WeLcOmE CoMrAdE
Save The World Today
____Enjoy Your Live Today *BECAUSE* Yesterday Had Gone And Tomorrow May Never Come____
continue like this article, although the road is full of obstacles and temptations

Sepasang Kemewahan

| Senin, 23 Mei 2011 | 0 komentar |
Suatu hari di bulan Mei, seseoramg mengirimi ku sepasang sepatu, tepat saat aku sedang membutuhkannya. Kukatakan demikian karena sepatu milikku yang beberapa minggu sebelumnya ku beli dari sebuah butik mahal, bagian uppernya sudah mulai retak-retak, pokoknya mengenaskan.

Kerut-kerut putih yang timbul pada permukaan kulit berwarna hitam pekat, menjadikan kaki ku tak nyaman memakainya. Semua mata seolah menyipit atau melotot penuh ejekan saat menatap ke kakiku yang melangkah kemana saja, hingga rasanya tubuhku memberat dan ingin sesegera mungkin amblas ke dalam bumi. Pernah aku mengadukan perihal ini kepada pelayan butik, tentang betapa jeleknya kualitas sepatu yang harganya hampir setengah juta ini.

Akan tetapi aku kembali menelan kekecewaan. Pelayan itu hanya mengangguk-angguk kecil tanpa mengerti harus melakukan apa. " Menyesal kami tidak bisa memuaskan Bapak sebagai pelanggan, tetapi kasus ini memang tidak diatur dalam perjanjian pembelian. Bila Bapak bersedia, bisa membeli lagi sepasang yang baru, " katanya.

Kalimat yang disampaikan dengan lembut itu tetap saja serasa menggempur dada ini. Jika saja ia bukan pelayan dengan wajah manis sekali, ingin aku mengajarnya seketika. Tapi itulah kelemahanku, selalu saja tak berdaya berhadapan dengan wajah manis, inosen dan sedikit manja. Perempuan berparas ayu selalu saja membuatku bertingkah laku konyol dan sedikit memalukan. Yang bisa ku lakukan hanyalah memarahi diri sendiri, menyesali kelemahanku ini.

Dengan perasaan dongkol kubawa pulang kembali sepatu sialan itu, dan segera kulemparkan ke sembarang pojok kamar tanpa pernah mengusiknya lagi. Jadilah, ke mana pun pergi aku hanya menggunakan sendal kulit yang sudah lama ku campakkan. Sebenarnya bisa saja aku membeli sepatu dengan sembarang merk, tetapi ya itulah, aku tak ingin musibah seperti ini bisa menimpaku lagi. Sepatu berharga mahal saja bisa membuatku kecewa, apalagi sepatu " Ebrekan ". Sampai beberapa minggu kemudian, tabunganku masih saja belum cukup untuk membeli sepasang sepatu baru seperti apa yang aku harapkan. Di sisi lain aku hanya berharap mudah-mudahan sendal usang ini mampu bertahan beberapa waktu lagi, karena seperti kabar burung yang ku dengar, semua tukang sol sepatu pada bulan seperti ini pulang kampung untuk panen. Memang tak satu pun tukang sepatu lewat seiring dengan kabar tersebut. Pernah terbesit dalam pikiranku bahwa sebenarnya mereka adalah kabar tersebut. Pernah tersirat dalam pikiranku bahwa sebenarnya mereka adalah orang-orang licik yang sengaja menyembunyikan kekayaan yang mereka miliki di desa. Tetapi karena hal itu bukan merupakan kesalahan, aku pun hanya bisa terdiam.

Kubaca sekali lagi secarik kertas yang bertuliskan ucapan " Selamat Ulang Tahun " yang ku ambil dari sebuah kardus tempat sepatu. " Mudah-mudahan Mei tahun ini memberimu kebahagiaan. " Mula-mula aku memang sempat bertanya-tanya kepada diri sendiri, siapa gerangan yang sudah berbaik hati mengirimi aku sepasang sepatu dengan kualitas kulit nomor satu ??! Apa maksudnya ??! Apa ia salah seorang yang selama ini memperhatikanku, kemana pun aku pergi hanya dengan mengenakan sendal, dan kemudian menjadi iba hati, lalu repot-repot mengirimkan sepasang sepatu ini ??! Atau ia seorang pemilik pabrik sepatu yang sedang cuci gudang lalu membagikan sisa barang gudangnya ??! Tetapi mengapa hanya aku.., bukankah di kampung ini banyak juga yang mengenakan sandal, atau bahkan tak bersepatu dan tak beralas kaki sama sekali ??! Apapun alasan si pengirim, rasa-rasanya aku patut bersyukur kepadanya karena seperti yang kukatakan, ia mengirimkannya pada saat yang tepat.

Tatkala perasaan di dadaku ini sudah sampai pada puncaknya, aku kenakan sepatu itu dan mematut diri di depan kaca, sambil sesekali ku usir debu pada permukaannya agar agar sepatu itu tampak mengkilap. Setelah kurasakan cukup mengkilap, ku masukkan kembali sepatu itu ke dalam kardus dan ku simpan di tempat yang cukup aman. Artinya terlindung dari pandangan anak-anak satu kost. Maklum, jika melihat benda baru, mereka selalu berebut memakainya lebih dahulu tanpa mempertimbangkan perasaan pemiliknya.

***

Sementara itu sudah hampir sebulan aku mengenakan sepatu kiriman entah dari siapa, sampai saat ini pun aku tetap tak tahu. Tak ada satu pun petunjuk mengatakan kepadaku tentang diri si pengirim misterius itu. Ia berlalu begitu saja, seolah benar-benar ikhlas dengan pemberiannya itu. Tanpa pamrih, begitu orang biasa menyebutnya. Di kantor atau di mana pun aku berada, sepatu itu telah membuatku makin percaya diri. Dengan gesperputih mengkilap dan potongan dinamis, sepatu itu sangat cocok dipadukan dengan pantalon warna apa saja. Dengan kata lain sepatu itu sepertinya cocok dipadukan dengan pantalon warna apa saja. Dengan kata lain sepasang sepatu ini telah menjebatani duniaku dan dunia di luar diriku, dan ia pun merupakan kata kunci bagiku untuk pintu yang dibaliknya, tersaji gelanggang yang sarat dengan tipu daya dan kepalsuan.

Pada tahap ini aku seolah sadar telah terseret dengan keadaan yang aku sendiri hendak menolaknya, seandainya aku mampu. Sayang, aku tak punya kesempatan membangun keberanian pada saat pengirim sepatu itu datang suatu ketika. Kala itu aku tengah menghabiskan waktu setelah seharian penuh bekerja sebagai sub-kontraktor pada perseroan yang bergerak di bidang perkapalan. Perawakannya tidak seberapa besar, dengan kumis lebat melintang ia hampir mirip dengan anggota TRIAD, seperti dalam film-film laga.

