulon kyk org gila. Tpi yang paling parah lgi sesampai’y d’pulo gadung bukan’y langsung nyari ganjelan perut malah bikin tantangan. Dasar para prajurit KOPLAK…!!!

Akahito Lie : “ Bang gmna klo dari terminal ne kita jalan kaki ampe duren sawit..!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ OK, spa takutt.. loe brani kgk, ntar malah ptah arang lgi loe pade (Tanya gw ke Akahito Lie n ShundHonk Yhang)”
ShundHonk Yhang : “ Apapun tantangan’y yg penting perut d’isi dlu…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Setuju…!!” ( paling kenceng ampe d’liatin org )
Akahito Lie : “ OK, waktu’y nyari makan dlu…”

Ya kira² kita be3 nyampe terminal jam 18.27 WIB posisi pas adzan maghrib. Skalian ja kita be3 nyari musholla. Setelah selesai makan n sholat maghrib kita langsung melanjutkan tantangan. Dengan nafas ngos²an setelah berjalan keliling² mall ngaa jelas.. akhir sekitar pukul 19.58 WIB. Kita be3 nyape bunker dengan muka kusut ngaa jelas lemes mungkin gempor ampe gw mo balik k’cikarang ja kgk kuat naek motor. Hmm.. sapa jg tdi yg nyuruh ngambil tantangan bejalan pulo gadung ampe duren sawit dasar orang ngaa jelass.. hahaha. Ok cukup segini dulu cerita THREE MAS KENTIRR JALAN² mungkin laen waktu klo bisa jalan² lgi kita ehh.. gw bakalan nulis cerita yang lebih kocak lgi n lebih seru dari perjalanan ne.

SEBENER’Y MASIH PANJANG CERITA’Y CUMA GW UDA CAPEK NGETIK NE JARI RASA’Y KRITINGG… TINGGG… TINGGGG…


Cikarang, 10 Oktober 2010
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Three Mas Kentirr Jalan²

Masukkan email untuk update:

Delivered by FeedBurner

DoDoT_KeCiL_MaSiH_YaNg_DuLu