WeLcOmE CoMrAdE
Save The World Today
____Enjoy Your Live Today *BECAUSE* Yesterday Had Gone And Tomorrow May Never Come____
continue like this article, although the road is full of obstacles and temptations

Nyanyian Dikala Senja

| Minggu, 25 April 2010 | 0 komentar |
Ini Senja Kesekian.
Hendra sudah tidak pernah menghitungnya lagi. Senja ke empat puluh limakah? Empat puluh delapan atau enam puluhan? Ah, sungguh. Hendra tidak bisa memastikan dengan tepat. Yang jelas, telah kesekian senja dia menghadapi kekosongan. Kursi taman kota telah akrab dengan pantatnya. Pantat yang selalu ditemani oleh… ah, Hendra hanya bisa mendesis.

Setiap senja. Ia selalu di taman kota ini. Penjaga taman tidak asing lagi dengan wajahnya. Orang yang selalu menyapa ramah dan tidak lupa menawarkan rokok. Penjaga taman yang selalu melihat bahwa orang itu akan mengamati kursi-kursi taman dengan seksama. Wajahnya berseri-seri bila melihat seorang gadis yang biasa menemani telah hadir. Sebaliknyalah, wajahnya teramat muram bila tiada yang datang.

Penjaga taman kota selalu menyempatkan waktunya menjelang maghrib untuk menyapa sepasang manusia yang tengah mencangkul ladang kehidupan. Namun, bila kebetulan ia tengah mengerjakan sesuatu, pasangan muda itulah yang akan menegurnya. Dan ia akan melihat bahwa pasangan itu berpisah di depan taman.

Hendra memainkan air kolam yang terletak di tengah taman dengan menyibakkan air itu dengan telapak tangannya. Di tengah kolam, patung ikan memuncratkan air ke atas yang kemudian jatuh ke kolam membangun buih-buih.

Banyak orang yang mengelilingi kolam. Tua, muda dan anak-anak. Tapi lebih banyak kaum muda. Kaum muda yang berpasangan. Sangat ceria wajah-wajah mereka. Tersenyum. Tertawa lepas. Kadang yang satu menggelitik pinggang pasangannya. Saling cubit-cubitan. Menampakkan wajah cemberut sejenak untuk kemudian bergembira lagi. Ah, Hendra menahan nafas. Dadanya terasa sesak. Ia merasa sangat iri. Ditumpahkan nafas yang tertahan dengan desahan berat. Seandainya… ia tak berani melanjutkan.

Ia bangkit. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Wajahnya memandang Barat. Semburat merah membangun istana senja. Sebagai peninggalan langkah matahari. Seolah hendak mengatakan bahwa ia besok akan kembali.

Memandang sekeliling. Orang-orang berjalan meninggalkan taman. Sebentar lagi Maghrib. Gelap, perlahan muncul. Lampu-lampu taman dan lampu-lampu jalan di depan sana telah menyala. “Ia tak datang lagi,” desis lirih Hendra.

Akankah ia datang? Akankah ia datang? Adakah kepastian? Biar tenang jiwa ini. Biar ringan langkah ini. Tapi, bagaimana bila keputusan yang muncul bukanlah yang ada di kepala? Akan tenangkah jiwanya? Akan ringankah langkahnya? Tidak! Tak mungkin! Ia telah berjanji! Ia selalu menepati. Tapi sudah berapa bulankah ia tak muncul? Masihkah harus dinanti?

Hubungan yang unik. Perkenalan di taman ini. Basa-basi berlanjut diskusi. Hampir setiap senja. Beberapa kali perbincangan, baru mereka saling mengenalkan nama. Bukan nama yang lengkap. Hanya nama panggilan yang akrab. Ia hanya mengenalkan diri: Hend. Dan gadis itu: Ann.

“Hendri? Hendrik? Hendra?” gadis itu mencoba menebak. Hendra hanya tertawa kecil.

“Tterrrserah kamu,” sahutnya pendek.

“Dan kau sendiri? Anna? Anny? Andini? Anisa?” ganti Hendra yang mencoba menebak

“Terserah kamu pula,” sahut Anny pendek membalas.

Sudah setahun lebih awal perkenalan mereka. Nama lengkap pun saling tidak tahu. Demikian pula dengan tempat tinggal masing-masing. Tentang perasaan, kesenangan dan pikiran, mengalir begitu saja lewat perbincangan-perbincangan. Perlahan tumbuh rasa kasih. Hendra mengungkapkan. Anny hanya menatap tanpa memberi jawaban. Ketika Hendra nekat menciumnya di tengah keramaian, Anny juga hanya diam. Tak bersebelah tangankah ia?

“Bagaimana kalau sekarang kita menyebutkan nama asli kita?” Hendra mencoba memberikan tawaran.

Anny hanya tersenyum. “Mengapa? Pentingkah? Kukira biarlah seperti biasa saja”

Hendra menggaruk-garuk kepalanya. Ingin ia berkata banyak. Tapi sungguh sulit mengatakannya. Ia mendehem. Anny menoleh ke arahnya. “Aku ingin berkunjung ke rumahmu,” kata Hendra,

“Pentingkah?”

Hendra terdiam.

“Kita lalui jalan kita dulu. Kita toh masih akan bertemu, bukan? Setiap hari, setiap senja, kita bertemu di sini,” kata Anny setengah menghibur diri Hendra. Hendra tetap diam.

Begitulah. Setiap senja mereka bertemu di Taman ini. Bila salah satu dari mereka tidak bisa datang, ia harus memberitahu kepada yang satunya dua hari sebelumnya. Begitulah kesepakatan. Perjalanan waktu tak terhitung lagi. Terkadang muncul kejenuhan. Sekali-kali Hendra mempunyai keinginan mengajaknya berkeliling kota. Nonton film, ke mall, ke tempat wisata, saling berkunjung ke rumah masing-masing, mengunjungi Rumah teman dan sebagainya. Ketika itu dilontarkan, Anny hanya melemparkan senyum manisnya. Lalu menggeleng pelan.

“Mengapa? Kau harus beri penjelasan,” Hendra berkata dengan nada agak tinggi sebagai pelampiasan rasa kecewa. Namun ia menyesal merasa berbuat kasar. “ Maafkan aku. Aku hanya ingin tahu penjelasanmu,”

“Setiap senja kita selalu bertemu,” demikian jawaban Anny. Bukan jawaban yang diharapkan Hendra.

“Lama-lama kita bisa bosan bertemu di tempat yang sama. Mampu berapa lama?” ucap Hendra dengan wajah murung.

“Kau sudah bosan?”

“Bukan begitu,” elak Hendra. “Salahkah bila aku mengenal keluargamu dan kau mengenal keluargaku. Salahkah bila kawan-kawan mengenal kita? Salahkah bila aku berharap tidak hanya senja?” Anny kembali tersenyum.

“Suatu saat kita akan jalani,” Hanya itu jawabannya. Hendra semakin tidak puas. Tapi tak bisa memaksa lebih jauh lagi.

Hendra diam. Banyak pertanyaan menggumpal di kepala. Siapakah sesungguhnya Anny? Begitu misteri. Apa yang sesungguhnya ia sembunyikan? Keluarganya? Pertanyaan-pertanyaan itu yang terus membayangi sepanjang waktu. Untuk mengetahui lebih banyak ia merasa tak mempunya jalan.

Ia telah berusaha membuntuti Anny selepas dari taman. Tapi Anny selalu tahu. Ia akan berdiri di pinggiran jalan dan tidak naik kendaraan apapun selama ia masih menguntit. Hendra mencoba mencari jalan lain. Ia mengikuti dari jauh. Anny berjalan, menaiki bus kota, dan ia membuntuti. Namun entah kenapa, setelah lama membuntuti, tak pernah ia melihat Anny turun dari bus itu, walaupun sudah sampai di terminal akhir dan tak ada seorangpun lagi. Sekali dua kali mengalami, ia masih merasa ada kelengahan. Namun lebih dari dua puluh lima kali hal serupa dialami. “Ada yang aneh,” pikirnya.