Setelah berbasa-basi sejenak, ia pun menguraikan maksud kedatangannya agar aku bersedia membantunya setelah menerima pemberiannya berupap sepasang sepatu.

" Saya memang berharap banyak dari anda. Saya harap anda bersedia menjadi calon kami, karena dengan demikian timbal balik di antara kita sudah sah, " katanya seraya menikmati kue brownies yang kuhidangkan.

Seharusnya aku merasa kesal terhadap laki-laki yang mengaku sebagai direktur eksekutif sekaligus sebagai bendahara salah satu kontestan pemilihan umum. Dugaan tanpa pamrih buyar seketika. Melihat kegigihannya mendekatiku, ada rasa iba. Pada saat itu timbul niatku untuk membungkus dan mengembalikan pemberiannya. tetapi demi mengingat sepatu itu sudah kupakai, aku membatalkan niat itu.

" Baiklah. Meski Bapak menghargai saya hanya dengan sepasang sepatu, saya akan mencoba bersikap profesional. Tawaran itu saya terima meskipun saya tak ingin tahu apa alasan yang tepat atas pilihan itu, " kataku tegas.

Ia pun menepuk pundakku dengan mantap dan berlalu meninggalkan aku yang masih merasa heran dengan keberanianku mengambil keputusan. Kadang memang muncul anggapan aneh tentang diri sendiri, tetapi ketika seseorang memahami jika setiap saat terjadi proses, maka keanehan itu akan hilang dengan sendirinya. Pada akhirnya aku pun bisa menguasai diri, dalam arti harus siap bermain dengan peran apa pun. Inilah yang kukatakan sebagai gelanggang yang sarat dengan tipu daya dan kepalsuan.

***

Perjalanan itu tak terlalu menyenangkan. Bertolak dari markas anak cabang, mobil yang berisi lima orang termasuk aku, berjalan terseok-seok di antara kerumunan massa yang menyemut sejak pagi. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya mereka cari, toh ketika semua usai, yell-yell yang memenuhi udara tak akan ada artinya lagi. Tidaklah berlebihan jika kukatakan bahwa persoalan yang sulit dihadapi adalah ketika menaklukkan mimpi-mimpi.

Kami menuju sebuah hotel berbintang di jantung kota, melewati arak-arakan yang tak ada putusnya, melingkar-lingkar memenuhi badan jalan, sementara yang lain lebih senang mengalah. " Tapi itulah rakyat. Biarkan mereka berpesta, " kata Ketua Cabang berapi-api.

Aku mengerutkan dahi. Kata-kata pesta yang baru saja ia ucapkan seakan menyadarkan aku akan keberadaan orang-orang di sebelah real estate tempat aku tinggal selama ini. Pesta bagi mereka merupakan saat-saat menggantungkan mimpi dan harapan entah kepada siapa, karena selama ini para pemimpin hanya pandai beretorika tanpa mau tahu kapan mereka mewujudkan mimpi-mimpi kaum papa.

Ach.., sudahlah !! Aku terlalu lelah memikirkan persoalan yang bukan persoalanku. Apakah itu sekedar pelarian rasa kesal, aku sendiri tak tahu. Persoalan orang-orang kampung di sebelah real estate adalah persoalan nasib yang tidak dengan serta-merta dapat diubah hanya dengan atribut dan yell-yell murahan. Aku hanya tersenyum sendiri kala ingatanku melompat kepada Wak Mo, penjual air di kampungku. Hampir setiap kali ada kampanye, ia selalu berhasil mengumpulkan berbagai bendera dengan berbagai ukuran di samping itu setumpuk kaos dengan gambar-gambar berbeda. Ketika dengan menjawab, " Ach.., ngaa ada maksud lain kok, Nak. Saya hanya ingin menambah kekayaan yang saya dapat setiap lima tahun sekali. "

Dikala itu aku menatapnya dengan heran, jawabanya yang tanpa nada getir sedikitpun ternyata merupakan ekspresi dari akumulasi kekecewaan dalam diri orang-orang macam Wak Mo. " Itulah yang disebut kebesaran hati wong cilik, " kata Bendahara Partai ketika secara bergurau aku menyampaikan hal itu kepadanya. Aku hanya bisa menghela napas, menahan di terhadap kata-kata politisi kampung tersebut. Moil terus bergerak menuju lokasi, dan kurang dari setengah jam, sampailah ditempat tujuan kami.

Panggung itu tidak seberapa lebar, hanya tiga kali tiga meter. Disebelah kiri dan kana bagian depan panggung dipasang bendera dalam ukuran besar sehingga terkesan menenggelamkan panggung itu sendiri. Kurang lebih dua meter dari panggung, undangan sudah mengisi kursi-kursi yang disusun berderet-deret. Keanyakan dari hadirin adalah anak-anak, remaja, serta ibu-ibu yang sebagian besar tampak kerepotan mengendong bayi-bayinya. Sesekali tangis bayi-bayi itu makin keras yang membuat bising berbaur dengan hingar-bingarnya musik yang dipasang keras-keras. Kepalaku memberat, sementara mataku berkunang-kunang menyaksikab massa yang makin berjubel disekitar lokasi.

" Mengapa.., kurang sehat ?! Kuatkan, Anda tampil sebagai pembuka, " Bendahara Partai kembali berbisik kepadaku. Aku hanya mengangguk kecil, rasa sakit kepala makin menjadi-jadi. Dengan berat hati aku pun melangkah ke atas panggung. Merdeka..!! Merdeka..!! Merdeka..!! pekikku setengah hati. Aku tak peduli lagi bagaimana sambutan massa, yang penting aku hanya ingin membayar hutangku atas sepasang sepatu dengan berorasi di lokasi ini.

" Hallo ibu-ibu, Saudara-saudaraku sekalian, dimana para suami ?? Mengapa mereka tak ikut hadir bersama kalian di sini ?? " teriakku lantang meski aku sendiri tak tahu ke mana arah pertanyaan itu. " Mereka kerja di sawah, Pak. Kalau ikut kesini kami semua tidak bisa makan !!?"

Jawaban serempak itu membuat kunang-kunang di mataku makin penuh dan kepalaku serasa mau copot. Demi anak istri, para lelaki harus kesawah ladang untuk sekedar sesuap nasi, sementara demi sepasang sepatu, aku harus berdiri di sini dengan berkunang-kunang serta kepala yang makin memberat dan terus memberat, menjual omong kosong yang tak karuan ujung pangkalnya. Kupegang kepalaku dengan kedua tangan dengan tidak lagi menghiraukan bendahara partai yang melotot ke arahku. Aku merasa tidak sanggup lagi bicara ngalor-ngidul-ngetan-ngulon tanpa tujuan, karena tiba-tiba para lelaki di desa ini telah menyadarkan aku bahwa mereka lebih tinggi dibangingkan dengan aku. Kutinggalkan tempat itu dengan menyisakan keheranan dalam diri setiap orang, terutama Bendahara Partai.

