WeLcOmE CoMrAdE
Save The World Today
____Enjoy Your Live Today *BECAUSE* Yesterday Had Gone And Tomorrow May Never Come____
continue like this article, although the road is full of obstacles and temptations

Ketika Asa Tertikam Luka

| Kamis, 21 Oktober 2010 | 0 komentar |



“Ayo, cepat, cepat, cepat!” seru Pak Anwar, guru olah raga SMAN 1 Cilegon, kepada siswa kelas X.2 yang datang terlambat.
“Risa, kenapa perut kamu dipegangi terus?!”
“Sakit, Pak,” jawab Risa, sambil terus memegangi dan meremas-remas perut sebelah kirinya yang terasa nyeri.
“Sakit bagaimana?!”
“Maag saya kambuh.”
“Ya, sudah. Kamu ke kantin. Makan dulu. Setelah makan, kamu kembali lagi ke lapangan. Hari ini ada tes serven bola volly.”
“Enggak usah deh, Pak. Makan juga percuma, pasti muntah lagi.”
“Bandel, kamu. Ya sudah, kamu di kelas aja. Tapi nanti kamu harus membuat keliping tentang bola volly, sebagai ganti nilai tes kamu.”
“Terima kasih, ya Pak,” jawab Risa, kemudian berlalu meninggalkan lapangan dan menuju ke kelasnya.
Ketika Risa masuk ke dalam kelas, ia melihat Tia duduk seorang diri. kepalanya tersandar lemah di tembok. Hidungnya merah dan matanya sembab. Bulir-bilir air masih tersisa di sudut matanya. Risa langsung menghampiri sahabat karibnya itu, kemudian duduk di samping kirinya.
“Ada apa, Tia? Kamu sakit juga?” tanya Risa, hati-hati.
Tia langsung memeluk tubuh mungil Risa.
“Risa, Nana selingkuh,” adu Tia, sambil menangis.
Risa menghela nafas. Berat. Tangan kanan yang tadi memegangi perutnya yang terasa nyeri, kini langsung meraih pundak Tia dan membelai rambutnya perlahan, penuh kasih.
“Kamu tahu dari mana dia selingkuh?” tanyanya, masih dengan hati-hati.
“Kemarin gue lihat Nana jalan sama Mira. Terus waktu gue tanya, Nana ngaku kalau mereka sudah satu bulan jadian,” jawab Tia, sesenggukan
“Ya, sudah. Kamu lupain aja cowok yang bisanya cuma nyakitin perasaan doang.”
“Tapi... gue masih sayang banget sama Nana.”
“Tia, kamu sadar enggak. Nana sudah sering nyakitin hati kamu,” ucap Risa, sambil menatap mata Tia.
“Memang sih, tapi....”
“Tia, kita hidup bukan untuk disakiti. Buka mata kamu lebar-lebar. Di luar sana banyak cowok yang sayang sama kamu. Ridho, Galih, Sandy. Untuk apa lagi sih kamu mikirin Nana, yang jelas-jelas sudah nyakitin hati kamu. Lupain Nana,” seru Risa, tegas.
“Ngomong gampang, Ris. Tapi ngelakuinnya susah. Lo enggak ngerasain gimana perasaan gue. Elo enggak tahu gimana sakitnya hati gue!”
Emosi Tia memuncak.DEEGGG!Ada hati yang hancur. Ada hati yang tersayat-sayat oleh sembilu. Sakit! Lambungnya pun ikut terasa nyeri.Lebih nyeri dari sebelumnya.Risa menghela napas.
“Oke, terserah kamu,” seru Risa, pasrah. Tapi di dalam hatinya, ia merasakan kesedihan yang sangat mendalam.
Di ufuk timur mentari mengintip dengan malu-malu. Semilir angin menyapa dengan syahdu. Tapi perasaan Ririn tidak seindah minggu pagi ini.
“Risa, sekarang lo bisa ke rumah gue enggak?” tanya Ririn, setelah Risa mengangkat HP-nya.
“Ada apa, Rin?” tanya Risa, khawatir.
“Gue butuh lo sekarang,” jawab Ririn, dengan suara serak -serak basah.
“Ya, sudah. Aku ke sana.
”Meskipun Risa merasa enggak enak badan, karena maagnya kambuh lagi, tapi ia tetap memutuskan untuk pergi ke rumah Ririn.
Risa ingin menemani Ririn yang sepertinya sedang menghadapi masalah yang sangat berat.
“Risa, gue putus sama Fikar,” adu Ririn sambil memeluk tubuh Risa, ketika ia baru saja berada di depan pintu rumahnya. Tangisnya pecah.
“Iya, tapi apa aku enggak disuruh masuk dulu, nih?”Ririn kemudian melepaskan pelukannya dari tubuh Risa, menyeka air matanya dan mempersilahkan Risa masuk.
“Sori. Ya udah, langsung ke kamar gue aja, yuk.
”Risa melangkah masuk, mengikuti langkah Ririn yang sudah tidak sabar ingin mengeluarkan kesedihannya.
Sesampainya mereka di kamar, Ririn langsung mengunci pintu. Ia hempaskan tubuhnya di tumpukan bantal Tazmania kesayangannya.BRUUKKK!Risa tersentak. Ternyata Ririn jatuh di tempat yang salah. Tubuhnya menghantam lantai.
“Aduh...,” Ririn mengaduh kesakitan.
“Ya ampun, Rin. Kalau kamu lagi sedih, kamu enggak usah menyiksa diri seperti itu, dong,” seru Risa, sambil membantu Ririn bangun.
“Siapa yang menyiksa diri,” Tia membela diri.
“Ririn... Ririn... ada-ada aja kamu,” seru Risa, sambil tersenyum.Ririn ikut tersenyum.
“Sebenarnya ada apa sih?” tanya Risa.
“Ternyata Fikar sudah punya tunangan, Ris.
” Senyum yang tadi menghiasi bibir tipisnya pudar seketika. Berganti tangis.
“Ya, sudah. Kamu sabar aja, ya,” seru Risa.
Hanya kalimat itu yang mampu meluncur dari bibirnya, tapi hatinya masih berkata-kata, “Ririn, Tia, sebenarnya aku sudah bosan mendengar masalah percintaan seperti ini. Kalau saja kalian tahu masalah yang sedang aku alami. Masalahku lebih berat dibandingkan masalah kalian, karena ini menyangkut hidupku, harapanku dan harapan orangtuaku. Akankah kalian mengerti, putus dengan cowok bukanlah masalah yang serius. Harusnya kalian bangga kerena sudah putus sama cowok seperti itu, karena itu berarti kalian mempunyai kesempatan untuk mengenal cowok yang lebih baik dari mereka.
”Di sebuah kamar bercat biru, Risa sedang berguling-guling memegangi perutnya. Lambungnya terasa nyeri hingga ke ulu hati. Nafasnya sesak, karena rasa nyeri yang amat hebat di lambungnya itu. Perutnya pun mual. Tenggorokannya pahit. HOEEEKKKK! Darah segar bercampur asam lambung keluar dari mulut Risa. Tubuhnya langsung lemas. Lunglai.
BRUUKKK!Tubuhnya ambruk. Jatuh ke lantai.
Tok... Tok... tok....“Risa, kenapa kamu, Nong?” tanya Ibunya, cemas.
Sudah berkali-kali Ibunya bertanya, tapi tak ada juga jawaban dari Risa. Ibunya semakin cemas. Ia lalu memanggil Pak Mu’in, tetangga sebelah, untuk membantunya mendobrak kamar Risa. BRAKKK... Pintu kamar terbuka dengan paksa. Risa tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Bercak darah berceceran.
“Risa?!” Ibunya memekik kemudian langsung memeluk tubuh Risa.
“Risa anakku, kenapa kamu, Nong.”
“Sebaiknya kita panggil Pak RT aja, biar Risa dibawa ke rumah sakit,” usul Pak Mu’in.
“Ya sudah, cepat kamu panggil Pak RT. Nanti Risa keburu meninggal.
”Pak Mu’in bergegas memanggil Pak RT.
Tak lama kemudian Pak RT datang dengan membawa mobil bak terbuka yang dimlikinya. Risa dinaikkan ke atas mobil itu dan segera dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah. Sudah tiga hari Risa di rawat di RSUD, tapi keadaannya masih lemah. Gastritis atau biasa disebut radang lambung, dan sebutan yang paling populer lagi adalah Maag, yang dideritanya benar-benar sudah kronis. Lambungnya berlubang, karena terkikis oleh asam lambung. Tiba-tiba Ririn sudah berada di ruang inap tempat Risa dirawat. Tia yang sempat bentrok dengan Risa pun ikut menjenguk. Karena walau bagaimanapun, Risa tetaplah sahabatnya.
“Risa, kenapa kamu enggak pernah bilang kalau kamu sakit?” tanya Tia, sambil menangis tersedu-sedu.
“Aku... aku... aku enggak mau menambah beban kalian,” akhirnya tangis yang ia pendam selama ini pecah. Tia dan Ririn segera memeluknya.
“Lo salah kalau berpendapat kayak gitu,” seru Tia.
“Iya, Ris. Lo inget kan, persahabatan itu seperti anggota tubuh. Ketika tangan teriris, maka mulut yang mengaduh, mata yang menangis dan tangan yang satunya yang membantu mengobati. Begitu juga sebaliknya.”
“Iya, aku ingat. Teman-teman, maafkan aku ya.”
“Harusnya kita yang minta maaf, Ris. Kita egois. Kita hanya mentingin diri sendiri. Kita enggak pernah tahu perasaan lo. Dan kita juga enggak pernah mencari tahu. Saat lo ada masalah, kita bukannya mengurangi beban hati lo, justru malah nambahin beban hati lo dengan masalah Nana yang enggak penting.”
“Gue juga. Sori ya, Ris. Gue malah nambah masalah lo dengan masalah Fikar yang enggak penting banget.”
“Enggak apa-apa, kok. Yang terpenting sekarang, kita tetap bersahabat.
”Risa kemudian merasakan nyeri di lambungnya. Nafasnya sesak, karena rasa nyeri yang amat hebat di lambungnya itu. Perutnya pun mual. Tenggorokannya pahit. HOEEEKKKK...! Darah segar bercambur asam lambung keluar dari mulut Risa. Tubuhnya lunglai. Risa tak sadarkan diri. Semua yang berada di tempat itu panik.
“Dokter!”
“Suster. Cepat ke sini!”
Tenaga medis yang mendengar teriakan itu langsung menghampiri. Meminta orang-orang yang mengerubungi Risa keluar sebentar. Kemudian memeriksa keadaan Risa. Lima menit kemudian dokter yang menangani Risa keluar.
“Dokter, bagaimana keadaan Risa?” tanya Ibunya, Tia, dan Ririn bersamaan.
“Maaf, kami sudah berusaha semampu kami. Tapi, Tuhan berkehendak lain.”
“Enggak mungkin. Risa enggak mungkin mati. Dia mau jadi dokter. Dia mau bantu orang-orang miskin kayak saya, biar bisa berobat gratis!” seru Ibunya, sambil berlinangan air mata.