Terkadang ia berpikir untuk memutuskan hubungan dengan Anny. Apa gunanya? Hanya sekedar bertatap muka, bicara, bercanda, di sepenggal waktu setiap senja. Tak lebih dari itu. Namun bayangan Anny telah mencengkram kuat di kepala. Tak mudah untuk dilupakan. Ia terus mengikuti setiap langkah perjalanannya. Anny terasa bagian dari jiwanya. Suara adzan Maghrib membuyarkan lamunannya. Dengan langkah terseok Hendra berjalan meninggalkan taman. Tatapan mata penjaga kelihatan iba kepadanya. Ingin ia menghibur. Tetapi dirasa tak ada kesempatan yang pas. Apalagi, apalah guna seorang penjaga taman? Setiap langkah adalah dugaan-dugaan mengenai Anny. Sakitkah ia? Ia yang bosankah? Atau sudah kawin? Atau selama ini ia hanya memainkannya saja? Anny selalu mengelak untuk berjalan lebih jauh dan memberikan alasan-alasan tanpa bisa ia gugat.

“Tidak! Anny pasti mencintaiku. Ia pasti akan datang!,” Hendra memberikan keyakinan dalam dirinya. Begitulah. Setiap senja Hendra selalu hadir di taman. Menanti Anny. Setahun, dua tahun, tiga tahun, dan… Ya, begitulah.

Hendra selalu setia menunggu. Sampai kini ia telah menjadi tua. Kita bisa melihatnya di taman setiap senja. Itulah yang diceritakan anak muda penjaga taman ketika kutanya tentang seorang laki-laki tua yang sering kujumpai di taman. Cerita mendetail yang didapat dari kakeknya, yang dulu adalah penjaga taman, yang sering ditawarkan rokok oleh lelaki itu.

Cerita cinta yang mengharukan. Menggugah perasaanku. Tapi tiba-tiba, tubuhku bergetar hebat. Aku sering menjumpai lelaki tua itu setiap senja, karena pada saat itulah aku mengunjungi taman ini pula. Dan ceritanya, tak berbeda jauh denganku. Aku tengah menanti kekasihku: Anny!

Tak jauh beda. Tak jauh beda. Tak jauh beda kisahku dengan lelaki tua itu. Hanya beda masa. Siapakah Anny? Semakin misteri buatku. Tapi aku tetap berkeyakinan ia akan datang. Dan aku tetap setia menanti Anny. Di Setiap senja, di taman ini!

“Penantian bukanlah sebuah harapan, akan tetapi penantian bisa menjadi ujung dari sebuah kisah kita hidup didunia ini marilah kawan kita merubah penantian menjadi sebuah harapan yang membuat kita untuk lebih maju menjadi kuat dalam menjalani hidup yang amat sangat terasa berat ini” (SHU)
READ MORE - Nyanyian Dikala Senja

Ternyata..!!

| | 0 komentar |
"Whatt..??" mata Lina melotot segede bola pingpong, mendengar perkataan Intan barusan. "Tolong ya.." pinta Intan memelas. Matanya ikutan kedap-kedip kayak kunang-kunang dimalam hari dan mulutnya tersenyum dengan centilnya. "Loe serius..??" tanya Lina. Intan mengangguk semangatnya sampai-sampai kuncir kudanya naik turun. Lina menghela nafas. "Tapi gw nggak janji", Intan memeluk sahabat karibnya dengan erat berharap bantuan Lina pake acara nyubit-nyubit pipi pula. "Thanks yaa darliingggg..." Lina cuma bisa pasrah dijadiin boneka sama Intan.

Lina membaca novel diteras rumahnya. Pikirannya tidak pada novel melainkan pada permintaan sahabat karibnya Intan. Si Intan naksir sama Rian, dan Intan minta tolong buat nyomblangin. Sebenernya Lina udah lumayan pengalaman soal comblang mencomblangin temen-temennya. Si Dian, dengan Tino (ketua OSIS) bisa jadian berkat Lina. Si Santi yang kuper bisa PDKT sama si Andy (kapten sepak bola sekolah) itupun berkat si Lina yang ngenalin si Santi sama Andy.

Rian, temen sekelasnya yang memang keren dan menjadi inceran cewek-cewek disekolahan. Dia pintar dan sopan. Lina cukup kagum dengan cowok ini, tapi entah sebatas kagum atau... achhh...!! yang jelas sekarang Lina harus bantuin Intan buat deket sama si Roni.

Lina berdiri dari duduknya dan hendak menelepon. Rian : "Hallo..?" Alis Lina mengkerut. Perasaan dia belum mencet HPnya sama sekali koq udah ada yang jawab "hallo..?" duluan. "Hey" Lina menoleh ke arah datangnya suara. Sambil melambaikan tangan Rian cengar-cengir ke arah Lina. Wahh.., panjang umur ne bocah, baru aj mau gw telpon. Lina pun menghampiri Rian yang sedang duduk di motornya. "Hey, koq loe kesini..??" "Kan mo ngerjain tugas sejarah. kan kamu yang nyuruh aku dateng" jawab Rian dengan kalem. Lina cuma cengengesan. Koq dia bisa lupa..?? "Yaudah, loe, ehhh... kamu masuk gihh.." kenapa Lina jadi rada Salting (salah tingkah)? gawat nech. Rian membuntuti Lina ke ruang tamu. Lina segera mengambil buku-buku sejarahnya dan duduk di depan Rian yang sedang asyik mengotak-atik laptopnya. "Ehh.., gmna kalo kita ke museum aja, biar lebih lengkap datanya" saran Rian. "Haaa..?" tanya Lina belaga bloon. "Ehh.., iya juga sich. Gud ide. Emm.., mo ke museum mana..?" "ke museum dirgantara aja. Gimana..??" Lina cuma ngangguk-ngangguk ngikutin perkataan Rian. Sebenernya dia kenapa sech..??

Lina dan Rian sesampainya dimuseum truz berkeliling. Lina mencatat hal-hal penting dan Roni memotret seluruh isi museum. Terkadang Rian iseng memotret Lina yang sedang mencatat dengan seriusnya. "Iihh.., apaan sich. Emangnya gw patung museum..??" Rian malah ngakak. "Soirr dech, abis muka kamu enak aja difoto. Kamu cantik" Lina pun menunduk malu. Mukanya memerah, ia pura-pura sibuk mencatat padahal pikirannya benar-benar kacau sekarang. Sepulangnya dari museum Rian Mengajak Lina makan bakso yang katanya wueenaakk. "Dulu aku sering makan bakso disini sama Intan" kata Rian. "UHUKK" Lina tersedak, ia meminum es teh nya sampai habis. "Intan..?? Loe dulu sering jalan sama Intan..??" Rian mengangguk. Mendadak Lina jadi lemes. Jadi Rian pernah jadian sama Intan dan Intan ngak pernah cerita apa-apa sama dia. Padahal dia kan sahabatnya..!! "Intan tuh adikku" Lina melongo. Untung aja dia nggak lgi nelen bakso, kalo iya dia udah keselek dua kali mungkin. "Aaa..dik loe..??" "Iya. Dulu pas dia masih SD sering aku ajakin makan bakso disini. Sekarang dia udah SMP, jadi sering pergi sama temen-temennya. Aku ditinggalin dech" Lina hanya bisa ber "Ooo" pelan. Ternyata adiknya, kirain si Intan..., Fughhh...

Lina duduk disamping Intan yang sedang mengerjakan PR dibangkunya. Ia meletakkan tas dan melangkah keluar kelas. "Ehh, Lin" panggil Intan. Ia Menghampiri Lina dengan senyum sumringah. “Rian sms gw. Dia ngajakin gw jalan hari ini..!!” Lina Cuma diam. Sebenernya dia pengen kegirangan kayak Intan. Tapi koq rasanya ia malah pengen nangis. “Ooh, bagus dech. Selamat ya..” Intan cemberut. “Koq loe kliatan nggak seneng sich..??” selidiknya. Lina menggelengkan kepala. “Gw seneng koq, Suer dech. Tapi gw agak puyeng hari ini. Gw ke UKS dulu ya” jawab Lina lalu pergi meninggalkan Intan yang masih kebingungan. Maafin gw Intan, gw bukan sahabat yang baek. Gw ngehianatin persahabatan kita. Gw ngak bisa ngebohongin kalo gw suka sama Rian. Bahkan jauh hari sebelum loe bilang naksir sama dia. Tapi nggak apalah, gw rela koq, asalakan kita tetep bersahabat. Lina menutup diarynya. Lalu dilihatnya foto Rian dan dirinya yang sedang nyengir di museum. Lina seneng banget hari itu, dia harap bisa jalan lagi sama Rian. “Lin, ada yang mo gw tanyain ke loe” kata Intan ragu. “Tanya aja..!!” “Loe suka nggak sama Roni..??” Lina diem. Ia nggak ragu. “Sebenernya bukan gw yang ingin nanya” alis Lina mengkerut. “Jadi siapa..??” “Rian” Lina melirik sebal kearah Intan dan Rian, terutama Rian. Mereka berdua sudah membohongi Lina dengan pura-pura Intan minta dicomblangin ke Rian. Padahal itu semua cuma sekenario Rian buat ngebuktiin sebenernya Lina suka nggak sama dia. “Maaf ya Lin..” ujar Intan takut-takut. Lina nggak ngejawab. “Ini semua salah aku Lin. Aku pakai cara bodoh kayak gini. Maaf ya..!!”. Kali ini Rian yang ngomong. Lina menghela nafas. “Buat apa sih kamu pke acara bohong-bohong segala kayak gini. Aku lebih suka terus terang”. “Jadi kalo aku terus terang kamu mau nerima aku..??” Lina tersenyum centil. “Tergantung kamu bisa ngejar aku nggak” jawabnya sambil lari sekenceng-kencengnya disusul Rian. “Yach, nasib gw dech ditinggalin” ujar Intan pasrah. “Siapa bilang..? ada gw koq..” Nino mengeluarkan rayuannya. *****
READ MORE - Ternyata..!!