Sesampainya di rumah, kukeluarkan semua tabunganku, kuhitung apakah cukup untuk sepasang sepatu mahal seperti pemberian yang kuterima kemarin. Kini hampir setiap sore usai melaksanakan tugas dari kantor, aku selalu menyempatkan diri pergi ke toko sepatu atau ke mall-mall sekedar mencari sepatu yang persis sama seperti yang pernah di kirim Bendahara Partai. Sayang sampai detik ini belum sekalipun aku menemukan sepatu seperti apa yang ku harapkan.

" Saya kira itu model special editon, edisi spesial pak, " sahut salah seorang pelayan di toko sepatu yang sempat aku kunjungi. Aku benar-benar putus asa.

Aku merasa sepatu itu benar-benar telah mengekakngku si suatu tempat tanpa pernah memberiku ruang gerak sedikitpun. Ia telah memenjarakanku dengan tampilannya yang trende tanpa pernah menghiraukan perasaan yang tertekan setiap kali menyaksikan ia tergeletak di sembarang tempat.

Kini aku tetap rajin mengunjungi setiap toko sepatu yang ada di kotaku, barangkali bisa menemukan sepasang sepatu yang kuinginkan, demi menebus kebebasanku kembali. ***


" Sesuatu yang elok itu memang bisa membuat mata kita selalu menjadi berseri-seri setiap kali melihat sesuatu yang mewah, akan tetapi kemewahan itu hanyalah bersifat sementara. Meskipun itu bisa menjadikan kita semakin tinggi hati tapi kemewahan akan membuat kita seperti budak "



READ MORE - Sepasang Kemewahan

Pohon Batas Kampung Ku..

| Sabtu, 21 Mei 2011 | 0 komentar |
Kisah ini adalah sebuah kenangan yang menuntunku untuk melihat pohon randu. Letaknya menjorok sekitar tujuh meter disebelah kiri jalan masuk kampung. Dahan-dahannya seperti masa lalu yang merentangkan tangan. Aku tergoda untuk membelokkan langkah ke sana. Bersijingkat menyibak rerimbunan ilalang setinggi pinggang.

Ohooii.., Pohon randu inilah dia si anak hilang. Lama sudah dia tak pulang, sambut dan peluklah dia dengan penuh kenagan.

Kutelisik sisi batang pohon randu itu. Sekian tahun silam, menggunakan sebilah belati milik kakek yang kupinjam tanpa seizin beliau, aku dan beberapa teman bergiliran memahat nama kami disana. Tak ada lagi ukiran nama kami. Aku hanya bisa tersenyum kecut menyadari kebodohanku barusan. Bukankah pohon randu ini terus tumbuh seiring dengan bergulirnya waktu..?? Akupun duduk didekat pohon randu beralaskan tanah yang lembab. Menyandarkan tubuh kekar ini dibatang pohon randu. Kuhela napas panjang dan haru. Aroma humus dan ilalang mengepung dari segenap penjuru arah mata angin.

Dari pohon yang jadi tapal batas kampung ini dengan kampung seberang, kusaksikan pagi menyinari bumi lagi. Diufuk timur perlahan-lahan mulai benderang. Aku teringat selembar kartu pos bergambar sunrise yang mengintip dari balik punggung gedung-gedung pencakar langit. Seorang teman mengirimkannya dari negeri yang jauh. Dari kabar angin dia sekarang menjadi seorang relasi kapal pesiar. Entah di belahan dunia sebelah mana saat ini dia berada. Masih ingatkah dia dengan pohon randu ini..?? Masih ingatkah dia dengan Pak Azhari, guru kami dulu..?? Andai dia tahu beliau telah mangkat (meninggal), sanggupkah dia lipat jarak dan waktu agar bisa ikut mengantar kepergiannya..??

Kemarin siang.., di tengah-tengah suara mesin-mesin pabrik, ponselku berdering. Sebuah nomor asing berkedip-kedip gelisah mengikuti alunan musik ringtone. Aku kaget mendengar suara Andri. Dia salah seorang sahabatku di kampung. "Pak Azhari wafat..!!?" jeritnya dari suara ponselku. Sebelum mengakhiri percakapan yang tergesa-gesa, Andri minta tolong agar kabar duka ini kusampikan secara berantai ke teman-teman yang lain.

Kugenggam erat ponsel dengan gamang. Kenangan kampung halaman begitu menyentak.

***

Akupun tertegun menatap rumah Andri. Dindingnya dari papan, dan di samping kiri rumahnya ada tumpukan kayu bakar. Tanaman hias memagari rumahnya, ada beberapa kuntum kembang sepatu dan melati yang baru bermekaran terasa sedap saat mata ini memandang. Didepan rumah ada bale-bale bambu yang ruas-ruasnya sudah mulai merenggang. Kuucap salam di depan pintu yang separuh terbuka. Terdengar sahutan, langkah tergopoh-gopoh dan derit pintu yang dikuak.

" Ardi..?!! " Dia terperangah. Aku tersenyum, sudah lama kami tak jumpa. Detik itu juga, waktu seolah-olah berhenti ketika kami saling berpelukan.

" Baru datang ya..?!! Wahh.., pangling aku Ar..!! Gemuk kamu sekarang, sudah jadi orang kamu rupanya. Ach.., sampai lupa aku. Ayo Masuk..!! " Runtunan kalimatnya, sembari menepuk-nepuk pundakku yang dirangkulnya. Aku duduk di kursi rotan ruang tamunya. Tas kecil kuletakkan di lantai semen. Andri memanggil istrinya. Dikenalkannya kepadaku seraya minta dibuatkan dua gelas teh hangat.

Wajah Andri yang sesangar pagi seperti cepat menghapus rasa letihku. Diam-diam kucermati sosoknya. Ia memakai kaos putih yang sudah lusuh dan celana hitam pajang. Tubuhnya kekar, kulitnya legam, urat-urat lengannya menyembul keluar. Dan saat tersenyum atau bicara, gigi putihnya berderet rapi. Dengan penuh keluguan, ia dedahkan hidupnya kini.

Dari semua nama yang terpahat di batang pohon randu, cuma Andri yang selalu setia pada kampung ini. Yang lainya telah pergi menyambung nasib ke kota, ke pulau seberang sana, bahkan ke negeri orang. Andri hidup dari mengurus sawah dan ladang warisan orang tuanya. Katanya, meskipun sempat diserang hama wereng, panen dua bulan lalu cukup lumayan. Hasilnya bisa digunakan untuk menyulap sebidang tanah kosong dibelakang rumah menjadi empang. Dia pelihara ikan mas dan gurami untuk menambah penghasilan.