Jakarta, 21 Oktober 2010
HaNz UkhitaShiwa
READ MORE - Ketika Asa Tertikam Luka

Hujan

| | 0 komentar |
Darmo meninggalkan kantor jam tujuh lima belas malam setelah menyelesaikan pekerjaan rekannya yang tidak masuk karena sakit. Udara dingin, angin bertiup agak kencang, membuatnya menyesal tidak membawa baju hangat. Ia membawa payung yang cukup untuk satu orang, duduk di halte bus di sebelah wanita hamil. Ia tidak terburu-buru, lagipula jika ada maksud terburu-buru maka segeralah maksud itu diurungkan karena macet di jalanan belumlah hilang. Antara ia dan wanita itu sama-sama tahu kalau mereka bekerja di gedung yang sama. Wanita itu berharap Mo dapat menemaninya hingga dia mendapatkan taksi. Tapi mereka tidak berkenalan. Mo meninggalkannya sendirian setelah mendapatkan bus yang tidak terlalu penuh penumpang.

Mo duduk di samping jendela, membuka kaca jendela lebar-lebar lalu mengeluarkan kepalanya sedikit untuk melihat hal-hal yang sama tiap harinya: kemacetan, polisi lalu lintas bertubuh gemuk, iklan-iklan besar di papan reklame, iklan-iklan di spanduk, iklan-iklan elektronik dengan slogan berjalan, kafe pinggir jalan, ruang-ruang santai, pedagang kaki lima, mobil-mobil mewah di jalur cepat, gedung-gedung dengan beberapa ruangan yang masih terang, anak-anak jalanan, orang-orang yang duduk dan berdiri menunggu bus. Jalanan ini telah menjadi bagian hidupnya selama delapan tahun. Sering ia bertanya apakah ia akan masih di jalan yang sama tahun depan? Ia masih ingat apa yang dia pikirkan di perjalanan pulang kemarin: pekerjaannya, keluhan teman-teman kantornya, rencana akhir pekan, rencana cuti, alasan mengapa ia terjebak dalam kejenuhan kerja, masa lalunya, dan … hujan turun. Ia menutup jendela. Suara bising jalanan berubah menjadi gemuruh hujan. Ia menikmatinya karena inilah irama yang bisa menemaninya tidur.

Tiba-tiba air jatuh di atas lengannya, masuk dari sela-sela jendela, menciprat semakin deras seiring bis berlari kencang. Ada sesuatu yang mengganjal jendela sehingga tidak menutup penuh. Untungnya ini akhir pekan, jadi tidak mengapa ia terpaksa berbasah-basahan. Penumpang pria di sebelahnya tersenyum menaruh simpati. Tapi simpati tidak merubah keadaan. Mo tidak bisa kembali tidur. Ia menutupi lengannya yang basah dengan tasnya.

Mo turun di gerbang tol II dan akan melanjutkan perjalanan dengan bus yang lain. Anak-anak kecil berebutan menawarkan ojek payung di pintu keluar. Mo mengangkat tangan dan menunjukkan payungnya pada mereka. Di pinggir jalan, seorang lelaki tua berdiri kehujanan. Mo berjalan ke arahnya dan berbagi payung kecilnya. Lelaki tua itu mengucapkan terima kasih. Mo sengaja menggabungkan payungnya dengan payung kecil milik seorang wanita sehingga dapat memayungi tiga orang. Ia menanyakan tujuan lelaki tua itu. Lelaki tua itu menjawab ke Purwakarta. Lelaki tua itu seorang pesuruh di sebuah bank di Jakarta dan terbiasa pulang pergi di hari kerja. Capek bukanlah masalah, lelah sudah jadi bagian hidupnya karena keluargalah yang utama, demikianlah lelaki tua itu berkata padanya. Mo berfikir seharusnya dirinya lebih mensyukuri kehidupannya. Tentunya, gajinya lebih besar dari lelaki tua itu, pekerjaannya lebih baik dan jarak rumah dan kantor tidak sejauh lelaki tua itu. Tidak berapa lama lelaki tua itu mendapatkan bus-nya dan mohon diri sambil mengucapkan terima kasih.

Malam semakin larut, orang-orang yang menunggu bus terus bertambah. Preman-preman yang biasa meminta paksa uang pada kernet bus tidak kelihatan malam itu. Mereka berlindung di rumah masing-masing menikmati pisang goreng buatan sang ibu. Hanya beberapa pedagang yang masih bertahan. Anak-anak kecil menawarkan payung pada penumpang yang turun dari bus. Beberapa orang menyambutnya, yang lain menolaknya karena membawa payung atau terlalu pelit mengeluarkan sedikit uang. Orang-orang datang dan pergi, Mo masih menanti busnya.