Surga Di Bumi

| Kamis, 22 April 2010 | 0 komentar |
Tirai kehidupan tiba-tiba saja tersibak
Teka-teki misteri perlahan terkuak
Dan cahya terang merasuk ke kamarku yang suram
Aku melongok keluar jendela, untuk menyaksikan

Lalu kulangkahkan kakiku mengitari kota
Menghirup napas kebebasan yang melegakan
Dan dunia serasa berubah

Sebab semua menjadi lebih indah
Walau hati ini masih berkandung gundah
Semangatku seakan membuncah
Dan mimpiku berkecambah

Jalanku menjadi lebih terjal, tetapi sekarang jelas
Hutan mana yang mesti kuterabas
Tak peduli sakit ataupun panas
Segalanya kuterima dengan hati puas

Sebab Rajawali takkan tumbuh jika takut terbang
Dan mentari tak ditakdirkan sembunyi di balik awan
Jika manusia enggan berjuang,
Lalu apa yang didapatkan, kecuali putus asa dan kesedihan

Hari ini, aku hidup demi mimpiku sendiri
Hari ini, mimpiku lebih berharga dari segalanya
Untuk membuktikan bahwa aku benar
Bahwa keberanian melahirkan keberhasilan

Ketekunan melampaui semua kekuatan
Dan kejujuran bukanlah kelemahan
Hanya satu jawabnya,
Mahkota Sang Raja di istana mesti digenggam

Tapi suatu saat nanti, aku ingin hidup untuk orang lain
Dadaku selalu sesak melihat anak-anak jalanan
Mereka mengemis dan kelaparan
Dan ibu yang menangis tertahan

Saat bencana datang tanpa peringatan
Mereka yang tertindas memohon pertolongan
Untuk keadilan yang tak jua datang
Oh, bangsaku yang wajahnya tercoreng arang

Tunggulah, jika saatku tiba
Saat aku cukup kuat menanggung beban
Saat kata-kataku bukan lagi angin yang tak dipedulikan

Aku ingin membangun surga
Di atas bumi yang tak sempurna
Dimana semua orang bisa bahagia
Saling berbagi, walau hanya sejumput doa

Sekarang, mungkin tanganku terulur lemah
Dan hanya bisa kusampaikan keluh kesah
Tapi, mimpi untuk suatu saat nanti
Takkan boleh mati, Mesti jadi abadi
READ MORE - Surga Di Bumi

Hidup oOh Hidup

| | 0 komentar |
Matahari hampir terbit sempurna saat kami duduk berdampingan dipondokan itu. Aku banyak membaca cerita bahwa pemandangan seperti ini mempunyai kesan indah dan romantis. Tapi sungguh aku tidak bisa melihat ada kesan romantis sama sekali dengan pemandangan yang ada didepanku ini. atau kami terlalu sibuk dengan kesusahan dan pikiran kami masing masing. Aku dan beberapa pengungsi lainnya sudah terlalu letih dan sedih dengan kejadian yang menimpa kota kami.
Tidak beberapa lama yang lalu sebuah getaran hebat terasa didaerah kami. Saat itu aku dan istriku sedang berada didalam rumah menikmati waktu istirahat kami dari aktifitas sehari hari. Bahkan kami sedang bercumbu diruang tamu saat getaran itu begitu terasa kedalam tubuh kami. Sesaat aku mengira cinta yang begitu besar kepada istriku membuat tubuhku dan tubuhnya bergetar. Seperti malam pertama bulan madu dulu gitu deh. Setelah istriku mendorong tubuhku kebelakang membuatku terjatuh dari sofa baru aku menyadari arti lain dari getaran itu.
“kang,keknya ada gempa deh..” ucap istriku sambil menatap kelangit langit rumah.
“hah...ahhh..lagi asyik asyiknya..” aku juga menyadarinya tetapi berusaha menenangkan wajah istriku yang pucat. Aku merasakan perasaan yang tidak enak.
“serius atuh kang..ampe terasa ketulang nih..” istriku lalu merangkak kearahku dan memeluk tubuhku dilantai.
“mungkin hanya gempa kecil..tenang saja raden ayu..muaah” ucapku sambil balas memeluk istriku dan menciumnya dikening. Walau perasaan tidak enak didalam hatiku semakin besar. Entah karena kondisi yang tergantung atau memang firasat buruk bahwa kejadian buruk akan menimpa.
Getaran itu telah hilang dan sepertinya suasana juga begitu hening. Jika ada sesuatu maka tentunya tetangga tetangga kami juga pasti akan memperingatkan. Tapi saat itu malam hari, dan bagi beberapa orang yang sudah terlelap tentunya tidak akan menyadari gempa itu. Malah beberapa pasangan yang sedang asyik tentu malah makin menikmati persenggamaan mereka dengan getaran tambahan itu, jika kamu mengerti maksudku. Aku merasa jengkel dengan kejadian alam ini, apa gak bisa nunggu setelah aku selesai sayang sayangan dengan istriku ini.
Kami belum lama menikah, alias pengantin muda kalau orang bilang. Jadi mungkin otakku masih berada didaerah kawasan bagian kelamin saja. Wajar kan bagi seorang lelaki muda yang menjaga dirinya sampai menikah lalu menikmati surga dunia yang diberikan Tuhan. Lalu gak ada salahnya jika aku menikmati setiap waktu bersama pasanganku bercinta dan bercinta. Oke, aku merasa gak objektif dalam hal ini. sekarang ada gempa dan wajah istriku pucat, hai lelaki aku menunjuk kepada diriku sendiri bertanggung jawablah memberikan perlindungan kepada istrimu.
Aku mengangkat tubuhku untuk berdiri dan memapah istriku berjalan kepintu depan rumah kami. Setelah kami berdiri diteras rumah kami menatap daerah sekeliling dan memperhatikan rumah tetangga. Beberapa orang terlihat berdiri diluar rumah. Sepertinya merasa khwatir seperti istriku saat ini. Aku berteriak kepada seorang lelaki yang berada dibelakang pagar sebuah rumah didepan kami.