Akupun ngilu waktu Andri menyuruhku untuk menginap di rumahnya. Tawaran itu seperti menohok batinku ini. Aku memang tak punya apa-apa lagi di kampung ini. Setengah windu setelah Emak menyusul Abah ke hadapan sang illahi, aku dan ke tiga saudaraku sepakat untuk menjual tanah, rumah dan sawah. Kami ingin merantau, mencari nasib yang lebih baik. Setelah penjualan di bagi rata, kami pun berangkat berpencar ke penjuru mata angin.

Bagaimana menguraikan keadaanku pada Andri..?? Aku hanya seorang buruh pabrik tekstil yang ada di pulau seberang yang gaji tiap bulan selalu ludes untuk menghidupi istri dan tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Bedeng kontrakan kami tak jauh dari kawasan pabrik, yang berhimpitan dengan bedeng-bedeng lainnya. Lingkunganya kumuh, dikepung dengan bau bacin selokan dan tempat pembuangan sampah. Kami sudah biasa untuk antri mandi, buang hajat, atau cuci pakaian di WC umum yang ada di setiap pojok bedeng.

Andri terpana mendengar cerita-ceritaku. Sambil terkekeh-kekeh dia menyela," Jangankan mengalaminya, membayangkannya saja aku tak sanggup. "

Menepis risau, kuraih gagang gelas dan ku seruput teh hangat yang dihidangkan istri Andri. Ach.., Teh yang sangat nikmat rasanya saat malam dingin seperti ini. Sambil menaruh gelas di lepek, Andri berkata," Kenapa tak pulang saja, Ardi..??! Beli sawah, bertani dan meneruskan tradisi keluarga kita seperti dahulu. "

Aku tercekat. Sekian lama dirantau, sekian jauh berjarak dengan kampung halaman, tak pernah terbesit di benakku untuk pulang ke kampung halaman ini.

***

Sepanjang perjalanan menuju rumah duka, kami kenang kawan-kawan lama kami. Aida.., gadis lugu yang dulu pernah aku suka padanya, kini jadi biduan orkes dangdut. Kata Andri, jangan harap dia akan menoleh jika dipanggil namanya. Dian, yang paling pintar dikelas kami, jadi tukang becak di kota. Sebulan sekali dia pulang menjenguk ibunya yang sakit tua. Aku kaget saat mendengarnya nasib Hadi, dia sekarang jadi waria. Ngamen di gerbong-gerbong kereta. Lantas kuingat Abidin. Andri bilang, dia ketimpa rembulan. Hidupnya kini makmur, mertua Abidin orang yang berada di kecamatan. Abidin pun ditugasinya untuk mengurus koperasi. Kesempatan itu tak disia-siakan Abidin. Dia pinjamkan uang kepada orang-orang dengan bunga yang sangat tinggi. Masih ku ingat gurauan tentang Abidin dulu. Jika ketemu Abidin dan ular sawah dalam waktu bersamaan, lebih baik bunuh abidin duluan sebab culasnya melebihi ular sawah. Dan si Arianto, anak pendiam dan alim itu, sekarang nyantri di sebuah pesantren di Madura.

Ach.., waktu telah mengubah segalanya. Kisah kawan-kawan lama membuatku takjub, heran, campur sedih. Hingga tak terasa tempat yang kami tuju sudah didepan mata. Usai berdo'a di sisi almarhum Pak Azhari, kami langsung keluar dari ruang tamu. Dan duduk diseberang jalan dekat batang bambu yang dihiasi kain kuning. Matahari mulai tinggi, makin banyak pula pelayat berdatangan. Aku termangu menatap rumah duka itu, ada tenda besar yang memayungi halaman. Kursi-kursi plastik penuh terisi, dari bisik-bisik yang kudengar. Aida semua yang membayar sewa tenda dan kursi itu. Dia tak bisa datang untuk melayat.

Dulu warga kampung ini hidup penuh dengan keharmonisan dan bersahaja. Meskipun tak ada hubungan darah, kami merasa selayaknya saudara. Kehidupan yang lambat tahun sekeras batulah yang memaksa kami untuk memilih. Merantau jadi pilihan kami, anak-anak muda disaat itu.

Sejauh-jauhnya merantau, warga kampung sini pasti akan mudik setiap lebaran. Cuma aku yang jarang pulang semenjak tak ada lagi yang tersisa di sini. Begitu juga jika ada yang meninggal, kami yang di rantau pasti dikabari. Tapi.., entah kenapa sampai jenazah Pak Azhari berkalang tanah di pemakaman umum di pojok kampung, hanya segelintir teman yang ku jumpai. Apakah sosok lelaki kurus, jangkung dan ramah itu telah lenyap dari ingatan mereka..?? Apakah rutinitas membuat mereka tak sempat lagi untuk sekedar menengok masa silam..??

*** (Hari kedua di kampung..!!)

Andri mengajakku ke sawah. Pematang-pematang itu sudah tak sabar menunggu jejakmu, guraunya. Dijalan, kami berpapasan dengan warga yang hendak ke sawah ladang mereka. Ada yang jalan kaki sambil menenteng cangkul di bahu. Ada yang menggoes sepeda. Akupun terharu melihatnya, mereka masih mengingatku dan meluangkan waktu sejenak untuk mengobrol.

Justru generasi muda kampung iniyang membuatku jenuh. Beberapa kali kulihat mereka memacu sepeda motor sesuka hati mereka. Ngebut di jalan tanah berbatu bak pembalap GP, yang meninggalkan debu panjang di depan mataku.

Sawah Andri beberapa puluh meter di depan sana, didekat rerimbunan pohon pisang. Ketika aku menatap hamparan permadani hijau itu, Andri mengajakku turun. Kapan terakhir kali aku miniti pematang sawah..?? Alangkah jauh masa yang telah aku tinggalkan.

Andri melenggang tanpa kuatir tergelincir ke lumpur sawah. Aku jauh tertinggal di belakangnya, melangkah tersendat-sendat sambil merentangkan tangan untuk menjaga keseimbangan.

" Lirr ilir.., Lirr ilir.. Tandure wis sumilirr.. Tak ijo royo-royo.. Tak sengguh temanten anyar.. "

Hawa dingin meniup tengkukku ketika mendengar tembang gubahan Sunan Bonang itu. Sempat terbesit untuk mengikuti Andri berdendang sepanjang pematang sawah. Namun, entah kenapa bibirku terasa kaku.

Dari gubuk beratapkan rumbia, kusaksikan Andri berkubang di tengah sawah. Batang-batang pagi meliuk, menimbulkan suara gemerisik ketika saling bergesekan. Sepasang kutilang terbang melayang di keluasan langit. Suara serunai terdengar sayu-sayu, entah siapa peniupnya. Mendengarnya, aku seakan terhisap dan sesaat dalam masa lalu.

