WeLcOmE CoMrAdE
Save The World Today
____Enjoy Your Live Today *BECAUSE* Yesterday Had Gone And Tomorrow May Never Come____
continue like this article, although the road is full of obstacles and temptations

Rinduku Untuk Bapak

| Kamis, 19 Agustus 2010 | |
Ku buka pintu rumah kontrakanku yang terletak di lantai dua sebuah mini flat. Aku langsung masuk ke kamar, masih dengan mengenakan baju kerjaku, aku langsung merebahkan tubuhku yang kelelahan diatas tempat tidur. Ku hirup nafas dalam dalam, entah mengapa aku merasa capek sekali padahal rencanaku untuk hang-out bersama teman-teman kerjaku batal.

Rini, salah satu temanku yang merencanakan acara ini tiba-tiba di jemput ayahnya di kantor dan dimarahi dihadapan kami, karena ia sering pulang terlambat sehabis jam kantor. Karena tak enak hati akhirnya kami membatalkan rencana kami dan segera pulang. Kasihan Rini, usianya sudah hampir 25 tahun tapi ayahnya masih memperlakukan dia seperti remaja yang baru puber.

Saat sedang mencoba mengambil agenda di meja kerja disamping tempat tidurku, tak sengaja aku menjatuhkan sesuatu. Ku angkat bangun tubuhku dan meraih benda itu yang ternyata sebuah foto keluargaku, tapi kaca bingkainya pecah. Ku amati satu persatu wajah didalam foto itu, sebuah foto kecil melayang keluar dari sisi bingkai yang kendor, itu foto Bapak, fotonya sengaja aku tempel diantara fotoku, kakakku dan ibuku. Aku tak pernah memiliki foto keluarga utuh dengan foto bapak didalamnya, bapak dan ibu berpisah sejak aku masih kelas 1 SD dan beliau pulang keharibaan-Nya dua tahun lalu.

Ku pandangi lekat lekat foto itu, tak terasa air mataku menetes. Bapak, aku kangen. Aku dikejutkan oleh bunyi ponselku yang berdering.“Halo, kenapa Din” tanyaku pada temanku Dina diseberang telpon.“Ly, gawat ly” Dina cemas“Apanya yang gawat Din?” aku jadi ikut khawatir“Boni kecelakaan!! Lo buruan ya Ly kesini” Dina langsung mematikan teleponnya.

Aku merasa gamang dan bingung. Aku segera mengambil tasku dan belari keluar rumah, karena tergesa-gesa menuruni tangga, aku terpeleset, kepalaku membentur anak tangga, lalu semuanya menjadi gelap.***Terdengar suara ketukan pintu dari kejauhan, ku buka mataku, kepalaku terasa sakit dan pusing sekali. “Ahh… ya, semalam sepertinya aku membentur sesuatu”. Dengan setengah hati kulangkahkan kaki kearah pintu.

Nampaknya diluar hujan, samar kudengar suara gemuruhnya meskipun sepertinya aku belum sepenuhnya sadar dari tidurku. Suara ketukan pintu semakin keras dan tampak tak sabar, ku percepat langkahku dan ku buka pintu.“Ya ampun buka pintu lama banget sih, pasti kamu baru bangun! Anak perempuan jam segini baru bangun!!” bagai petir berdentum di kepalaku, aku tak percaya.“Bapak?” ucapku pelan dan heran, pria itu berjalan masuk melewatiku sambil terus mengomel.

Aku terpaku didepan pintu. “Ly, kamu ngapain disitu? Bapak dateng bukannya bikinin kopi, malah bengong, jan anak jaman sekarang” omelnya sambil membuka jaket hitamnya yang kebasahan kena hujan. Aku pergi ke dapur dan membuatkannya secangkir kopi hitam dengan sedikit gula kegemarannya. Mataku terus mengawasi bapak yang sedang duduk hanya mengenakan singlet putih didepan tv sambil menyalakan sebatang rokok kretek dan menyalakan radio disamping kursi tempat ia duduk dan mencari saluran yang menyajikan tembang jawa.