“pak..gempa ya...” ucapku dengan nada sedikit keras tapi masih sopan.
“iya sepertinya..” jawabnya sepertinya lelaki itu masih merasa bingung.
“penghuni rumah suruh keluar aja pak...jangan ada yang didalam..siapa tau ada gempa susulan..” teriakku kembali memperingatkan.
“oh iya..bu bu..si adi masih tidur keknya...bangunkan bu..” ucapnya bergegas kepada istrinya.
“lah itu tugas bapak lah...masak ibu...gak mau ibu..bapak masuk sana..” jawab istri lelaki itu dengan wajah sebal.
“oh iya ya...maaf maaf bu...abis panik aku..” jawab suaminya salah tingkah.
“dasar...” jawab istrinya sambil melengus masuk mengikuti suaminya dari belakang masuk kedalam rumah.
“kang...apa benar nanti ada gempa susulan?.” Tanya istriku kepadaku dengan tangannya menggengam erat pergelangan tanganku.
“aduh...aku gak tau raden ayu..tapi jika kamu gak berhenti nyakitin tanganku..nanti dikamar kita ada gempa yang lebih hebat yang akan kamu alami” ucapku menggoda istriku.
“gerrrrr..dasar lelaki...itu aja pikirannya.” Jawab istriku sambil mencubit pinggangku sampai aku terlompat.
Dua orang lelaki yang berpakaian seragam satpam dan seorang lelaki tua berpeci lewat dengan sebuah sepeda. Wajah salah satu satpam itu tidak bisa menyembunyikan kepanikannya, sedangkan dua orang lainnya sepertinya tenang dan menyembunyikan kecemasan mereka. Mereka berhenti ditengah jalan didepan rumah kami lalu menyelidiki daerah sekeliling. Tidak mengharapkan kejadian buruk terjadi didaerah itu. Dengan tenang bapak yang berpeci itu memperingati setiap penghuni rumah yang berdiri diri didepan rumah untuk sementara waktu berteduh ditengah jalan. Lalu pergi kerumah rumah yang sepertinya ada penghuninya tapi tidak menyadari gempa itu.
Kami menuruti nasehat bapak itu yang kami kenal sebagai pak rt di kawasan perumah ini. sepertinya bapak ini melakukan tanggung jawabnya dengan baik. Bukan sebagai simbol dan pejabat yang mengurus uang KTP saja. Atau hal hal seperti itulah dalam pikiranku. Aku bisa menebak bapak ini terlebih dahulu telah mengamankan keluarganya lalu dengan cekatan memanggil kedua satpam itu. Lalu berkeliling perumahan memperingati warganya. Sungguh mulia dirimu wahai pak rt tetap dalam pikiranku.
“bu..tadi gempanya terasa sekali ya..” ucap istriku kepada seorang wanita yang berada didekatnya. Wanita yang diajak bicara sepertinya masih bingung karena suaminya masih berada didalam rumah. Suaminya bersikeras untuk menelepon seseorang dari dalam rumah. Wanita itu hanya diam disana memeluk anaknya yang sepertinya terlalu mengantuk untuk menyadari keadaan sekelilingnya.
“hah..oh iya...” jawab wanita tersebut.
“suaminya masih didalam ya bu?” tanyaku kepadanya.
“iya..” jawabnya sepertinya masih cemas.
Suami dari ibu ini terkenal dikawasan kami sebagai orang yang keras dan kolot. Pernah satu kali dalam rapat warga suami ibu ini berdebat dengan sengit terhadap warga lain. Kami mengira akan terjadi perkelahian fisik dalam proses musyawarah ini. mungkinkah terjadi bak bik buk jeder... tapi sepertinya suasana panas itu tidak berkembang menjadi anarki. Karena kami yang berkumpul disana adalah para lelaki yang sudah berpengalaman dan dewasa. Menganggap perkelahian semacam itu adalah kebudayaan barbar dan harus dihindari. Apa? kamu penasaran dengan perdebatan sengit itu?. Oh itu, sebenarnya masalah sepele saja. Bapak itu berdebat kalau sebaiknya makanan yang dihidangkan saat rapat adalah pisang goreng dan kopi bukan pizza hut dan coca cola seperti biasanya.
“mau saya panggilkan bu?.” Tawarku kepada wanita muda itu.
“ganjen...” istriku berbisik sambil kembali mencubit pinggangku. Kali ini lebih keras dari biasanya, aku hanya bisa menahan rasa sakit dan tersenyum kecut.
“eh..eh..gak usah..bentar lagi juga keluar” jawabnya bingung melihat wajahku yang meringis.
“efhh..yha shudafff” istriku adalah wanita yang pencemburu kelas berat. Jika ada kejuaraan cemburu maka kurasa istriku telah menjadi juara bertahan selama tiga tahun. Tapi mungkin karena hal itu aku jatuh cinta kepadanya, dia membuatku merasa istimewa dan spesial.
Tidak beberapa lama kemudian seorang pria tua keluar dari rumah disamping rumah kami. Langkahnya sedikit tertatih, mungkin karena usianya yang sudah kepala empat. Tapi istrinya masih muda dan cantik, bahkan badannya masih bisa dibilang seksi dan menarik. Suatu paduan suami istri yang tidak seimbang, karena hal itu banyak gosip berseliweran mengenai pasangan ini didaerah perumahan ini. walau tentunya aku tidak mengetahuinya, aku terlalu sibuk untuk memperhatikan istriku dan pekerjaanku disalah satu perusahaan swasta dikota ini.
“kok lama pak...sudah teleponnya” tanya istrinya.
“sudah dek..bung..saya baru saja menelepon teman saya bekerja dipemerintahan dan sepertinya ada peristiwa buruk sedang terjadi.” Jawabnya kepada istrinya lalu berkata kepadaku.
“apa tuh bang” aku memanggilnya abang karena dia suka dipanggil abang.
Abang ini terlahir sebagai suku batak, dan dari sifatnya yang keras, abang ini senang bila ada orang yang menghargainya dan menghormatinya. Dan saya termasuk orang yang didalamnya. Kalau sore telah tiba sering terdengar suara musik dari rumah beliau, pernah satu kali saya bertanya arti dari lagu lagu itu. saya terkejut karena arti dari lagu itu selalu yang sedih dan suram. Ada yang tentang anak yang disekolahkan mamaknya jauh dinegeri seberang juga ada yang tentang seorang lelaki yang patah hati karena wanita yang dicintainya menikahi pria lain lalu bersumpah tidak akan menikah selamanya saking cintanya. Ya, suram suram seperti itulah, sesuatu yang memberikan perspektif baru memandang suku batak. Walau jingar tetapi hatinya metal...melo total.
“ditengah kota..beberapa gedung hancur dan beberapa pertokoan hancur ketanah..temanku menasehati kita untuk berteduh didaerah sana” jawab abang itu menunjuk kesebuah daerah tanah lapang yang terletak agak jauh dari perumahan kami.
“bah..ada korban jiwakah bang?” tidak sengaja kebiasaanku memakai logat batak saat berbicara dengan abang ini keluar.
“tidak dapat dipastikan...tapi sepertinya banyak bung..sebaiknya kita memperingati kepala desa lalu bergegas mengungsi” jawabnya lalu berjalan cepat mengejar langkah pak rt yang sedang menggedor pintu rumah tidak jauh dari tempat kami berdiri.
“waduh..raden ayu disini ya sama adek ini..kang bantu abang dulu..” ucapku kepada istriku yang terpelongo mendengar kabar barusan. Tetapi sepertinya genggaman semakin erat sepertinya tidak ikhlas melepaskan kepergianku.
“tenang atuh wahai istriku..gempanya da lewat..kakang harus bantu yang lain..”ucapku berusaha menenangkannya. Rasa patriotisme dan kebersamaan bergemuruh didadaku, aku ingin membantu sebisa mungkin walau aku tidak tahu apa yang bisa kubantu. Seperti kata iklan di tipi tipi yang penting taste,bung. Setelah istriku melepaskan pegangannya aku bergegas menyusul langkah abang.
Setelah sampai ditempat abang dan rombongan pak rt berdiri. Tiba tiba sebuah kernyit terasa dijantungku, sesuatu firasat buruk. Aku membalikan badanku dan menatap kearah belakangku. Disana aku melihat istriku dan istri abang ini berdiri berdekatan. Sesaat aku merasa lega, akan tetapi firasat buruk ini tidak kunjung hilang. Sejenak aku ingin kembali berjalan kearah istriku yang begitu cantik dan seksi itu dan memeluknya akan tetapi pikiranku untuk membantu sesama menghilangkan niatku.
Aku mendengar pembicaraan abang itu dengan kepala rt, dan dari situ bisa kusimpulkan bahwa kemungkinan gempa susulan bisa saja terjadi tidak lama lagi. Dan pemerintah setempat memperintahkan warga untuk mengungsi kedaerah luas yang tidak ada bangunan. Daerah yang tepat untuk itu adalah daerah rumput tempat beberapa peternak kerbau didaerah kami memberi makan ternaknya. Terlalu jauh jika dilalui dengan berjalan kaki, tetapi jika warga bersama sama berjalan kesana mungkin lebih aman dibandingkan tetap berdiam ditempat ini.
Tiba tiba getaran kecil terasa dikepalaku, semua yang kupandang dimataku bergoyang kecil. Tidak sebesar goyang ngebor inul atau goyang hip hopnya britney spears. Tapi goyangan yang cukup membuat jantungku bekerja lebih cepat. Pegangan dikakiku terasa lemas, sepertinya tanah yang kuinjak memberikan sensasi mabok tuak seperti saat aku minum minum dengan abang ini. sesuatu yang membuat istriku mengguyurku dengan air keran saat aku pulang waktu jaga malam waktu itu. aku masih beruntung, si abang malah dihukum istrinya tidak dikasih jatah selama sebulan. Meski abang itu sudah beralasan bahwa itu unsur ketidak sengajaan akan tetapi abang itu tidak bisa melawan. Selama sebulan abang itu terlihat lesu dan lemah. Sejak itu kami berjanji untuk tidak mabuk lagi, segelas sih boleh melepas kerinduan kampung halaman alibinya.
Semakin lama goyang inul itu semakin besar dan keras. Pohon pohon didekat kami sepertinya menikmati getaran itu dan terlihat miring tidak normal. Suara teriakan bergema disekeliling kami. Abang dan pak rt terjongkok ditanah dijalan. Aku berusaha untuk tetap bisa berdiri dan mencari sosok istriku dibelakang. Jarak kami tidak jauh tapi didalam hati dan pikiranku begitu jauhnya sehingga membuat perasaanku takut dan terkecam. Aku berdoa kepada tuhan untuk melindungi istriku. Aku bisa melihat tidak terlalu jauh disana istriku dan istri dan anak abang ini berpelukan ditanah.
Kepanikan terjadi, aku melihat abang itu merangkak berjalan kearah istri dan anaknya. Aku ingin mengikutinya dari belakang akan tetapi mataku menangkap sesuatu hal. Disamping kananku dari arah sebuah rumah besar seorang perempuan terjongkok tepat disamping sebuah mobil yang terparkir didalam rumah. Perempuan itu menutup matanya dengan kedua tangannya tidak melihat sebuah pohon besar bergoyang begitu kencangnya sehingga sepertinya akan roboh kearah mobil itu. sekilas aku menatap kearah istriku, lalu memutuskan bergerak cepat kearah perempuan yang ketakutan itu.
Kejadian itu begitu cepat, aku tidak tahu berapa lama gempa itu berlangsung. Tetapi didalam pikiranku saat itu hanya ingin menolong perempuan didekat mobil itu sebelum pohon besar itu jatuh dan menimpa dirinya. Semua hal bergoyang goyang, bahkan sudut pandang mataku tidak bisa mengkonsentrasikan kepada satu titik. Aku berdiri dan bergerak sebisa mungkin kearah perempuan itu. suara teriakan teriakan dan bangunan runtuh ketanah tidak kupedulikan. Setelah berada didekat perempuan itu bunyi batang pohon patah terdengar. Dengan cepat aku memeluk tubuh perempuan itu dan mendorongnya tubuhnya ketanah dengan tubuhku berada diatasnya.
Batang pohon itu jatuh mendarat tepat diatap mobil. Bunyi kaca pecah meletup diatas punggungku. Pecahan kaca berterbangan bercampur dengan daun daun yang melayang jatuh ketanah. Sesaat aku merasakan menyentuh benda empuk yang berada dibawah tubuhku, lumayan rejeki tambahan pikirku. Setelah meyakinkan perempuan dibawahku ini bernafas aku tidak punya pilihan selain memeluk wanita yang tidak kukenal ini berharap dia tidak mengalami cidera dan berdoa kepada tuhan juga melindungi istriku disana. Kesadaranku sepertinya semakin hilang, seiring dengan menghilangnya getaran gempa itu.
Aku terbangun dipondokan itu beberapa jam kemudian. Aku berusaha bangkit dari rebahanku, tapi tangan seseorang yang kukenal melarangku. Wajah istriku yang pucat tetapi tetap terlihat cantik dan manis berada diatas wajahku. Dia menangis dan sepertinya bersyukur aku masih hidup. Istriku memelukku, lalu aku menyadari rasa sakit dipinggangku. sepertinya sebuah ranting pohon menusuk pinggangku saat benturan tadi.
Istriku bercerita bahwa setelah gempa itu menghilang dia dan abang serta keluarganya mencariku dibawah pepohonan itu. beberapa warga membantu mengangkat batang pohon itu. setelah melihat tubuhku terbaring berlumuran darah, istri abang ini yang berprofesi suster memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan dengan merobek dasternya lalu memperbanku dengan sobekan itu. Setelah itu abang itu menggendongku sampai kepondokan yang ada didaerah lapangan luas ini.