Kami pun pulang menjelang petang, memutari jalan kampung. Meskipun lebih jauh jaraknya, tapi aku tak keberatan. Kami mau ke sungai tempat dulu biasa kami berenang. Sesampainya disana, dengan hati-hati kami menuruni tebing yang penuh dengan lumut. Aku rindu membasuh muka dengan air sungai. Kutangkupkan kedua telapak tangan lalu kucelupkan ke dalam air. Andri terkekeh-kekeh melihat kelakuanku yang mirip anak kecil. Setelah segar kami pulang. Baru beberapa langkah menyusuri jalan yang sunyi, tiba-tiba Andri mencekal bahuku. Tangannya menuding rimbun ilalang yang bergerak-gerak mencurigakan. Aku ingat, Andri pernah membidik burung dengan ketapel, bidikannya memang paling jitu diantara kami. Burung itu jatuh dari pohon, menggelepar di semak-semak. Kami mengendap-endap. Alangkah kaget kami memergoki pemandangan itu, ada sepasang remaja tanggung sedang asyik bercumbu.

Andri menghardik mereka. Aku terpana. Merasa tertangkap basah, wajah keduanya pucat dan memerah padam. Mereka buru-buru membenahi pakaian lalu setengah berlari menuju tempat motornya diparkir. Kami kembali melanjutkan langkah. Wajah Andri kaku, sepanjang jalan dia bersungut-sungut memaki-maki kelakuan dua anak tadi.

***

Harum bunga kopi merayap dibawa angin. Bintang bertaburan dilangit lama. Suara jangkrik dan kodok jadi musik alam. Aku serasa sedang berada si surga.

" Kampung kita sudah berubah, Ar..!! " kata Andri sambil menatap cahaya kunang-kunang yang timbul tenggelam di rimbunan ilalang.

" Yaa.., aku seperti orang asing di sini ", suaraku gamang.

" Semua teman kita pergi merantau. jadi TKI, Babu, atau Buruh sepertimu. Tetua kampung meninggal satu persatu. Apalagi sejak teknologi modern mulai masuk ke kampung, Kampung kita serasa makin kehilangan jati dirinya. Asal kau tahu, apa yang kau lihat di tepi sungai tadi belum seberapa... "

Kalimat Andri terakhir membuatku risau. Aku enggan bertutur lebih banyak, aku harus tahu diri. Setelah memilih jadi manusia urban, aku tak punya kuasa apa-apa lagi di sini.

***

Izin cuti empat hari telah usai. Takziah tiga malam berturut-turut dirumah almarhum Pak Azhari telah kuikuti. Aku harus pulang pagi ini. Rindu kampung halaman telah kutebus dengan hal-hal menyakitkan. Tapi biarlah kutelan pahit dalam hati saja.

Dengan motor tuanya, Andri mengantarku ke pasar di kampung sebelah. Disana ada angkutan pedesaan yang trayeknya sampai terminal kota. Dari terminal itulah aku akan menyambung perjalanan ke pulau seberang.

Persis ketika kami lewat pohon randu itu, lagi-lagi Andri mengimbauku agar pulang saja. Sebenarnya tak ada lagi yang ingin ku katakan. Namun sekedar menghibur diri, ku katakan pada Andri bahwa aku punya mimpi sederhana. Suatu saat nanti, jika ada uang aku akan pulang. Membeli sawah, bertani beternak puyuh dan itik. Makan dari hasil keringat sendiri. Hidup tenteram bersama anak istri.

Andri berjanji kelak akan menagih mimpiku. Sementara aku membayangkan omong kosong yang barusan ku ucapkan, aku hanya bisa tersenyum giris... *****




Cikarang, 21 Mei 2011
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Pohon Batas Kampung Ku..

Isi Hatiku Tentangmu

| Rabu, 18 Mei 2011 | 0 komentar |
Suatu pagi cerah yang indah hari ini, seperti biasa aku selalu berangkat ke sekolah dengan teman-teman. Sesampainya aku disekolah aku dikejutkan dengan pertanyaan aneh yang membuatku berpikir sampai aku tak tahu apa yang sedang ada dalam pikiranku ini.

" Indri, udah tau belum ?? " Sinta tiba-tiba menanyaiku.

" Tau soal apa ?? "

" si Johan sama Reyna bener-bener udah putus !! "

" Apa ..?? " aku kaget dan terdiam untuk sesaat. Putus ..??, aku susah untuk mempercayainya.

Memang benar, mereka saling menjadi tontonan gratis tiap kali mereka beradu mulut. Itu bukan lagi hal baru bagiku. Tapi, Putus ..?? kenapa ..??. Bukannya mereka saling menyanyangi..?? aku pun ngaa ngerti apa yang mereka pikirkan ..!!

" Indri..!! sstt..!! Indri..!! ", Nytha memanggilku pelan karena pelan Pak Doni memperhatikanku.

Akupun terbangun dari lamunanku. Duuhhh.., Mereka yang putus, kenapa aku yang bingung begini ??.

Tapiii.., tunggu.. benarkah mereka Putus ?? Putus 100% ??. Hal beginilah sering terdengar olehku. Tapi akhirnya mereka bakalan balikan lagi.., ach !! masa bodo mikirin masalah mereka.

Kriiiii...nnggg .. Kriiiii...nnggg .. Kriiiiiiiiii...nnggg .. Akhirnya bel pulang sekolahpun berbunyi. Entah mengapa rasanya hari ini, waktu seperti berjalan dengan cepat.

Ooh ..!! itu.. Reyna, sedang duduk-duduk di lobby sekolah. Dan Johan ..?? pulang sendirian ..!! Hemm kenapa aku harus memastikan kebenaran itu ..??

" Lhoo.., Rey !! kok ngaa pulang bareng Johan ?? " aku mendatanginya dan menyapanya seperti biasa. Reyna yang cuek menjawab, " ngaa lah ..!! toh aku udah putus sama temenmu itu !!". Aku tidak kaget melihat sikapnyayang cuek bebek wek..wek.., juga tak heran dengan ucapannya yang pedas. Karena, memang begitulah dia orang.

Yang aku herankan adalah Johan. Bukankah dia sangat menyanyangi Reyna ?? Bahkan, tiap kali mereka adu mulut (bukan ciuman), selalu Johan yang minta maaf duluan. Ada apa sama Johan ??.

Yang aku tahu sekarang ini mereka benar-benar udah putus. Bahkan di sekolahpun mereka enggan bertegur-sapa.

Sesampainya di rumah, aku berbaring di atas ranjang, selama perjalananku dari sekolah hingga sampai rumah, yang aku pikirkan adalah perasaan Johan. Johan pasti sedih banget.