MO samar-samar melihat seorang perempuan datang berlari padanya, menutupi kepalanya dengan tas. Rambut dan seluruh tubuhnya basah hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya. Perempuan muda itu mengenalinya. Mo tersenyum padanya, menyapanya dan memberi ruang padanya untuk berteduh. Mereka pulang ke arah yang sama. Di bus yang sama mereka duduk bersebelahan.

Perempuan itu bernama Nur. Tidak ada kerinduan diantara mereka meski telah sekian lama tidak bertemu. Pembicaraan ringan hanya untuk menghabiskan waktu sambil menunggu berpisah. Mo sesekali melirik wajahnya, menunggunya mengatakan sesuatu. Tapi Nur hanya diam sambil memandang ke arah luar. Tidak ada masalah di antara mereka. Ini hanya pertemuan biasa yang bisa terjadi setiap saat.

Uap dingin menutupi jendela, bias-bias lampu berlarian, air menetes dari atap bis dan jatuh di lengan Mo. Ia berpikir bagaimana ia bisa mendapatkan dua bus bocor dalam satu perjalanan. Ia mengeringkan dengan tangan kirinya sehingga membuat lengan kanannya dan lengan kiri Nur bersentuhan, merasakan bulu-bulu halusnya Nur, menggetarkan hatinya. Pandangan mereka bertemu namun hanya sesaat karena mereka kembali tenggelam dalam pikiran lain.

Bus berhenti. Mo yang turun pertama menanti Nur di samping pintu keluar sambil memegang payung dengan tangan kirinya. Tangan kanannya diulurkan untuk menyambut tangan Nur. Tapi Nur tidak melihat tangan Mo. Ia melangkah turun setengah terhuyung dan hampir terjatuh jika tidak memegang bahu Mo. Dan mata mereka bertemu sesaat. Mereka berjalan melewati genangan air, mencari bagian yang lebih tinggi, menghindari kendaraan yang datang dari arah belakang dan lewat di samping kanan mereka. Mo berjalan di belakangnya, memayunginya, tapi ia membiarkan dirinya basah. Nur memuji kebaikan Mo. Mo memuji kecantikan Nur. Masing-masing mengatakannya dalam hati.

Mo mengatakan bahwa kemacetan, rutinitas kerja yang menjemukan, bos yang menyebalkan dan trik-trik menyenangkan hati bos merupakan kesan yang tidak pernah dirasakan oleh manajer perusahaan atau bos-bos besar. Tapi ia mencoba untuk tidak mengeluh.

“Bukankah ini berkah dari Tuhan?” lanjut Mo. Yang ia maksudkan adalah keberkahan menjadi seorang staf biasa.

Nur mencoba untuk sependapat. Namun baginya menjadi seorang bos atau menajer itu jauh lebih baik; punya supir pribadi, tidak kehujanan dan gaji besar.

“Tentu saja aku memilih menjadi bos” jawab Mo sedikit kecewa. Padahal ia hanya ingin mengatakan jika pernyataannya tadi hanya untuk menyenangkan staf biasa seperti dirinya dan perempuan itu.

Angin dan hujan datang dari arah kanan mereka, membuat Nur semakin rapat pada Mo. Mo pindah posisi ke sebelah kanan Nur. Ia membayangkan memeluk Nur dengan sebelah tangannya atau mengeringkan wajah Nur dengan sapu tangannya. Payungnya tidak kuat menahan angin dan hampir-hampir terbalik jika ia tidak menahannya dengan tangannya. Tiba-tiba sebuah mobil sedan yang datang dari belakang mereka mencipratkan air dan tanah, dan mengenai wajah Mo. Nur melompat pendek ke samping kiri. Mereka berhenti melangkah. Nur memerhatikan wajah Mo yang kotor dan memberinya sapu tangan. Mo meraih sapu tangan putih itu, mengucapkan terima kasih namun enggan mengotorinya.

“Staff only” kata Mo.

Mereka tersenyum, mereka tertawa. Sebelumnya, tidak pernah kejadian ini dialami oleh keduanya dengan siapapun. Mereka berjalan mendekatkan diri, memegang payung bersama seiring arah angin dan hujan yang datang tak beraturan.

Tuhan menurunkan hujan untuk maksud-maksud tertentu yang terkadang tidak dimengerti manusia. Dan untuk segala maksud yang dipahami seharusnya menjadikan manusia selalu bersyukur. Pertemuannya dengan Nur membuka kenangan Mo saat ia masih sekolah. Ia pernah jatuh cinta padanya tapi tidak pernah menyatakannya. Waktu itu semua anak lelaki mendambakan Nur untuk menjadi kekasihnya. Mereka datang dengan kelebihan masing-masing: ketampanan, kekayaan, kepintaran atau sekedar pesona menarik perhatian. Mo hanya orang biasa dan tidak diperhatikan. Nur mengingat Mo sebagai anak lelaki yang meminjamkannya payung saat hujan deras di jam pulang sekolah. Tidak lebih, meski Mo menganggapnya sebagai sesuatu yang luar biasa.

Dan sebagaimana pertemuan terjadi, perpisahan datang bukan atas keinginan mereka. Di perempatan jalan Mo mengucapkan selamat tinggal. Nur membalasnya dengan ucapan terima kasih dan senyuman yang akan selalu diingat Mo. Hujan belum reda, jalan-jalan masih dipadati kendaraan, orang-orang berlarian mencari tempat teduh, anak-anak kecil menawarkan payung, para kaki lima menawarkan dagangan di sela-sela kemacetan.

Nur berteduh di depan sebuah toko, mengeluarkan telepon selularnya dan menghubungi suaminya untuk menjemputnya. Mo berjalan di jalanan sepi, orang-orang berteduh di teras toko, beberapa berlarian mendahuluinya. Ia menutup payungnya, wajahnya diarahkan ke langit, merasakan air dingin jatuh ke wajahnya, membayangkan kembali ke masa lalu ketika ia membiarkan dirinya kebasahan demi perempuan itu dan pulang dengan teguran ibunya. Ia tersenyum membayangkan pertemuannya tadi. Ya, perempuan itu teramat cantik untuk seorang lelaki biasa.

Mo mempercepat langkahnya, memegang payung di tangan kiri dan tangan kanannya memeluk tas. Ia bergegas karena di rumahnya seseorang menunggu, seorang perempuan yang lebih ia cintai.




Jakarta, 21 Oktober 2010
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Hujan

Three Mas Kentirr Jalan²

| Rabu, 13 Oktober 2010 | 0 komentar |

Cerita ini berawal dari gw ngumpul bareng lagi ma anak². Waktu tu anak² pada ngajakin jalan, berhubung motor cma da satu ngaa mungkin banget klo boncengan be3 bisa kena PaPol gw. Terpaksa gw ngalah ma suara terbanyak, haduww… naik angkot. Jadi ke inget ma beberapa tahun yang lalu. Hmm… amit² deh pokok’y, yasudahlah tu kan uda beberapa tahun silam.
***

ShundHonk Yhang : “ Bang,ude kita naek angkot aja..!!”
Akahito Lie : “ Bener Bang dari pada ketangkep PaPol..!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaa, okelah tpi gentian bayar angkot’y…?!!”
Akahito Lie : “ Tenang aja…”

Beberapa menit kemudian gw keluar dari kamar, busett… Parah smua kostum’y whahahaha… “ShundHonk Yhang kyk mo kuliah, Akahito Lie kyk mo ngamen d’perempatan, Gw sendiri ngaa jelas whahaha… ”.