“nasib perempuan itu gimana?” tanyaku kepada istriku.
“selamat...tuh dia disana dengan warga lain” jawab istriku mengusap air matanya.
“ohh...baguslah” jawabku lega dan bersyukur kepada Tuhan istriku sepertinya tidak mengalami cidera apapun.
“kang..” ucap istriku.
“ya raden ayuku..” ucapku menggenggam erat tangan istriku.
“kalau tadi tidak ada abang dan kakak itu..aku gak tau..” kembali istriku terisak menangis.
“hus hus..sudah sudah..kita berdua selamat...kita harus bersyukur...” ucapku menenangkan dirinya.
“kang....” ucapnya beberapa saat setelah kami berdua sibuk memikirkan beberapa hal.
“apa den ayuu..” ucapku manja.
“lain kali..kalo mau beraksi jadi superman..bilang bilang ya.” Ucapnya memberikan lelucon.
“bah...dasar..muaahhh..aduhhh..aduhhh..” aku berusaha mencium istriku. Tetapi sakit dipinggangku menghentikan pergerakan tubuhku.
Tidak terlalu jauh dari tempat kami mengungsi. Beberapa rumah besar dikawasan rumah kami hancur. Beberapa dari rumah itu telah menjadi keping keping bebatuan. Pohon pohon besar tercabut atau patah dari tanah dan berserakan ditanah. Tiang tiang listrik yang patah dari kabelnya menimbulkan percikan api. Ada dua rumah terbakar, tetapi karena rumah itu tidak berdampingan dengan rumah lain kebakaran itu tidak merembet. Suasana gelap dan sunyi, cahaya api dari kebakaran rumah itu menyinari daerah perumahan itu. rumah yang kami huni pun sepertinya tidak luput dari bencana ini dan telah menjadi puing puing reruntuhan. Tetapi itu masalah lain yang harus kami pikirkan nanti.
READ MORE - Hidup oOh Hidup