Ku letakkan kopi buatan ku di meja dihadapannya, diambilnya kopi itu dan diseruputnya sedikit kemudian diletakkan lagi. “Itu Bapak bawain sayuran, kamu masak sana. Bapak laper nih belom sarapan” pintanya sambil terus menyesap rokok kreteknya. Dengan patuh aku ambil kantong berisi sayuran yang dibawanya dan ku masak. Sambil memasak aku tak henti berpikir, apa aku sedang bermimpi atau inilah kenyataannya. Aku membuat perkedel kentang dan sayur sop baso, aku mengajaknya makan.

Dengan lahap Ia menyantap masakanku, ku pandangi bapak dihadapanku, apa ini de ja vu? Atau mimpi?. Sejak aku memutuskan untuk tinggal sendiri di Jakarta, bapak memang beberapa kali mengunjungiku seperti sekarang ini, sekedar mampir dan memberikan barang, tidak jarang juga menginap beberapa hari atau hanya beberapa jam saja setelah bertengkar denganku. “Kamu ndak makan de? Lagi diet? Gak usah neko neko, pake diet segala, ayo to makan!” tegurannya membuatku sadar. “de”…. Aaah.. aku rindu panggilan itu, hanya bapak dalam keluargaku yang memanggilku “de”.

Ku santap makananku dengan tenang, sudah kuputuskan tidak peduli apakah ini nyata, de ja vu atau hanya mimpi, akan kunikmati. Selesai makan Ia kembali menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya lagi, kemudian ia terbatuk. Ku ambil rokok dari tangannya dan mematikannya diasbak, ia mendesah panjang. “Kurangin ngerokoknya pak. Lily kan udah sering bilang gak baik, napas bapak aja udah kayak gitu” nasihatku sambil memijiti pundaknya. Ku lihat rambutnya yang mulai memutih, yang biasanya sewaktu aku kecil aku akan menyabuti ubannya lalu memijitinya setelah itu aku akan memintanya membelikanku es krim sebagai upah.

Badannya sudah tak sekokoh dulu, ia hidup bersama temannya disebuah rumah sekaligus bengkel. Ia nampak tak terurus, kesalahannya dimasa lalu menyebabkan keluarga kami terpisah. Di usiannya yang tak lagi muda, ia hidup jauh dari anak-anaknya. Hal itu membuatku sedih, namun tak pernah kuperlihatkan padanya.“Gimana kabar Ibumu sama Masmu di Surabaya?”bapak memulai.“Ibu sama mas Dewa baik” jawabku singkat“Uhh, ini mambu apa ly?” tanyanya sambil mengernyitkan kening.“Bau? Bau apa?”aku mengendus endus sekitarku.“Emm.. kamu belom mandi ya?” tanyanya, aku langsung mengedus ke badanku. Memang aku belum mandi tapi nggak bau bau amat ah. “Mandi dulu sana, anak perempuan kok jorok”usirnya.

Dengan senyam senyum aku segera mandi. Setelah selesai, kulihat Bapak sudah memakai kemeja dan jaketnya kembali.“Lho? Bapak udah mau pulang? Kan masih hujan, nggak nginep aja?” tanyaku sedih“ Ndak, hujanya udah berenti kok, lagian Bapak cuma mau ajak kamu keluar”“Keluar? Ngapain?” aku heran“ Ya jalan-jalan aja, biar kamu ada kegiatan. Jangan tidur aja dirumah” jawabnya sambil melanggang keluar, dengan bingung aku mengikutinya dari belakang. Diperjalanan Bapak banyak bertanya tentang perubahan disekitar lingkungan rumah kontrakanku. Di dekat rumahku ada sebuah tempat bermain di samping sekolah dasar, pada siang hari jam pulang sekolah tempat itu biasanya ramai oleh anak-anak dan pedagang.