ShundHonk Yhang : “ Langsung hajaaaarrr……. Brangkaaaaaatttt…!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh, parah loe pade masak kostum kgk da yang jelass…”
Akahito Lie : “ Yee… orang situ kepala suku’y ja kgk jelas gto.., mo kuliah bukan, mo ngamen jg bukan ancuraduuullll”
ShundHonk Yhang : “ Ude ribut ja ne,jdi brangkat kgk…??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok.. lanjut…!!”
Akahito Lie : “ Siappp…!!”

Tak lama kemudian kita be3 jalan ke depan buat nyetopin angkot 23 yang lewat depan bunker. Ngaa lama kemudian ada lewat.. hmm full, tunggu berikut’y gumam ShundHonk Yhang. Jak stop Jak… “sahut Gw ke Akahito Lie”. Siap Boss… “sahut Akahito Lie”. Waktu naek angkot bukan’y diem nikmatin duduk himpit²an malah becanda ampe orang d’sebelah sinis ngeliat.

HaNz UkhitaShiwa : “ Ssstt… pada becanda aja loe pade…”
Akahito Lie : “ ngasih kode, biar ShundHonk Yhang kgk bengong kyk kesambet xixiii..”
ShundHonk Yhang : “ Ahh, dasar kepala suku edyaaan..”

Ngaa lama kemudian nyampe lah kalimalang, bukan’y bayar sendiri² malah bilang ma ShundHonk Yhang. “Gw & Akahito Lie, Jak loe ja dlu yang bayar ntar gantian..”. Ok sahut ShundHonk Yhang. Baru nyampe beberapa menit langsung ada angkot 19. Mana Akahito Lie nyetop’y ngedadak lagi otomatis kendaraan yang dibelakang jadi ngerem mendadak. Pas mo naek eehhh depan pintu masuk angkot ada kubangan aer. Untung aja kgk masuk. Sesudah masuk pada ketawa-ketiwi lgi kyk di angkot 23.

HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh… parah Jak macet bgt… bisa tutup ne nyampe sono”
Akahito Lie : “ Biarin yang penting Happy…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Happy, pale loe peang orang kaki Gw d’injek ma kakek² sebelah Gw (bisik Gw ke Akahito Lie)”
Akahito Lie : “ Wahahahahahaha….”
ShundHonk Yhang : “ Tutup biar ja tutup mang gw pikirin.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaudah ntar gampang bisa d’atur, klo ngaa nginep ja d’rumah om gw.”
Akahito Lie : “ Setuju bang…!!”
ShundHonk Yhang : “ Hmm.., klo gratiss aja loe semangatt 45.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude diem nikmatin ja loe pade jalanan macet ne..”

Tak lama kemudian kita be3 nyampe cililitan yang macet ngaa jelas. Mana da nak Punk yang ngamen ngaa jelas lgi fughh. Sesampainya kita be3 langsung turun nyari bus yang jurusan Blom M. Yang biasa mangkal d’situ, uda muter² bukan’y langsung masuk malah diem d’depan bus. Kata’y Akahito Lie sech cuci mata dulu. Wahahaha.. dasar para kurcaci edyaan.. dalam hati Gw. Yaa.., kira² 30 menit nunggu Bus kgk jalan² ampe ShundHonk Yhang ngorok d’kursi paling belakang.

Akahito Lie : “ Jak, kerjain ShundHonk Yhang gihh…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Nape..,”
Akahito Lie : “ Tuu.., liat kelakuan’y ampe kyk babi guling tu tidur’y..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Subhanallah…, ne mati apa tidurr..”

Tak lama kemudian Bus pun berjalan. Uda lama kejebak macet ehh, macet lgi tpi untung bukan lewat jalur biasa. Bisa kering d’Bus mna da nak kecil yang brisik banget lgi. Ada yang tidur ngorok kyk ngemut tikus mati. Hadoww… sengsara beud dech pokok’y. Tak lama kemudian kita be3 pada tidur d’Bus. Klo d’abadikan mungkin tidur yang paling unik bangku paling belakang. Hahaha… gmna ngaa unik orang tidur ja kepala d’timpa ma kaki wahhh parah beud dechh pokok’y. Hmm… kira² uda mo nyampe ne. Pikir Gw yang baru terbangun. Fugghhh bener untung ja kgk kelewat bisa jadi gelandangan malam ne. Dengan serempak Gw kagetin Akahito Lie sma ShundHonk Yhang, Woeee… nyampee… ngilerr aj loe pade… dengan spontan si Akahito Lie sma ShundHonk Yhang lompat sambil ngusap² iler’y.

Akahito Lie : “ Nyampe mna jak..??”
ShundHonk Yhang : “ Iye nyampe mane ne..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ntar lgi jga turun..!!”

Ngaa lama kemudian nyampe Halte Bus Kebayoran Lama. Langsung ja kita be3 lompat turun xixixi…, ampe lupa kgk bayarr hahaha…

Akahito Lie : “ Jak, bayar’y tdi berapa..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Whaatt…, Gw kira loe pade yang bayarr..!!”
ShundHonk Yhang : “ Waahh… garatiss neh crita’y wahahahahahahaha….”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude yook…, jalan.”

Yaa kira² jam 11.27 WIB kita mondar-mandir keliling pemukiman kgk ketemu² rumah’y. Hmm.., hampir 1 jam kita keliling jak kgk ketemu jg gumam gw dalam hati. Wahh parah-parah.., napa kgk kepikiran telpon aja minta jemput dalam hati gw sambil senyum² sendiri.

HaNz UkhitaShiwa : “ Woeee… ngapain repot nyari², ampe keliling² mending telpon aja minta jemput."
Akahito Lie : “ Hmm… dri tdi donk mana laperr, lemess, haus lgi.. parah loe jak.”
ShundHonk Yhang : “ Bbbbener, bgt ne gw ude kgk bisa jalan lagi seperti’y dan kayak’y..”
Akahito Lie : “ Iye tu liat muka ShundHonk Yhang ampe kyk gembel hahaha…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ssssttt… diem nape org lgi telpon juag, masih ja sempet becanda da temen yang uda teler kyk gni.”
Tuutt…Tuu…tt…tt…
HaNz UkhitaShiwa : “ Hallo, om ne HaNz.”
Om Samsey : “ Tumben malam² gini telpon da paan, untung ja om blom tidur…!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Hehehe… iya ne om, abis kemaleman + nyasar mo maen k’rumah om.”
Om Samsey : “ Koq iseettt…, trus posisi d’mana skrng.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ne om d’deket’y Halte Kebayoran Lama, teu ne jalan paan.”
Om Samsey : “ Ude diem situ aja loe, om jemput.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok, om..!!”

Setelah perbincangan dengan Om, gw langsung menghela napas panjangg. Akhir’y d’jemputt hahahahahaha… sambil nonjok lengan Akahito Lie.

Akahito Lie : “ Wadaww… parah loe bang…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Becanda jak, yang penting kan ude d’jemput yaa meskipun bukan Om asli hehehe, ne orang pernah gw bantuin dulu waktu bini’y d’copet d’terminal jak. So waktu’y minta bantuan hehehe…”
Akahito Lie : “ Siepp, gw mah ngikutt aja..., ngemeng² ShundHonk Yhang kmana bang..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Walahhh…, mane jak ngilang repot ne anak orang..”

Setelah tengak-tengok, nyari ShundHonk Yhang yang ngilang kgk bilang². Ngaa teu’y lgi makan di warung. Hmm, geblek ne bocah d’cari² malah makan gumam gw sambil noyor kepala’y.