Johan'z & Burung Kenari

| | 0 komentar |
Awan biru terlihat berarak melintasi sebuah desa kecil yang bernama Gergunung. Di desa itu tinggalah seorang petani bersama istri dan seorang anak laki-lakinya yang bernama Johan. Bapak Johan bernama Seno sedang Ibunya adalah Wulan. Pak Seno dan bu Wulan sangat menyayangi Johan. Setiap kali pergi ke ladang untuk mencari ubi mereka selalu mengajak Johan. Ditengah-tengah kegiatan mereka mencari ubi, Johan berteriak kegirangan dan menarik lengan bapaknya “Pak itu apa namanya” Johan menunjuk binatang yang hinggap dipohon Mahoni. “Itu burung kenari nak”. Nampak seekor burung kecil dengan bulu yang indah suaranya pun merdu. Meski sudah sering menjelajah ladang bersama kedua orang tuanya namun Johan baru kali ini melihat ada burung yang seperti itu. Selang beberapa menit anaknya bertanya lagi “Kalau itu suara apa bu’?” Bu Wulan mencermati suara yang dimaksud anaknya “Itu suara burung kenari yang kau lihat tadi anakku”. Penuh rasa keingintahuan memang anak pasangan Pak Seno dan Bu Wulan itu. Sungguh beruntung Johan yang memiliki orang tua penyabar dan berilmu hingga dapat menjelaskan banyak hal yang belum diketahuinya. Dalam perjalanan pulang Johan bertanya lagi saat melihat onggokan rumput kering yang disusun membentuk setengah lingkaran “Terus..kalau ini apa pak” Pak Seno menjelaskan dengan rinci bahwa itu adalah rumah atau sarang burung kenari yang tadi telah dilihat dan didengar oleh anaknya. Bertambah takjub lelaki kecil itu akan burung yang bernama kenari, bulunya indah suaranya merdu rumahnya pun unik pikirnya.
Sampai dirumah Johan mendadak berlari menuju teras rumah dan memanggil bapak dan ibunya untuk segera keluar “Pak lihat itu burung apa, suaranya bagus sekali” “Nak itu kan burung kenari sama seperti yang kau lihat diladang tadi, hanya saja berbeda warna”. Semua peristiwa yang pernah dilalui oleh keluarga itu selalu dicatat dalam sebuah buku kecil yang disimpan Pak Seno di dalam lemari pakaiannya. Ini bertujuan kelak anaknya mempunyai sebuah bacaan tentang masa lalunya. Masa lalu yang penuh pelajaran. Ilmu memang tak hanya ada di bangku sekolah. Ilmu bisa datang darimana saja, kapan saja dan diajarkan oleh siapa saja.
Hari terus berlalu Johan kini sudah semakin besar. Tapi kini Johan menjadi anak yang sering marah kepada orang tuanya. “Pak, Johan kini sudah besar, kita juga sudah mendidik semampu kita kira-kira dia bisa menangkap semua itu nggak ya pak bagaimana kalau kita beri dia ujian semacam tes tapi tidak pakai soal tertulis?” Bu Wulan mengutarakan maksud hatinya untuk menguji sejauh mana anak mereka telah berhasil menyerap hal-hal yang selama ini telah mereka ajarkan. “InsyaAllah dia mampu merekamnya dengan baik bu’ usul ibu bagus juga” Pak Seno setuju dengan usul istrinya. Ia memilih untuk melakukan tes kesabaran kepada anak semata wayangnya tersebut.
Suatu hari Pak Seno dan Bu Wulan mengajak anak mereka itu pergi keladang seperti yang biasa dilakukan ketika Johan masih kecil dulu. Sampai diladang Pak Seno menunjuk seekor burung yang hinggap di pohon Randu “Itu burung apa ya nak namanya?” Pak Seno sengaja pura-pura tidak tahu. “Oh…itu burung Kenari pak” Jawab Johan singkat tanpa ekpresi. Setelah itu giliran ibunya yang bertanya “Kalau itu suara apa ya nak?” Bu Wulan bertanya sehalus mungkin dan ingin segera tahu bagaimana reaksi anaknya, apakah akan dijawab sesingkat jawaban atas pertanyaan suaminya tadi atau ia akan mendapati jawaban yang lembut. ”Ah ibu…itu kan suara burung kenari, masa tidak tahu sih” Johan menjawab pertanyaan ibunya dengan nada kesal. Dalam hati Johan menggerutu “Katanya sudah hafal segala bentuk dan rupa yang ada di ladang ini tapi buktinya masih tanya juga” Ketika memanjat pohon Pak Seno memperlihatkan sarang Kenari kepada anaknya dan menanyakan kepada anaknya apakah benda yang dipegangnya itu ”Kalo ini” Johan semakin jengkel dengan orang tuanya ”Bapak dan ibu ini bertanya terus sih, jelas-jelas itu sarang Kenari kok masih bertanya”. Melihat respon anaknya Pak Seno dan Bu Wulan sedikit kecewa karena anak yang telah mereka didik dengan kasih sayang kini tak memperlihatkan hasil yang membanggakan seperti yang mereka harapkan.
Akhirnya mereka bertiga pulang. Johan langsung menuju kamarnya untuk bersantai, tapi bapaknya memanggil agar segera ke teras rumah “Nak sini, coba lihat kalau itu burung apa ya?” “Bapak ini kok pikun tho itu kan burung Kenari sama seperti tadi” Johan hilang kesabaran dan menjawab pertanyaan bapaknya dengan kasar. Pak Seno terdiam, sejenak kemudian ia mengambil buku kecil yang ada di lemari pakaian lantas menyerahkan kepada anaknya untuk dibaca. “Bacalah nak” Johan menuruti permintaan bapaknya dan mulai menangis. Dingatnya kembali bahwa dulu ternyata ia juga selalu bertanya kepada kedua orang tuanya tetapi selalu dijawab dengan halus tidak seperti dirinya sekarang yang menjawab dengan kasar dan tidak sabar. Johan membayangkan betapa sering dirinya telah bertanya sedari kecil hingga sekarang. Tentu banyak pengetahuan yang berasal dari jawaban berbumbu sabar dari kedua orang tuanya. Tak hanya itu ia yakin bahwa selama ini polah tingkahnya kerap membuat bapak atau ibunya kesal namun Johan sama sekali tak pernah mendapat bentakan atau cacian kasar.
Ketidak sabaran Johan dan jawaban ketusnya berbanding terbalik dengan apa yang pernah dilakukan orang tuanya. Tangis Johan semakin menjadi ia malu pada bapaknya ia sedih mengingat jasa ibunya. “Allah pasti marah padaku karena telah jadi anak yang tidak sabar” Johan benar-benar sedih melihat kelakuannya sendiri. Pak Seno tak tega juga melihat anaknya sesenggukan daritadi, diraihnya tangan kecil Johan “Nak…orang sabar itu disayang Allah, maka dari itu kita harus sabar”. “Iya pak, Johan salah”. Bu wulan yang diam daritadi kini angkat bicara “Ya sudah yang penting hari ini kita sudah mengingat lagi pelajaran tentang sabar dan kita semua harus mengamalkannya, bukan begitu pak?”. Pak Seno yang ditanya mencoba menjawab dengan sedikit guyon demi menghentikan tangis anaknya. Sembari bergaya dia berucap “That’s righttttt bu’” Melihat aksi itu Johan dan bu Wulan tertawa cekikikan.


"SETIAP PERBUATAN YANG SELALU MENJADIKAN ITU KEBAIKAN, PASTI AKAN MENDAPAT AKHIR YANG BAHAGIA..!!"
READ MORE - Johan'z & Burung Kenari

Inspirasi

| | 0 komentar |
Beberapa hari ini, Rena kelabakan. Ia mendapat tugas mengarang dari guru bahasa Indonesianya. Padahal, tuh anak paling alergi sama yang namanya karang mengarang.
“Aduh, Rio, gimana nih? Gak ada inspirasi yang lewat di kepalaku nih,” Rena mengeluh pada Rio, sepupunya yang sekolah di STM.
Rena dan Rio emang sepupu yang kompak. Meskipun rumah mereka agak jauhan, tapi mereka sering main bareng. Rena sering maen ke rumah Rio. Rio juga sering maen ke rumah Rena. Rio orangnya cuek, tapi enak diajak curhat. Yang jelas, Rena bisa bercerita panjang, lebar, luas, dan dalam sama Rio. Rio nggak akan menyuruhnya berhenti cerita. Ia nggak keberatan ngedengerin curhatannya Rena, karena ia sadar sepenuhnya kalau sepupunya yang satu itu emang rada-rada eror dan agak kurang perhatian.
“Ya jelas aja nggak dapat inspirasi. Orang dari tadi bengong terus. Gaul dong….gaul! Siapa tahu inspirasi akan datang dengan sendirinya,” kata Rio asal, sambil terus asyik dengan rangkaian elektronik yang entah diembatnya dari mana.
Rio suka dengan alat-alat elektronik. Nggak salah dia masuk sekolah kejuruan. Saking sukanya, pernah dia tidur memeluk solder yang menyala. Alhasil, tangannya melepuh selama seminggu. Rasain, he…he…!
“Emangnya inspirasi mau diajak gaul? Dimana pula bisa kutemui dia?” jawab Rena juga asal.
“Ya nggak tau. Emang kamu biasanya nemu inspirasi di mana? Di taman, di mall, di sekolah, apa di kolong jembatan?” tanya Rio tanpa sedikit pun mengalihkan perhatiannya dari kabel merah dan biru yang terpasang pada papan rangkaian listrik yang dipegangnya.
Lagaknya udah kayak Jet Li di film High Risk saja, saat harus memilih kabel mana yang harus dipotong agar bom di badan kekasihnya tidak meledak.
“Ya, itu dia masalahnya. Semua inspirasi tampaknya sudah bosan sama aku. Jadi nggak ada yang mau menyapaku lagi. Rio, bantuin dong!” kata Rena memelas.
Tiba-tiba, Rio menoleh dengan senyum penuh arti.
“Eh, Ren, aku ada ide,” katanya.
“Oya, Ide apaan?” tanya Rena penasaran.
“Ide gaul pokoknya. Tapi mahal nih sogokannya,” kata Rio dengan licik.
“Huh, dasar mata cokelat. Pasti minta cokelat lagi,” tebak Rena.
Rio emang biasanya pasang tarif kalo ada yang curhat ma dia. Lumayan nggak mahal-mahal sih. Paling cuma minta cokelat beberapa batang. Sebenarnya, Rio bukan penggila cokelat. Tapi dia suka bagi-bagi cokelat ke teman-temannya, terutama teman cewek. Dan pasti lebih asyik kalau dia nggak perlu ngeluarin duit buat beli coklat yang mau dibagi-bagiin itu.
“Eh, enggak kok. Sekarang aku lagi butuh IC, LDR, LED, transistor, dan beberapa komponen elektronik yang lain. Cokelatnya ntar aja nyusul,” kata Rio.
Tanpa dikatakan pun, Rena udah paham apa maksudnya. Maksudnya adalah Rena harus merelakan sisa uang dalam dompetnya yang udah tipis untuk digunakan Rio membeli komponen-komponen elektronik, sebangsa IC, LDR, LED, yang tadi udah dia sebutin. Sebenarnya Rena sayang juga sih. Mengingat sekarang kondisi keuangannya sedang kembang kempis.
“Tapi idenya gimana dulu? Ntar kuputusin apakah aku rela mengorbankan sisa-sisa harta yang begitu berharga ini ke dompet kamu,” kata Rena.
“Idenya gini: Besok sore jam setengah empat, kamu ikut aku ke sekolah. Besok bakalan ada latihan ekstra basket. Kamu nonton aja di pinggir lapangan. Ntar sapa tau dapat inspirasi buat nulis. Gimana? Gaul kan ideku?” tanya Rio.
Ia terlihat bangga sekali dengan idenya yang sebenarnya biasa-biasa aja itu.
“Gaul apanya? Masa aku harus bengong di pinggir lapangan, nonton kamu sama teman-temanmu maen basket. Ya mendingan aku maen basket sendiri,” kata Rena kesal.
"Yeee, kamu ini gimana sih? Kalau maen basket sendiri, mana bisa dapat inspirasi. Tapi kalau kamu memperhatikan kami yang muda-muda ini bermain basket, siapa tau tiba-tiba inspirasi datang menyapa,” kata Rio mencoba meyakinkan Rena.
“Enak aja! Emangnya aku udah tua? Pake bilang yang muda-muda segala,” kata Rena sewot.
Rio pun tertawa.
“Ya nggak gitu sih maksudku. Tapi kalau kamu nangkapnya gitu ya syukurlah, berarti sadar diri,” kata Rio penuh kemenangan.
Rena benar-benar jengkel. Ia melemparkan bantal kursi ke arah Rio, tapi Rio cepat mengelak sambil tertawa mengejek.
“Dasar sepupu sableng!” umpat Rena.
Dalam hati, Rena mengakui bahwa ide Rio tadi cukup bagus juga. Lagipula, ia tak tahu lagi harus melakukan apa untuk mendapatkan ide. Akhirnya, Rena memutuskan untuk ikut Rio ke sekolahnya besok sore. Meskipun harus dengan mengorbankan sisa-sisa uang dalam dompetnya.
Keesokan harinya, jam tiga seperempat sore, Rena telah siap di teras rumah. Ia membawa bekal seadanya, yaitu sebuah buku tebal dan selusin pulpen berbagai modal. Rena tidak ingin di tengah-tengah menulis, tiba-tiba pulpennya ngadat dan tulisannya terhambat.