" Aku harus memastikan keadaanya ..!! " Batinku.

Akupun segera bangun dan meraih HandPhoneku. Belum sempat aku mengetik sms, ada sms masuk.

" Ind.., nanti hari sabtu ada waktu ?? "
Anak-anak mau ke SMP.
Kamu mau ikut ngaa..??

Sms dari Johan !! Sepertinya dia baik-baik saja ..!! Aku segera membalas smsnya, " Aku ngaa pasti bisa ikut atau tidak Jo ..!! nanti, aku kabarin lagi bisa ikut atau tidak. " (message send)

" Ohh..!! Yaudah !! Jangan lupa kabarin yaa ..!! ", balasnya.

" Oke.. !! "

Tak bisa kupungkiri, aku mengawatirkan dirinya.. Aku pun menambahkan isi smsku,

" Oke..!!"
"Johan..!! kamu ngaa kenapa-kenapa toh..?? " (message send)

" Kenapa-kenapa apa ?? ngaa kenapa-kenapa koq, emang kenapa, Ind.. ?? "

Sepertinya, Johan tak paham dengan apa isi smsku. Aku jadi bingung untuk menanyainya lagi.

" Ohh.., ngaa apa-apa koq, Jo..!! "

Sms kamipun berhenti sampai di sini. Aku hanya mengkhawatirkan perasaannya. Tapi apa yang bisa ku perbuat..?? selain menunggu Johan untuk bercerita sendiri.

Sebenernya, Aku dan Johan adalah teman sejak SMP. Dia adalah sosok teman yang menyenangkan. Bahkan sebegitu menyenangkannya hingga suatu hari, jantungku berdebar kenjang ketika melihatnya. Perasaan suka muncul tiba-tiba, aku pun tak mampu memungkirinya. Perasaan itu aku simpan di dalam hatiku rapat-rapat. Tak seorang pun yang tahu isi hatiku. Memang ada kelebihan yang sangat baik untukku, aku bisa lebih dekat dengan dia tanpa harus ada rasa canggung. Aku senang dapat melihatnya setiap hari disekolah. Hari-hari ku menjadi berwarna karena kehadirannya. Tak jarang, jantungku berdegup kencang setiap kali aku memperhatikannya.

Aku menyukainya. Aku lebih senang lagi ketika tahu, aku akan satu sekolah lagi dengannya di SMA ini. Aku senang sekali bisa bertemu lagi dengannya.

Namun, perasaanku itu harus ku hilangkan ketika Johan menyatakan cintanya pada teman sekelasku di kelas X, Reyna. Mereka sangat serasi, Reyna juga berwajah cantik. Aku senang Johan bisa mendapatkan cewek yang di dambakannya. Walaupun, hatikuterasa perih menerima keadaan ini. Sejak saat itu juga, aku mulai melepaskan perasaanku terhadap Johan, karena aku tahu, dia tak akan mungkin menjadi milikku. Namun, hingga kini aku masih dapat merasakan kesenangan ketika bertemu dengannya di sekolah.

Keesokan harinya di sekolah, aku menceritakan hal itu pada temanku, Nytha.

" Menurutku, Indri perlu menghiburnya. "

" Tapi.., gimana caranya ..?? "

" Indri udah coba sms dia ?? "

" Udah, tapi aku ngaa tanya soal ini, "

" Nyapa kalau ketemu ..?? "

" Jarang .. "

" Indri ..., Nytha tahu kalau Indri sayang sama Johan, benerkan ?? "

" Aku ... "

" Udah. Jangan dipungkiri, Indri perlu memberikan semangat ..!! Nytha liat, Johan lesu dan lemah lhoo akhir-akhir ini. "

" ... "

" Indri ngaa mau kan, kalau Johan kenapa-kenapa ?? "

" Wajar koq, Indri tanya kabarnya. Toh !! kalian kan temen SMP !! "

" Lagipula, Johan ngaa akan cuek kalau Indri nanya baik-baik, yaa kan..?? "

" Yaa, juga sihh ... "

" Nahh.., coba dech !! Indri sms dia .. "

" Oke deh.. ", jawabku lemas.

Aku tak berharap banyak. Yaa.. !! aku kan temannya, sebagai teman aku harus menolongnya dan tetap memberinya semangat. Aku pun memberanikan diri menyapanya ketika bertemu Johan di lorong sekolah.

" Hai, Jo.. !! ", aku menyapanya dan memberikan senyum yang agak kaku. Ohh.. !! Johan membalas senyumku.. !! meskipun hanya senyuman kecil, namun aku tahu, dia masih baik-baik saja.

" Indri.. !! ", ketika aku sudah melewatinya, Johan menghentikan langkahku.

" Yaa.. ?? ", aku menoleh. Ohh.. !! Johan masih tersenyum !!

" Ada apa, Jo.. ?? ada yang nempel yaa, di wajahku ..?? "

" Emang.. !! habis makan donat yaa ..?? "

" Kok tau ..??! "

" Cemot tuh ..!! hahahahahaaa ", Johan tertawa terbahak-bahak.

Ya, ampun.., malunyaa..
Aku segera mengelap mulutku dan beranjak sambil menutup mulutku dengan tangan. Aku langsung pamit sama Johan.

" Jo.. !! aku ke kelas duluan yaa ..!! "
Sebenernya, aku tak langsung ke kelas tapi aku langsung ke toilet.

" Duhh..., malu banget !! kenapa pas udah penuh keberanian nyapa Johan, ehh !! malah cemot sama bekas donat. Huuh... "

Tapi.. kalau di pikir-pikir, hasilnya berlipat lho.. !! Johan mau balas sapaan ku, bahkan tertawa terbahak-bahak di hadapanku. Happy dech rasanya !! .. ^_^..

Aku segera menceritakan soal kejadian barusan ke Nytha. Nytha pun ikut terbahak-bahak mendengar ceritaku.

" Indri.., Indri... kamu lucu dech !! Tapi mending kamu minum dulu dech .. "

" Minum ?? apa hubungannya ?? "

" Cemotnya emang udah ngaa ada !! tapi, tuh.. pada nyangkut di gigi kamu coklatnya !! hahahahaha.. "

Nytha bener-bener keterlaluan !! Dia bahkan tertawa terbahak-bahak sampai-sampai ngeluarin air mata.

" Duuhh.. !! malunya !! ", batinku.

" Gimana ntar kalau ketemu lagi sama si Johan ??!! "

Donat kantin sekolah benar-benar menjadi malaikatku saat itu !! Johan tak hanya membalas sapaku, tapi dia bahkan sms aku !! kaget banget dech !!

Padahal, ketika dia masih jalan sama Reyna, dia tersenyum padaku pun tak pernah. Dia takut Reyna marah. Yaa ampun, demi Reyna sampai segitunya !!