ShundHonk Yhang : “ Soir Jak, gw uda kgk bisa nahan.. hehehe.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Iye.. tpi bilang donk.”
Akahito Lie : “ Wahh.. bener loe temen lgi bingung nyari’in malah makan sendiri.”
ShundHonk Yhang : “ Gmna mo ngajak orang loe be2 pada asik sendiri², yaa ngacir gw dari pada mati kelaparan.”
HaNz UkhitaShiwa : “ OK. Ngaa usah ribut lgi.. yg penting uda kumpull.”

Tak berapa lama dari cekcok ngaa jelas akhir’y jemputan dateng. Mobil Panther ya lumayang ok lah klo cma buat mudik nyampe JaTim. Whahaha… ngarep baget dapet tumpangan mudik, dalam hati gw nyengirr.

Om Samsey : “ Hoe.. ayo masuk, uda malam nanti makan lgi d’rumah om..!!”
Akahito Lie : “ Yeahh… gratisss lgii..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Awas loe aneh² ntar klo d’rumah..”
ShundHonk Yhang : “ wahh… telat om ne perutt uda kgk bisa d’isi lgi..”

Setelah masuk mobil si om dengan lihay mengendarai mobil’y. Sementara kita be3 tidur dengan desiran sepoi² ac mobil degan d’iringi musik iwan fals dari radio. Rasa’y tidur yang sangat nyamann, meskipun tiap hari tidur pke ac tpi yg ne laen banget, pa gara² capek kalii yaa.

Tak lama kemudian suara klakson membangunkan gw dari tidur yang nyaman. Ternyata sudah nyampe rumah, hmm.. akhir’y bisa tidur lagi. Dengan sambutan yang hangat dri cwe yang blom pernah gw liat d’rumah ini. Yaa gw sech nyeletuk ja dengan setengah sadar saat turun dari mobil.

HaNz UkhitaShiwa : “ Siapa tu om yang bukain pagar.”
Om Samsey : “ Owhh… itu ponakan om dari jawa baru dateng jga seminggu yang lalu. Uda ayo
masuk smua ntar pada masuk angin lgi.
Akahito Lie : “ Bole jg bang buat bikin mata melek..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Awas aja loe kalo bikin gara², gw hajar loe..!!”
ShundHonk Yhang : “ Tenang bang, kepala suku tetep yang paling depan koq kita sech blakangan ja kenalan’y hehehehe…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Bukan itu masalah’y jak, gw kgk enak ma om ntar d’sangka macem² lgi.”

Setelah obrolan edyaan yang ngaa da habis’y ehh.. si tante keluar dari kamar. Yang sambil nata rambut yang acak²an ( dikucir maksut’y ). Wahh… repot nee bisa ngaa tidur ne malam gumam gw dalam hati. Gw ngasih kode ke Akahit Lie ( sms maksut’y ), “ Jak gawat bisa ngaa tidur ne kita malam, si tante klo uda ngobrol bisa ngalor ngidul ngetan ngulon. “ Tak lama kemudian si Akahito Lie bales pesen gw, “ Wahh bener ne bang blom apa² aja uda nanya kita², bisa ngaa tidur beneran.” Yaa.. nama’y juag bertamu bgini ne jadi’y hmm, teu sendiri klo si tante orang’y crewet minta ampyuunn..

Kita be3 pun ngaa kuat nahan kantuk plus ocehan si tante cerita waktu kecopetan. Hadoww.. tambah panjang dehh cerita’y. Ngaa.. lama kemudian si Om dateng bawa martabak. Nahh.. klo gini laen crita’y dalam hati gw menggumam. Dari pada ndengerin ocehan si tante gw nikmatin ja ne martabak. Ngaa lama martabak abis lalu si Om bilang “Ayo pada tidur sana besok pagi biar bisa bangun pagi smua.”

Akhir’y si Om ngomong jg fuihh… beban terasa hilang bak tersapu angin besar hehee.

“ OK, Om…” jawab serempak kita be3 sambil melihat mulut si tante yang ngaa da henti’y mengoceh. Xixixii.. dalam hati gw emang enak loe tan kita kan bukan robot yang bisa dengerin ocehan 24 jam nonstop hihihi.

Sewaktu tidur bukan’y bisa tenang eehh malah menyaksikan tidur si ShundHonk Yhang yang ngaa jelas nyari guling ampe si Akahito Lie di jadikan guling. Hmm, parah bgt sech ne anak tidur ja masih sempet nyari² ato lgi ngimpi ne anak? yaa ngaa teu lah yang penting tidurr.

Ke esokan hari’y si Akahito Lie n ShundHonk Yhang masih ngorok tpi masih ja tetep peluk²an jahh… tambah parah klo sekarang. Berhubung paling pagi bangun’y ya gw bangunin smua tu cecurut 2 yg lagi asik pelukan. Wuihh.., kocak baget pas bangun si Akahito Lie ampe teriak busett.. dikate gw cwo paan.. sedangkan si ShundHonk Yhang malah ketawa ngikik. Whahaha… parah banget dech pokok’y, tpi ttp ja happy gara² pagi² uda ngeliat kokocakan mereka be2 pa lgi si Om uda bngun pagi seperti biasa nyiramin tanaman d’depan.

HaNz UkhitaShiwa : “ Jak, pada bangun sono mandi, (sahut gw ke Akahito Lie n ShundHonk Yhang).”
Akahito Lie : “ Sono loe mandi duluan..!! (perintah Akahito Lie ke ShundHonk Yhang yang
Masih ketawa cekikikan gara² tidur semalem yang uda gw abadikan di HP)”
ShundHonk Yhang : “ Ok, gw mandi duluan..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude bareng ja, kan semalem kalian abis ngelakuin yang ngaa jelass hahaha…”
Akahito Lie : “ Eeettt, dahh ogah baget bang ntar apa kata dunia cwo dalam 1 kamar mandi.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahahahaha… biasa’y jg be2 gto koq xixiii..”

Tak lama kemudian giliran si Akahito Lie mandi sesudah ShundHonk Yhang selesai mandi. Jak gw tunggu kalian di teras depan “sahut gw ke Akahito Lie n ShundHonk Yhang” yang masih d’kamar. Beberapa menit kemudian mereka menyusul gw ke teras depan buat nyapa si Om yang lgi asik nyiram tanaman² di halaman depan.

HaNz UkhitaShiwa : “ Wuihh…, pagi² uda nyiramin tanaman Om..”
Om Samsey : “ Harus donk, masak kita pagi uda mandi tanaman blom mandi hehe..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh.. pagi² uda d’ajak becanda lgi, hehehe…”
Akahito Lie : “ %$#@*&^!...(cengar-cengir sendiri ngaa jelas)”
ShundHonk Yhang : “ Wahh.., si Om uda mandi’in tanaman..!! si Om uda mandi blom hehe.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Hmm.., baru bisa mandi pagi ja songgong loe..”
Om Samsey : “ Ya uda donk apa kata tanaman klo blom mandi.”
ShundHonk Yhang : “ Hahahaha…, kira’in Om..”
Akahito Lie : “ Parah beud loe jak mank loe yang suka telat mandi abis tu ngusir org yang lagi duduk tenang loe usir².”