Tapi hari ini hari minggu, dan tempat itu tampak sepi.“Tunggu sebentar disini” pintanya dan meninggalkanku, tak lama kemudian Ia kembali. “Ini, upah mijitin Bapak tadi” Bapak menyodorkan sebuah es krim coklat kesukaanku. Aku menerimanya dengan perasaan terharu, tanpa ragu ku nikmati eskrim itu sambil duduk disalah satu kursi panjang di taman bermain.“De” panggilnya, aku menengok sambil terus menikmati eskrimku. “Cepet abisin” lanjutnya. Aku pun tersenyum dan segera menghabiskannya. Ia membelai kepalaku, sesaat semilir angin sejuk memenuhi hatiku. “Maafin Bapak ya de” lirihnya, ku tatap wajahnya yang berubah sendu “Maafin apa sih Pak? Bapak nggak salah kok” jawabku sambil berusaha tersenyum. “Maafin bapak nggak bisa hadir waktu wisuda kamu” ucapnya pelan sambil tertunduk, dengan haru ku genggam tangannya. “Gak apa apa kok”. “Maafin bapak gak ikut nyaksiin saat kamu jadi wisudawan terbaik, maaf bapak nggak pernah ada di saat kamu butuh” ucapnya bergetar, ku lihat setitik air mata jatuh dipipinya yang mulai berkerut.

Aku tak dapat membendung air mataku, tak kusangka bapak akan berkata seperti ini. Sejak berpisah dengan ibuku dulu, aku memang tak sering berjumpa dengannya, setahun hanya dua sampai tiga kali. Tidak seperti anak gadis lain yang akan ditunggu didepan rumah oleh ayah mereka saat mereka pulang larut atau di jemput ke sekolah jika pulang terlambat. Aku terbiasa hidup mengandalkan diriku sendiri, disaat aku takut pulang malam, aku akan berusaha memberanikan diriku. Bahkan foto bersama bapakpun aku tidak pernah sama sekali.“Lily ngerti kok” aku tak dapat berucap lagi, hanya air mataku yang deras keluar. Ia segera menghapus air matanya.“Oh ia Bapak punya sesuatu” sambil merogoh kedalam jaketnya, aku pun melepaskan pelukanku.

Ia mengeluarkan setangkai bunga lili yang cantik namun sedikit rusak karena disimpan didalam jaket.“Selamat ulang tahun ya de” tulusnya sambil memberikan bunga lili itu padaku. Aku tertegun “ulang tahun? Memangnya hari ini ulang tahunku ya?” pikirku, ku keluarkan ponselku dan melihat tanggalnya 11 September! Benar hari ini ulang tahunku.“Ya ampun, kamu ini masa ulang tahun sendiri ndak inget” sindir Bapak. Aku tersenyum manja, ku ambil bunga lili dari tangannya dan ku peluk Ia erat. Hangat, sungguh hangat, nyaman dan menenangkan berada di pelukan bapak. Ku pejamkan mataku.***“Lily… ly… bangun ly” seseorang menggoyangkan pundakku.

Ku coba membuka mataku yang terasa lengket. Kepalaku terasa pusing, samar ku lihat Dina dihadapanku, lalu menjadi ramai, ku lihat Boni, Rini dan Nuke mengelilingiku.“Lily, maafin kita ya. Sebenernya semalem kita berencana mau bikin kejutan setelah ngerjain lo, tapi lo malah jatuh dari tangga, sorry banget” Dina menjelaskan apa yang terjadi.“Happy Birthday Lily!!!” seru mereka bersamaan sambil memegang sebuah kue ulang tahun dengan lilin berbentuk angka 23, aku masih tertegun. “Jatuh dari tangga??”. Aah.. aku dapat mengingat semuanya. Ku lihat Boni yang katanya kecelakaan tampak sehat dihadapanku. Kalau begitu, dimana Bapak??. Aku celingak celinguk, membuat teman temanku bingung. Aku terhenti melihat bingkai foto yang semalam retak setelah ku jatuhkan tampak rapi seperti semula dan di sampingnya tergeletak setangkai bunga lili. Ku ambil bunga itu dan ku cium. “Terima kasih Bapak”.***

"hampir, hampir dan hampir mirip cuma ngak semirip apa yg uda gw cerita'in d'sni karena ne crita cuma hayalan belaka.. tpi maksut'y hampir mirip hehehe... ok guys.. jgn sia² hidup kalian berbaktilah pada kedua ortu kalian".

0 komentar:

Posting Komentar

alangkah baik'y bila anda meninggalkan jejak dibawah ini..!!

Masukkan email untuk update:

Delivered by FeedBurner

DoDoT_KeCiL_MaSiH_YaNg_DuLu