Sebenarnya Rena pengen bawa laptop kakaknya, tapi apa daya hari itu kakaknya lagi pelit. Jangankan minjemin laptop, minjemin recehan buat ngasih pengamen aja ogah. Ya gimana mau minjemin? Pengamennya aja seabrek. Datangnya pun silih berganti. Begini nih kalau masyarakat Indonesia belum sejahtera. Dimana-mana orang sibuk mencari kerja yang entah ilang kemana. Akhirnya, orang-orang yang udah bosan cari kerja itu pun memilih jadi pengamen.
By the way, Rio mana ya? Nggak biasanya tuh anak ngaret. Tuh bener kan? Baru diomongin udah muncul. Gila, nih anak penampilannya serba hitam. Kaos, celana, jaket, kacamata, sepatu, kaos kaki, helm, bahkan motornya juga hitam.
“Eh, Rio, kamu tuh mo basket apa mo ke pemakaman?” tanya Rena usil.
Rio cuma senyum-senyum aja menanggapinya.
“Udah jangan berisik, sekarang cepetan berangkat,” kata Rio.
Akhirnya, Rena naik ke boncengan Rio, lalu mereka pun melaju ke sekolah Rio. Sekolahnya nggak terlalu jauh, sekitar tiga kiloanlah. Tapi harus masuk sedikit ke gang. Nggak masalah sih. Gang itu cukup lebar, jadi motor bisa masuk dan jalan terus sampai ke sekolah. Tapi di luar dugaan Rena, di depan gang Rio menghentikan motornya.

“Ren, kamu turun sini aja, ya. Ntar kamu jalan aja ke sekolahku, oke? Tuh, bentar lagi juga nyampai kok,” kata Rio.
“Emangnya kenapa?” tanya Rena tak mengerti.
“Ya elah, Ren. Aku kan cowok idola di sekolah. Kalau ketahuan bonceng cewek, bisa-bisa para fans protes. Ntar malah membahayakan kamu sendiri. Tau kan gimana ulahnya fans berat?” kata Rio dengan sombongnya.
Uuuuhhh… Rena kesal banget. Pengen dijitaknya sepupunya itu.
“Dasar, harusnya kamu bangga dong bonceng cewek cakep kayak aku ini,” kata Rena tak kalah sombong.
Emang dasar dua manusia ini sombongnya selangit. Emang dasar… emang dasar… emang dasar loe cacingan… gitu katanya Wali. Hehehe..
“Lha terus nanti kita ketemu dimana?” tanya Rena.

“Ya nggak usah ketemu. Ntar kamu duduk-duduk aja di pinggir lapangan, sementara aku ma temen-temen maen basket. Ntar kita pura-pura nggak saling kenal aja,” kata Rio.
“Sialan nih anak. Kok aku ditelantarkan...,” kata Rena jengkel.
Rena ngomel-ngomel nggak karuan, tapi Rio udah buru-buru mengegas motornya dan melaju meninggalkan Rena. Dengan bersungut-sungut, Rena pun melangkahkan kakinya ke sekolah Rio.
“Ciiiitt…..!!!” tiba-tiba sebuah Harley Davidson mengerem mendadak.
Ternyata tadi Rena berjalan terlalu ke tengah. Harley itu hampir saja menabraknya. Untung pengendaranya cepat-cepat mengerem. By the way, pengendaranya siapa sih?
“Hei, kamu nggak apa-apa?” terdengar sebuah suara.
Rena menoleh. Saat itulah, ia melihat seorang cowok berpostur tegap, dengan baju olahraga serba putih. Cowok itu melepas helmnya. Gila, cakep banget kayak Christian Sugiono…. Xixixi..

“Ehm… ehm… aku nggak apa-apa kok!” kata Rena agak gugup.
Jangan salah. Ia bukannya gugup karena ketemu cowok cakep itu. Tapi sepatunya kegilas ban motor cowok itu. Jadi sambil ngomong, Rena berusaha menarik sepatunya dari bawah ban. Untung sebelum sepatunya kegilas, kakinya masih sempat menyelamatkan diri. Yah gimana sih kronologi kejadiannya? Jadi bingung nih. Yang jelas, tadi tuh Rena kesandung karena kaget mendengar suara motor mengerem, lalu sepatunya lepas dan terlempar ke jalan. Saat itulah, sepatu itu langsung disambut oleh ban motor cowok itu. Jadi kaki Rena memang tidak sedang ada di dalam sepatu itu.
Akhirnya, Rena berkenalan sama cowok itu. Namanya Ricky Sugiono. Katanya sih saudara jauhnya Christian. Tapi jauuuhhhh sekali. Rena sendiri ngaku alumni sekolah itu dan pengen ikutan main basket sore itu.
Berhubung tuh cowok ternyata juga mau ke sekolahnya Rio, akhirnya Rena berangkat bersamanya. Ternyata Ricky tuh pelatih basketnya. Pantas aja tingginya kayak tiang listrik.

“Kita udah sampai. Tuh anak-anak udah pada ngumpul,” kata Ricky.
Setelah memarkir motor, Rena dan Ricky pun berjalan menuju lapangan.
Semua orang di lapangan itu terpana melihat kedatangan Rena bersama Ricky. Cewek-cewek yang ngefans Ricky syok berat.
Cowok-cowok yang ngefans Rena juga pada syok berat (Eh, emangnya ada? Perasaan ketemu juga baru sekali ini).
Di luar itu semua, tampang Rio yang paling masam.
Ia kelihatan jengkel banget.
Rena tersenyum penuh kemenangan ke arah Rio.
He…he… ternyata sepupunya yang dia terlantarkan itu sekarang malah jadi pusat perhatian banyak orang.
“Perhatian semuanya, kenalin nih Rena. Katanya dulu dia alumni sekolah ini. Hari ini Rena akan ikutan kita latihan basket,” kata Ricky memberi pengumuman.
Rena senyum-senyum sambil melirik Rio, yang dalam hati menghujatnya habis-habisan.
“Alumni sekolah ini? Bah!” begitu pikir Rio.
Latihan basket pun dimulai.
Semua berjalan dengan lancar.
Rena mengikuti latihan basket dengan antusias. Ia pun senang dapat kenalan teman-teman baru, terutama Ricky. Dan yang lebih menyenangkan bagi Rena, hari itu ia memperoleh inspirasi untuk karangannya.