Tak lama kemudian gw langsung ngajak anak² jalan, woee.. jgn manyun aja jak yoo.. lanjut ke misi utama. Waktu tu sech cuaca lumayan cerah, ehh bukan cerah lgi panas beudd.. ampe kering rasa’y jalan kaki kearah block M padahal uda deket.. ya kira² ½ km mngkin ya spa jg yg mo ngukur pke meteran. Hmm.., masak tiap hari d’suruh ngukur² mlulu uda krjaan d’garis ma lingkaran mlulu tiap hari masih ja ngukur jalan xixixii. Tak lama kemudian… eits lpa klo blom pamit sma si Om yang uda baek hati buat d’tumpangin tidur. Kembali ke beranda si Om hehehe…

HaNz UkhitaShiwa : “ Om, kita mo lanjut ke misi dlu Om..”
Om Samsey : “ Lhoo.., koq pada buru² mang mop da kmana…??”
Akahito Lie : “ Anu Om.., ini mo cari barang yang blom ada d’koleksi kita Om..”
ShundHonk Yhang : “ Ahh… taplak bilang ja mo nukerin HP gto ja susahh..”
Akahito Lie : “ Hmm…, jdi fulgar parah deh loe.. (sambil noyor kepala ShundHonk Yhang)"
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude perang mlulu kyk kucing ma anjing.., soir Om ne anak org emang uda biasa kelahi gara² ngaa jelass.. ywdh Om kita mo berangkat.”
Om Samsey : “ Weitss.. pada sarapan dulu, uda d’siapin tu ama ponakan Om.”
Akahito Lie : “ (ini yang gw tunggu dari tdi whahaha…) gumam Akahito Lie dalam hati.”
HaNz UkhitaShiwa : “ Wahh.., ngaa usah Om malah ngerepotin jadi’y..”
Om Samsey : “ Uda sana pada kedapur org uda d’siapin jg ntar spa yg mo makan.”
ShundHonk Yhang : “ Uda terima ja bang niat baek jgn d’sia²kan (mulai khotbah)”
HaNz UkhitaShiwa : “ Mulai dech khotbah.. jum’at uda lewat jak..”
Om Samsey : “ Ayo.., kita sarapan bareng²..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaudah dech, ayo klo gto sambil noyorin Akahito Lie n ShundHonk Yhang.”

Hmm…, bukan’y sarapan jadi enak malah si Tante gentian yang khotbah… hadoww, ngalahin loe Jak. Bisa gatot ne klo gni teruss. Tiap kali ketemu pasti yang d’omongin itu² mlulu jdi bosen denger’y. Yang pasti inti’y ya waktu kecopetan itu. Dasar ibu tukang gossip, klo ada yang aneh ja pasti langsung d’bahas terus ampe ngaa ada kata bersambung kecuali yang d’omongin lewat depan mata ato ngomel² gara² d’omongin. Jahh koq malah ngelantur ke gossip sit ante hmm.., kasus dahh.

Sarapan selesai bukan’y langsung ngacir ketempat tujuan, ehh si Tante malah ngajak ngobrol dlu padahal gw nengok jam d’HP uda hampir jam 10.00 WIB. Wahh bisa telat ne..

Tante Samsey : “ Kayak’y kamu gelisah banget HaNz..?! ngaa betah yaa tinggal d’sni..?!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Waduhh… bbbbukan bgtu Tan ne kita mo lanjut ke misi soal’y uda siang..”
Tante Samsey : “ Oowhh…, ywdh klo gto hati², klo ngaa biar d’aterin sma Om aja..”
Akahito Lie : “ Wahh… bole tu..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Dasar tukang gratis..”
ShundHonk Yhang : “ Iye tu dasar tukang gratis..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ude ayo brangkat ntar pulang k’Radin Inten kemaleman lgi…!!”
“ Wookeyy… kepala suku ( teriak Akahito Lie n ShundHonk Yhang serempak.)”
HaNz UkhitaShiwa : “ Om, Tante kita berangkat dlu, laen waktu klo sempet kita maen² lgi k’sni.”
Om Samsey : “ Ok, hati² d’jalan jgn berantem mlulu..”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok, paling mreka tu yang suka berantem..”
Akahito Lie : “ Wahh, parah padahal kepala suku yang ngajarin.. hmm… terlalu…”

Sesudah berpamitan kamipun berangkat melwati gang komplek yang uda ramai dengan aktifitas para warga’y. Wahh.. enak ne kyk’y tinggal d’sni cletuk gw dalam hati.. yaa spa teu ja bisa beli rumah d’sni xxixii… (ngarep dalam hati gw cengar-cengir sendiri). Ehh.. ada yang lupa padahal ponakan si Om kan blom d’bahass.. emm, yahh uda terlanjurr brangkat cletuk gw dalam hati ywdh lahh… ehh ngaa lama kemudian HP gw bunyi klo ternyata ponakan Om jg lgi jalan ke Block M sama temen²’y. Waduhh.. seperti’y dan kyk’y bakalan hebot ne klo anak² teu. Gw sech sok cuek ja pas d’tanya ma Akahito Lie n ShundHonk Yhang. Gw jawab ja sekena’y biar mereka ngaa teu klo si ponakan Om jg lgi hangout di sana. Ntar bisa gw yang tekor gmna ngaa.. org kepala suku xixixi…

Tak lama kemudian kita nyampe. Ehh tdi naek paan hehehe, emm jalan kaki kyk’y yaa ya gto deh pokok’y ngirit ongkos hehe kan jalan’y jg lewat komplek so ngaa panas² amet skalian OlGa. D’setiap gang yang kita lewatin si Akahito Lie ngaa da berenti’y ngocek ngalor ngidul teu paan yang d’ocehin ma si ShundHonk Yhang. Gw sech mikir’y klo sampe mereka teu ja si Ponakan Om yang jg lgi ada d’sana. Jadi apa yaa klo mereka sampe teu. Pasti menggemparkan dunia. Kembali ke lokasi kita yg uda sampe.

Waktu masuk ja si Akahito Lie uda bikin ulah di Lift. Dasar anak katrok mo naek ja pke ritual dlu hahaha. Ritual benerin tali spatu yang blom kenceng kata’y sech biar ngaa ke injek org² yang desak²an d’dlm Lift. Sesampai’y d’pusat elektronik mulai lah perburuan dari kios satu ke satu’y lagi ampe capek’y tu ngalahin maen futsal. Hmm… jak masak muter² terus gw mo duduk ngelurusin kaki, tpi klo mo tetep jalan sech sok atuh.. kaditu. Gw nyerah dahh “cletuk gw ke para dulgombess”.

HaNz UkhitaShiwa : “ Jak, sitirahat dlu lahh.. capek ne punya kaki, d’kate kita robot ap..??”
Akahito Lie : “ Terserah org kita jg capek.. dri tdi kliling mlulu kgk dapet jg..”
ShundHonk Yhang : “ Ok, gw setuju kita sitirahattt..!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ok, 15mnt kita kliling lgi ampe gempor jg ngaa apa² asal loe pda mo bopong.”
Akahito Lie : “ Terserah lah..!!”

Hmm.., bukan’y sitirahat malah ngajak becanda smua, kasus mending gw ngeliatin org yang jalan d’lantai bawah spa teu ketemu ma ponakan si Om. Ehh.., ternyata bener gw ngeliat klo dya jalan pas d’bawah lantai ne. Dengan kaget setengah mati gw langsung ngajak para kawanan buat jalan lagi, takut’y mereka ngeliat ntar bisa tambah panjang cerita ne capek gw sebagai penulisnya xixixiiii…

Ngaa lama kemudian kita berpencar si ShundHonk Yhang sech yang ngatur smua tpi si Akahito Lie kgk mao pisah. Hmm.., syukur dech so gw bisa ngajak ngehindar dari target utama yg musti d’hindari hehehe… tak lama kemudian si ShundHonk Yhang menghilang dari kerumunan orang² yang lgi asik jalan². Tak lama kemudian gw sma Si Akahito Lie muterr ja kyk gangsing ketemu jg ma buruan. Setelah tawar menawar akhir’y terjadi cek cok yg agak panjang kali lebar kali tinggi sama dengan alas hehehe…

Penjual : “ Lengkap ngaa ne mass..”
Akahito Lie : “ Cma charger sma Handsfree bang..!!”
Penjual : “ Wahh.. kena potong 100 rb..!!”
Akahito Lie : “ Truzz tinggal brapa harga jual’y bang..??”
Penjual : “ 300 rb mass..!!”
Akahito Lie : “ Waduhhh, parah. Gmna ne jak..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Ya.., mo gmna lgi Jak..!!”
Penjual : “ Ntar mas saya cek dlu smua’y… Lho mas koq blank, kena potong lgi ne 100 rb soal’y Fleksible’y kena.”
Akahito Lie : “ Tewas deh gw.., tinggal 200 rb donk bang harga jual’y..!!”
Penjual : “ Ya iya.., jadi ngaa.. gw kgk maksa ne.. pasti klo d’toko laen lebih parah nawar’y.”
Akahito Lie : “ Gmna ne bang..??”
HaNz UkhitaShiwa : “ Yaa.., klo loe ikhlas yaa ngaa apa² jak asal jgn loe nyampe rumah trus bilang rugi gw..”
Akahito Lie : “ Yaudah lah bang, ambil ja ngaa apa²..!!”