" Indri.. ngaa makan donat lagi ?? hahaha !! " Johan menjahiliku.
Entah kenapa, aku merasa senang walaupun dia menjahiliku.

" Aduhh.. !! Jo.. !! jangan diingetin lagi, aku malu !!"

" Udah kumur-kumur belum tuhh.. ??! kan tadi pada nyangkut di gigi semua ?? hahahahaha.. "

" Ya ampunn.. !! Joo.., cukup dech !! aku bener-bener malu.. Lain kali aku bakalan gosok gigi dulu sebelum ketemu sama kamu. "

" hahahaha.., ngaa apa-apa koq !! Santai aja lagi.. manis koq !! "

" ohh.. ohh.. ada yang ketinggalan !! manis dengan gigi hitammu yang baru !! hahahahahaha ... "

Akupun tersenyum bahagia membaca kata-kata Johan. Heeee... heeee...

** Keesokan harinya.. **

Sabtu pagi aku pergi ke SMP untuk bertemu dengan guru-guru, teman-teman dan yang pastinya Johan juga !!

" Indri.. !! "

Johan menyapaku ketika bertemu di depan gerbang SMP. Waw.. !! kemajuan pesat lhoo !! Johan kembali ceria dengan senyum cerah di wajahnya. Dia bahkan menyapaku duluan !!

" Kemarin, makasih yaa !! " kata Johan sambil berlalu.
Aku menoleh padanya, dan berjalan mengikutinya di belakangnya.

" Makasih soal apa, Jo.. ?? "

" Ya, makasih aja.. DONAT !! "

" DONAT ?? apaan ?? "

" Panggilan baru buat kamu, hahahahaha.. " kata Johan sambil lari.

" Heii... " aku pun mengejarnya.
Kami berdua kejar-kejaran di lapangan sekolah. Aku senang keadaan ini, walau tak untuk selamanya, setidaknya aku menjadi teman yang baik untuk Johan.

" Johan, aku senang punya teman seperti kamu. " aku memberanikan diri menyatakan isi hatiku.

" Aku juga .. "
Ternyata memang benar, hati kita akan merasa damai saat kita menyatakan isi hati kita, jangan takut akan resiko yang kelak terjadi setelah apa yang kita dapat mengutarakannya.

***

Nah !! mulai saat ini, jangan ada lagi memendam perasaan terlalu lama. Nyatakanlah agar orang disekitarmu bisa tahu isi hatimu sebenarnya !! biar nanti ngaa jadi bisull hehehe...




Cikarang, 18 Mei 2011
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Isi Hatiku Tentangmu

Sepenggal Memori Tentangmu

| Selasa, 17 Mei 2011 | 0 komentar |
Hujan deras mengguyur sore ini, entah kenapa setiap kali melihat hujan aku selalu merasa sedih. Mungkin karena hujan yang turun menggambarkan tetesan air mata yang jatuh setiap kali aku mengingatmu. Entah apa yang sedang kamu lakukan saat ini, yang jelas aku cukup bahagia bisa melihatmu meskipun hanya dari jauh. Setahun yang lalu, setahun yang penuh dengan air mata, setahun yang menghempasku kedalam jurang yang paling dalam hingga membuatku tak tau lagi akan indahnya hidup ini. Hidupku bagaikan dalam kehampaan, kekosongan dan aku.., aku bagaikan mayat hidup karena mengalami sakitnya ditinggalkan.

Kalau saja bisa memilih..!! aku pasti akan memilih untuk amnesia, agar tak ada lagi sakit dan luka dihati ini. Andaikan ada 1 cara aku bisa melupakanmu, pasti akan aku lakukan untuk bisa melupakanmu. Aku hidup dalam kebingungan, antara membenci dan mencintamu. Tidakkah engkau ingat denganku, saat berulang kali kamu mengungkapkakn perasaanmu padaku dan aku selalu menolaknya..? Bukan karena aku tidak mencintaimu, akan tetapi saat itu aku berfikir akan lebih baik kita bersahabat saja. Hingga saat ini.., ach aku sangat menyesal kenapa saat itu aku memberimu kesempatan itu.


** sekitar 10 bulan yang lalu ..!! **


Rin, gimana kelanjutan hubungan loe sama si Evan?? Apa dia masih mengejar-ngejar loe sampai saat ini?? tanya Intan. Yups.. In, gw sejujurnya bingung. Menurut gw Evan itu orang yang sangat baik, tetapi gw hanya bisa menganggapnya teman dan dalam kondisi seperti ini. gw benar-benar bingung harus bagaimana. Hmm.., menurut gw siihh.. ngaa ada salahnya loe beri dia kesempetan. Kalo memang loe ngaa punya perasaan sama dia, cobalah untuk menyanyanginya. Ngaa segampang itu In, gw juga ngaa mau nyakitin dia dengan harapan kosong yang gw berikan. Hmm.., kalo emang begitu loe musti n harus mulai menjaga jarak darinya agar dia tak lagi berharap banyak dari loe lagi Rin.

Pembicaraan sore itu membuatku berfikir sepanjang malam dan akhirnya aku berfikir apa salahnya kalo mencoba. Van.., sudah kupikirkan sepanjang malam dan aku memutuskan untuk memberimu kesempatan mendekatiku. Haa.., makasih ya Rin, aku janji akan selalu berusaha untuk membuatmu jatuh cinta kepadaku dan aku ngaa akan pernah mengecewakanmu dan meninggalkanmu.


** saat menjadi panitia pementasan teater..!! **


Rin.., mungkin saat ini bukan saat yang romantis seperti yang kamu harapkan, tapi saat ini aku mau bilang kalo aku sayang sama kamu dan aku ingin kamu menjadi pacarku. Maukah kamu ?? Aku terdiam untuk sesaat, seperti usaha kerasku mulai membuahkan hasil, yaa tiba-tiba saja hatiku berdegup dengan kencang dan aku merasa pipiku sudah seperti kepiting rebus yang merona merah. Aku tak bisa berkata-kata lagi, dan aku hanya bisa menganggukan kepala saja. Kupikir aku mulai menyukainya.

Sepulang dari pentas, segaris lengkung di bibirku seperti terus terpampang dan aroma-aroma bunga menghiasi hatiku. Inilah pertanda aku mulai jatuh cinta padanya ?? Yaa.., aku akan berusaha untuk memberikan hal yang terbaik hanya untuknya.


** Seminggu telah berlalu tanpa masalah .. **

"Sebulanpun telah berlalu.., Evan mulai sibuk dengan kegiatan-kegiatan yang ada dikampus dan akupun merasa kesepian. Dia yang biasanya selalu menelpon sekarang menjadi jarang dan kamipun sering bertengkar. Sebenarnya yang menjadi masalah adalah kami butuh penyesuaian diri dan aku selalu berusaha menunjukkan sikap egoisku padanya. Aku ngaa berfikir dengan 1 sifat itu, akan membuatku terhempas sendiri dalam penyesalan."