Transaksi slesai tinggal nyari si ShundHonk Yhang yg ngilang nga jelass kmana. Sempet ampe mo d’tinggal gara² gw telp kgk d’angkat² ternyata dya lgi asik ngeliat-liat software² n aplikasi² buat PC. Sesudah’y tug w langsung komando’in buat balik k’Duren Sawit soal’y besok senin musti masuk kerja. Yaa kira² pukul 15.48 WIB klo ngaa salah kita keluar dari Block M. Sampe ngaa kepikiran klo da ponakan si Om Samsey yg jg da d’sana. Kita be3 pun langsung beranjak turun ke lobby buat nyari bus buat balik soal’y uda kesorean takut’y malem ntar baru nyampe Duren Sawit.

Uda lama menunggu akhir’y da jga bus jurusan pulo gadung yg melintas n akhir’y gw mutusin buat naek tu bus. Dalam perjalanan kita be3 ampe kehabisan kata², yaa kecapean mngkin seharian uda becanda ngaa jelas ngalor ngidul ngetan ngulon kyk org gila. Tpi yang paling parah lgi sesampai’y d’pulo gadung bukan’y langsung nyari ganjelan perut malah bikin tantangan. Dasar para prajurit KOPLAK…!!!

Akahito Lie : “ Bang gmna klo dari terminal ne kita jalan kaki ampe duren sawit..!!”
HaNz UkhitaShiwa : “ OK, spa takutt.. loe brani kgk, ntar malah ptah arang lgi loe pade (Tanya gw ke Akahito Lie n ShundHonk Yhang)”
ShundHonk Yhang : “ Apapun tantangan’y yg penting perut d’isi dlu…”
HaNz UkhitaShiwa : “ Setuju…!!” ( paling kenceng ampe d’liatin org )
Akahito Lie : “ OK, waktu’y nyari makan dlu…”

Ya kira² kita be3 nyampe terminal jam 18.27 WIB posisi pas adzan maghrib. Skalian ja kita be3 nyari musholla. Setelah selesai makan n sholat maghrib kita langsung melanjutkan tantangan. Dengan nafas ngos²an setelah berjalan keliling² mall ngaa jelas.. akhir sekitar pukul 19.58 WIB. Kita be3 nyape bunker dengan muka kusut ngaa jelas lemes mungkin gempor ampe gw mo balik k’cikarang ja kgk kuat naek motor. Hmm.. sapa jg tdi yg nyuruh ngambil tantangan bejalan pulo gadung ampe duren sawit dasar orang ngaa jelass.. hahaha. Ok cukup segini dulu cerita THREE MAS KENTIRR JALAN² mungkin laen waktu klo bisa jalan² lgi kita ehh.. gw bakalan nulis cerita yang lebih kocak lgi n lebih seru dari perjalanan ne.

SEBENER’Y MASIH PANJANG CERITA’Y CUMA GW UDA CAPEK NGETIK NE JARI RASA’Y KRITINGG… TINGGG… TINGGGG…


Cikarang, 10 Oktober 2010
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Three Mas Kentirr Jalan²

Seekor Anjing Berhati Berlian

| Jumat, 08 Oktober 2010 | 0 komentar |

“Berbuat baik bukan berarti selalu menjadikan semua menjadi lebih baik karena perbuatan yang baik belum tentu di pandang baik di mata khalayak masyarakat di sekitar kita, jadi bersikap sewajarnya lebih dari cukup dari pada membuat iri dan dengki menyelimuti hati kita.”

Aku sempat melihat gerakan sesosok bayangan melintas di samping rumah. Tempias cahaya lampu taman membantu mataku untuk melihat sosok itu melompat pagar rumah tuanku. Namun, hujan yang turun deras membuat malam semakin kelam, hingga aku kehilangan jejak orang yang mencurigakan itu. Kuedarkan pandanganku. Tapi, orang itu terlalu sigap menyelinap.

Aku mencoba menakutinya dengan menggonggong sangat keras. Kuharap orang itu panic, dan kabur dengan sendirinya. Tapi aku kecewa. Beberapa gonggongan panjang yang kulepas tak mendapatkan reaksi apa-apa. Malam tetap terbungkus kesunyian. Dan aku merasa menggigil sendirian. Jejak bedebah itu tak kulihat lagi. Aku pun bergidik. Bayangan kengerian mengepungku, orang itu menjeratku dengan kawat baja dan mengantarkan tubuhku ke penjual tongseng, seperti ratusan bahkan ribuan kawan-kawanku.

Kantuk yang menggelayut di mataku kuempaskan. Tatapan mataku terus kebelalakkan. Begitu orang itu tampak, akan langsung kuterkam. Gigi dan taringku rasanya sudah tidak sabar mengoyak urat nadi di lehernya. Awas !! Waspadalah hey bedebah !!

Aku menggonggong lagi. Sangat keras. Kukatakan, aku sangat tidak senang kepada tamu yang tidak sopan, yang datang malam-malam dan menambah pekerjaanku. Semestinya aku sudah tidur, bermimpi bisa bertemu dengan Molly, anjing tetangga yang lama kutaksir itu. Aku sangat ingin bercinta dengannya, dalam mimpiku mala mini. Tapi cita-cita itu telah digugurkan oleh orang yang tidak tahu diri itu. Dasar tidak manusiawi !!

Mendadak kudengar sebuah benda jatuh di depanku. Kuamati. Ternyata segumpal daging sapi segar. Aku sangat hafal baunya. Tuanku setiap pagi dan sore memberiku daging seperti itu. Si pelempar itu mungkin menduga aku langsung menyantap daging itu. Aku tersenyum masam. Daging itu hanya ku lihat lalu kutinggalkan. Aku bukan anjing bodoh yang tidak bisa membedakan mana daging segar dan mana daging penuh racun. Orang itu terlalu meremehkan. Dia mengira aku bisa diakali hanya dengan segumpal daging. Bukannya sombong. Pengalamanku menjadi anjing belasan tahun membuat aku sangat terlatih untuk membedakan mana pemberian yang tulus dan mana pemberian yang basa-basi, penuh pamrih bahkan ancaman. Melihat caranya memberikan daging saja aku sudah sangat tersinggung. Betapa orang itu tak punya sopan santun. Aku memang sangat mengharapkan pemberian orang, tapi aku bukan pengemis. Meskipun anjing, aku tetap punya harga diri. Martabat anjing harus kujunjung tinggi.

Mungkin orang itu kecewa, melihat aku acuh tak acuh. Tapi dia tidak menyerah. Ini usaha yang sangat ku hargai. Ia melemparkan lagi segumpal daging. Kali ini lebih besar. Namun, aku hanya menatapnya sebentar, lalu berlalu. Aku memang sengaja mengaduk-aduk perasaannya, biar dia kecewa dan mengurungkan niat buruknya untuk mencuri. Sengaja kupakai cara yang lebih manusiawi agar tidak jatuh korban. Aku tak ingin lagi melihat ada maling babak belur bahkan mati dihajar masa gara-gar tertangkap. Aku sangat sedih dengan nasib manusia yang celaka itu, meskipun hal itu membuat aku bersyukur : “ternyata menjadi anjing seperti aku jauh lebih beruntung daripada menjadi orang miskin. Sungguh, aku mensyukuri rahmat ini.”

Lama tak ada reaksi. Aku menduga orang itu kecewa, lalu pergi begitu saja. Diam-diam aku pun bersyukur, malam ini ada orang telah mengurungkan niat jahatnya. Bagiku ini sebuah prestasi. Meskipun aku ini hanya anjing, binatang yang sering dicerca dan dinistakan, aku toh masih punya niat baik.

Namun, kebanggaan yang diam-diam menggumpal dalam rongga dadaku itu, akhirnya pudar. Ketika aku mengitari rumah tuanku, aku melihat orang itu duduk di pojok halaman di bawah pohon rambutan. Aku mundur beberapa langkah, siap-siap melawan jika orang itu menyerangku. Kepada sesame anjing, aku bisa menduga niatnya. Tapi kepada manusia ? Ahh, hati manusia tak bisa dijajaki. Penuh misteri. Mereka bisa saja menyimpan rapi kekejaman di balik senyum ramahnya. Aku harus waspada. Awas !!

Orang itu tetap saja diam. Aku mencoba mendekat. Ia tetap diam. Kuberikan gonggongan lirih, seperti berbisik. Tapi dia memeberikan isyarat agar aku diam. Aku pun menurut. Kudekati dia. Ku amati orang itu. Dari tempias cahaya lampu, tampak wajahnya lebih tua dari usianya, penuh denga kerut-merut. Melihat urat-uratnya, ini pasti orang susah !! Urat orang susah sangat tidak teratur dan membentuk garis yang serba melengkung. Aku tahu itu, karena dulu, aku cukup lama bergaul degan para gelandangan yang mendiami gubuk-gubuk di pinggir sungai, sebelum aku dipungut sebagai anjing piaraan tuanku.

Ya, Tuhan dia menangis. Baru kali ini kulihat ada calon maling begitu cengeng. Tapi sebentar…, tangisnya sangat dalam. Ya sangat dalam. Dan tanpa sadar aku jadi terharu (baru kali ini ada anjing terharu). Tapi, aku selalu waspada. Siapa tahu itu tangis buaya. Bisa saja diam-diam ia menyimpan pisau, dan siap dihujamkan di perutku. Maka, kuambil jarak beberapa meter. Kulihat apa reaksi selanjutnya. Orang itu tetap asyik dengan tangisnya. Ia menyebut empat anaknya yang tidak bisa bayar sekolah dan hendak dikeluarkan gurunya. Ia menyebut gadisnya yang kini harus dirawat di rumah sakit karena diperkosa oleh tetangganya. Ia menyebut nama istrinya yang hamil lagi (untuk yang terakhir ini aku terpaksa tidak bisa terharu).

Semula kupikir dia sengaja menjual iba kepadaku. Bukankah kebanyakan manusia itu tukang main drama yang ujung-ujungnya hanya menelikung pihak lain ? Tapi, sebagai anjing yang terbiasa membedakan mana yang tulus dan mana yang basa-basi, aku berani menyimpulkan bahwa kesedihan orang ini cukup meyakinkan. Entah kenapa, naluriku memaksaku berpikiran begitu.

Aku pun mulai menimbang-nimbang untuk memberikan kebebasan orang ini bisa masuk rumah tuanku, mengambil sedikit barang-barang agar tangis anak istrinya berhenti. Kukibaskan ekorku, mengenai kakinya. Dia memandangku. Kulihat sumur penderitaan yang begitu dalam dan gelap. Tanganya mengelur-elus kepalaku. Kubalas sentuhan itu dengan kibasan ekorku yang menyentuh kakinya. Rupanya ia tanggap. Ia pelan-pelan bangkit, menyiapkan berbagai peralatan, ada besi pengungkit, drei, pukul besi, alat pemotong besi, alat pemotong kaca, linggis kecil dan masih banyak yang lainya. Ternyata perlengkapan maling jauh lebih lengkap dan canggih daripada bengkel. Aku terharu sekaligus bangga dengan usahanya untuk menjadi maling beneran. Maling pun tetap harus serius, agar tidak konyol dicincang masa.

Pelan-pelan ia menyelinap pepohonan. Hujan trun makin deras. Aku terpejam dan tidak ingin membayangkan apa yang dilakukan orang itu di rumah tuanku. Diam-diam aku merasa berdosa atas pengkhianatanku, namun aku juga berdo’a semoga orang itu selamat. Yang kubayangkan hanyalah tangis anak istrinya di rumahnya.

Tidak lebih dari lima menit, orang itu telah keluar membawa bungkusan. Aku hanya berdo’a semoga saja dia bukan maling yang rakus dan hanya mencuri arloji, handphone, atau benda-benda lainya. Dengan langkah yang gagah, ia menjumpaiku. Tangannya mengelus-elus kepalaku. Segaris senyuman kini terpahat di bibirnya. Aku menunduk. Perasaanku campur aduk. Tiba-tiba kesedihanku pun jebol. Aku menangis dengan suara ringkikan kecil. Orang itu merasa serba salah. Ia merengkuh tubuhku dan hendak memangku aku. Tapi aku menolak dengan halus. Ia mencoba memberiku segumpal daging itu murni, bukan seperti yang dilemparkannya sebelumnya. Tapi aku merasa kehilangan selera makan.

Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari dalam rumah tuanku. Istri tuanku menjerit-jerit histeris, sambil menyebut kalung berliannya yang hilang. Suaminya berteriak-teriak sambil berlari keluar, diiringi letusan senapan yang membabi buta. Kata “MALING…” diteriakkan berulang-ulang. Aku memukul kaki orang itu dengan ekorku, dan berharap ia segera berlari. Ia tampak panik, dan canggung. Mungkin ia merasa berat berpisah denganku. Tapi aku terus memaksanya untuk segera lari. Aku sangat panik. Kulihat tuanku berlari makin mendekati tempat pertemuan kami. Senapannya terus menyalak. Aneh, maling itu tetap diam. Aku memaksanya lari. Tapi ia hanya berlindung dibalik pohon rambutan. Sial, muncul kilat. Tempat kami mendadak terang dalam sekejap. Kontan tuanku langsung melepas timah panas. Orang itu tumbang, dan tersungkur ke tanah. Muncrat darah merah dari dadanya. Aku menggonggong sangat keras. Aku marah kepada tuanku yang sangat kejam. Tapi tuanku justru mengelus-elus kepalaku. Dia merasa bangga punya anjing piaraan yang telah menyelamatkan hartanya dari jarahan maling itu. Aku menggonggong makin keras. Makin keras, hingga orang-orang pun keluar rumah. Mereka mengelu-elukan aku. Hampir taka da yang peduli dengan mayat maling malang itu yang membujur kaku… Mata maling itu tetap saja melotot, seperti menatapku. Terus menatapku. Aku masih mendengar tangisannya, tangis anak dan istrinya. Tangis itu sangat panjang dan dalam, penuh kesunyian.

“BINATANG PUN PUNYA PERASAAN TERHADAP MANUSIA TAPI, MENGAPA KITA SERING MENJUPAI MANUSIA SELALU BERBUAT KASAR TERHADAP BINATANG, MUNGKINKAH SIFAT BINATANG SUDAH BERPINDAH KE SIFAT MANUSIA JAMAN SEKARANG !!.”



Cikarang, 8 Oktober 2010
HaNz UkhitaShiwa
READ MORE - Seekor Anjing Berhati Berlian

Masukkan email untuk update:

Delivered by FeedBurner

DoDoT_KeCiL_MaSiH_YaNg_DuLu