Rin.., aku rasa lebih baik kita berteman saja, karena aku tidak mau terus menerus bertanya-tanya apakah aku benar-benar mencintaimu. Jujur aku benci dengan sikapmu yang terlalu kekanak-kanakan, yang membuat kita tiada hari tanpa bertengkar. Aku capek Rin.., aku bahkan nyariss ngaa percaya dengan pendengaranku. Lebih dari 3 bulan yang lalu dia mengejarku dengan gigihnya dan ketika aku memberikan kesempatan untuknya. Aku berusaha keras untuk mulai mencintainya dan sekarang aku benar-benar tulus mencintainya akan tetapi dia meninggalkanku begitu saja ?? Kenapa..?? Kenapa..?? Kenapa.. terlalu banyak pertanyaan yang bahkan aku ngaa sanggup untuk memikirkannya. Aku bahkan memohon padamu untuk memperbaiki kesalahanku, hanya 1 kesempatan saja, karena selama ini kamu tidak pernah mengtakan apa yang tidak kamu sukai dariku..!!, tapi 1 kesempatanpun yang kamu berikan. Bahkan dengan santainya kamu bilang kepadaku kalau kamu sudah tidak mencintaiku lagi..

Masih kuingat engkau tersenyum dan memberikan lambaian perpisahan yang terakhir kalinya saat aku melangkah pergi karena gagal memohon 1 kesempatan darimu, tidakkah kamu berfikir bahwa kamu sungguh kejam ?? Dengan sisa-sisa tenaga yang ada dan masih shock dengan semua kata-katamu. Aku berusaha berjalan tertatih hingga tiba di kamar, hanya dengan wajah yang pucat pasi dan bahkan tak ada airmata. Aku mulai mendirikan tembok, dimana aku tidak merasakan apa-apa lagi baik itu sakit, sedih, kecewa ...

Masih tak percaya, aku bahkan belum pacaran 2 bulan denganmu. Secepat itu kamu bilang cinta padaku dan secepat itu juga kamu meninggalkanku?!! Padahal aku sudah mempersiapkan hadiah untuk Valentine bersamamu.. Terkadang, hati yang dibuat terlalu sakit akan membuatmu mendirikan tebing yang kokoh di mana tidak ada yang bisa menghancurkannya. Bahkan oleh suatu kesedihan sekalipun yang sedang aku rasakan saat ini. Kemarin untuk pertama kalinya aku dan kamu bertemu, berpapasan dan kita hanya lewat begitu saja tanpa bertegur sapa.

Kejadian itu sudah hampir berlalu setahun yang lalu, awal-awalnya begitu sulit bagiku untuk terus melanjutkan hidupku, aku ngaa bisa membayangkan hidupku tanpamu. Akan tetapi sekarang aku sudah bisa menerima ini semuanya dan aku hanya berharap kamu akan bahagia dengan pengganti diriku nanti. Semua yang telah berlalu memberikan banyak hal dan membuatku lebih dewasa.


Pertama,.
Cinta tak harus memiliki, meskipun aku dan kamu sudah tak bersama lagi... aku akan selalu mencintaimu seperti dulu. Tetapi aku tetap menerima kenyataan bahwa kamu mungkin memang lebih baik dengan orang lain, jika itu akan membuatmu bahagia dibandingkan denganku.

Kedua,.
Cinta itu membutuhkan keterbukaan. Apapun yang kita suka ataupun tidak suka, katakanlah sejujurnya pada pasanganmu, dan percayalah dia akan bisa menerima kejujuranmu itu dan akan mencoba memperbaikinya.

Ketiga,.
Cinta itu harus sabar dan setia. Tak peduli kamu sudah menyakiti sesakit apapun itu, cinta akan tetap ada dan takkan berubah.


Hari ini tepat setahun yang lalu, ditempat ini taman ini, aku berdiri seorang diri untuk mengenangmu. Aku hanya tersenyum membayangkan ekspresi wajahku yang tersipu malu dan begitu bahagia saat itu. Andaikan saja aku bisa kembali ke kejadian setahun yang lalu, tapi penyesalanpun takkan bisa merubahnya. Penyesalan yang tak berguna tak kan bisa merubah apapun, aku hari ini seorang Rinda akan selalu berdiri sendiri. Aku menunggumu semalaman, masih ada sedikit harapan. Berharap kamu ingat hari ini, tempat ini akan tetapi kamu tidak kunjung datang kesini. Aku berjanji akan selalu datang setiap tahun ke tempat ini untuk mengingat semua kisah kita meskipun itu hanya sebentar saja.

Dan kini aku kembali dari dunia hayalanku untuk kembali ke dunia nyata dimana aku harus hadapi semuanya tanpamu. Banyak hal yang indah maupun buruk terjadi dalam hidupku, akan tetapi semua yang telah aku alami denganmu masih teringat sangat jelas. Dan tak akan ada yang terlupakan, kini aku sadari kalau semua ini hanya bagian dari pahit-manisnya hidup. Evan.., terimakasih untuk semuanya.., aku takkan pernah membencimu dan aku masih disini untuk mencintaimu seperti dulu. Tak akan ada yang berubah meskipun sesadis apa kamu pernah meninggalkanku. Sepi hari-hariku disini tanpamu. Sekarang hanya ada aku dan sepenggal memori tentangmu ...



Jakarta, 15 Mei 2011
HaNz UkhitaShiwa
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Sepenggal Memori Tentangmu

Gloomy Sunday

| Minggu, 15 Mei 2011 | 0 komentar |
Gloomy Sunday,
Sunday is Gloomy, my hours are slumberless,
Dearest the shadows I live with are numberless,
Little white flowers will never awaken you,
Not where the black coach of sorrow has takekn you,
Would they be angry if I thought of joining you?

Gloomy Sunday,
Gloomy is Sunday, with shadows I spend it all,
My heart and I have decided to end it all,
Soon there'll be candles and prayers that are sad I know,
Let them not weep let them know that I'm glad to go,
Death is no dream for in death I'm caressing you,
With the last breath of my soul I'll be blessing you,

Gloomy Sunday,
Dreaming, I was only dreaming,
I wake and I find you asleep in the deep of my heart, here,
Darling, I hope that my dream never haunted you,
My heart is telling you how much I wanted you, ..



Bojonegoro, 14 Maret 2011
Omen Nayto
http://dodotkecil.blogspot.com/
READ MORE - Gloomy Sunday

Masukkan email untuk update:

Delivered by FeedBurner

DoDoT_KeCiL_MaSiH_YaNg_DuLu