Keesokan harinya, tugas mengarang Rena terselesaikan.
Ia menulis tentang sejarah kepahlawanan Bung Tomo dalam memimpin arek-arek Suroboyo. Ia menceritakan tentang insiden penyobekan bendera Belanda yang dikibarkan di atas Hotel Yamato, hingga menjadi Merah Putih, bendera kebangsaan dan kebanggaan negara kita.
Ya ampun, Ren, nyambung nggak sih inspirasi ma karangannya tuh? Tapi nggak apalah, yang jelas Rena udah berusaha semaksimal mungkin buat ngerjain tugasnya, ama ngerjain sepupunya……. Tul kan?
READ MORE - Inspirasi

AKU DAN KENYATAAN

| | 0 komentar |
Aku masih terpaku di tempatku berdiri,udara dingin menyergap seluruh pori-pori kulitku. Angin pantai membelai wajah dan rambutku pelan. Sang surya terlihat enggan untuk beranjak. Cahaya keemasanya jatuh di permukaan laut, terlihat indah bak permadani bertahta emas. Aku menghembuskan nafas berat, akhirnya aku kembali lagi . Setelah 3 tahun aku mencoba lari dari kenyataan. Kenyataan yang membuat dadaku sesak, kenyataan yang seperti ilusi. Kenyataan yang begitu saja datang tiba-tiba. Tak terasa buliran bening mencoba keluar dari sudut mataku. Kutengadahkan kepalaku menikmati hangat mentari yang sudah menggeliat dari peraduanya.“Arthur”suara yang sangat kukenal, suara lembut itu seperti air yang merembes ke memoryku yang mulai kering. Aku menoleh kearahnya, sekuat tenaga aku mencoba tegar berhadapan denganya.“hay!!” sapaku dengan senyuman yang kupaksakan. Gadis berkulit coklat itu bejalan ke arahku.“lama kamu nggak kesini, gimana jakarta??”tanya gadis itu yang sekarang sudah berdiri di sampingku.“ehm.......ramai, macet, dan panas.”ujarku, dia tersenyum memandangku. Lalu melempar pandanganya ke arah laut.“ I miss you”ujarnya pelan. Tapi begitu jelas tertangkap ke telingaku, aku segera menoleh ke arahnya. Mencoba meminta penjelasan dari maksud kata-katanya tadi. Kulihat dia cuman memandangi pasir putih yang menempel di sela-sela kakinya. Ia menoleh ke arahku lalu tersenyum dan pergi begitu saja meninggalkanku. Satu,dua,tiga!!! byur....... di sisi pantai ini aku dan Laras sering menghabiskan waktu liburan. Pagi-pagi benar kami sudah kesini. Lomba renang, foto-foto, dan main volly. Gadis bali yang begitu penuh semangat, menurutku. Kulit coklatnya yang eksotis begitu terlihat mengkilap di terpa matahari. Langkah kecilnya membuat kutertegun, membuatku tak dapat melihat gadis lain selain dirinya. Aku menarik lenganya ketika tiba-tiba keseimbanganya berkurang, dia jatuh di pelukanku. Matanya yang coklat memandang tepat ke arahku. Seperti sihir ketika kami saling berpandangan,irama jantungku yang normal seketika berubah tak beraturan. Seakan meyakinkan hatiku akan perasaan yang terpendam selama ini.“ I love you” tiba-tiba saja kata itu meluncur dengan suksesnya dari bibirku. Laras terdiam, tapi aku sangat sadar ketika sebuah kecupan mendarat di pipiku.“I Love you too”ucapnya sembari tersenyum. Aku masih terdiam melihat dia berlari menjauhiku di iringi senyuman sumringahnya. Aku masih tak percaya akan akan kata-katanya tadi, kata-kata yang menurutku begitu luar biasa. Tapi aku sadar kalau cintaku ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Aku segera berlari ke arahnya, yang telah menantiku di bawah pohon kelapa dengan senyum terkembang di bibirnya. Pandanganku kosong menatap undangan yang ada di tanganku. Buliran-buliran airmata jatuh begitu saja tanpa komando dariku. Dadaku benar-benar sesak, seperti di hantam benda keras yang meluluhlantahkan serpihan kebahagiaanku. Aku ingin berlari menjauh dari sebuah kenyataan, kenyataan yang menendang keberadaanku di Bumi.“maaf,ini bukan keinginanku. Tapi.........” isak tangis laras semakin memperpuruk keadaanku. Ia memegang kedua tanganku,terlihat jelas gurat kesedihan di tiap lekuk wajahnya.“tapi inilah yang harus kita jalani, ingatlah aku.......ingatlah aku yang akan selalu mencintaimu” suara laras begetar,tangisnya terdengar lebih keras. Dia melangkah meninggal serpihan hatiku yang tak berbentuk lagi. “arthur”suara tegas ciri khas papa mengagetkanku. Membuyarkan seluruh lamunanku, aku menghembuskan nafas berat. Ku hapus air mataku yang tiba-tiba turun. 'aku laki-laki, aku harus kuat' kata itu yang selalu menguatkanku sampai saat ini. Aku menoleh ke arah papa, memandang lekat wajahnya. Wajah tua yang begitu tampan,pikirku. Wajah yang selama 3 tahun tak pernah kulihat. Aku berjalan ke arah papa, beliau menepuk pundakku mantap.“ I miss you son”ucapnya sambil memelukku. Aku membalas pelukan papa, tak jauh di belakang papa laras berdiri tegar. Sosok yang sekarang terlihat begitu dewsa. Laras gadis yang dulu kucintai. Dia menggandeng seorang anak kecil., terlihat senyum simpul yang dulu begitu membuatku melayang. Aku melepas pelukkan papa“itu bobby pa?” tanyaku pada papa. Papa menoleh ke arah laras dan bobby.“yeah.....your brother”ucap papa. Aku tersenyum, tersenyum dalam kesakitan di hatiku.
READ MORE - AKU DAN KENYATAAN

CINTA GADIS

| | 0 komentar |
Akhir tahun adalah waktu yang tak kan pernah dilupakan Gadis, ya sebut saja Gadis. Seorang remaja tiada hari tanpa keceriaan. Kebahagiaan, senyuman serta canda selalu mengisi kesehariannya. Berkumpul dengan teman – teman adalah hal menyenangkan dan jelas tidak membosankan. Pastinya bersama teman mengasyikkan.

Bersenda gurau, yang tidak ketinggalan dalam setiap topik pembicaraan tidak lain tidak bukan ya cowok!!!!Gadis awalnya seorang cewek yang polos, lugu, dan pastinya bisa ditebak kalau gadis tidak pernah yang namanya jatuh cinta.

Cinta itu bagiku suatu hal yang menakutkan. Lucu ya???Cinta bagi aku seorang gadis menakutkan, takut kalau pacaran, apalagi ketahuan orang tua. Bisa gimana gitu..............Padahal orang tuaku tidak pernah melarang. Sungguh aku gadis yang aneh..................Tapi tetap saja aku adalah gadis seperti gadis – gadis lainnya yang pernah dengan seseorang.

Sampai aku sendiri merasa ada yang berubah dari diriku. Aku lebih percaya diri dari sebelumnya. Itu semua karena peran teman ku yang bisa membuatku untuk mau menunjukkan kelebihanku.Hari minggu, teman ku berkunjung kerumahku, jika ada hari libur ya ngumpul meskipun tidak semua teman – temanku bisa berkumpul bersamaan, maklum saja orang penting jadi sibuk terus.........Yang kerumah ku itu adalah dua orang sahabat ku yang berbeda karakter, ya sebut saja Bulan dan Nuri, mereka adalah teman sekelas Gadis saat duduk dikelas satu SMA.

Entah kenapa waktu itu aku ingin menceritakan kebahagiaanku................
“Lan, Ri ada yang ingin aku ceritakan neh???”“Apaan??Jangan – jangan lagi falling in love ya???”Desak mereka padaku.“Apaan seh kalian, belum aku cerita udah sok tau gitu.”Ujarku.“Jadi apaan?? Cerita dong, kita siap kok jadi pendengar setia.”Kata nuri.

“Ya secara kita pendengar setia radio’………..’(Ups disensor karena bukan sponsor he…ee?)FM. ”Sambung Bulan. “Anu............Itu..........” Ucapku ragu. “Anunya siapa???Duh ternyata dirimu Gadis, tidak pernah ku sangka hobinya mengadakan penelitian juga ya???”Canda Bulan“Apa???Yang benar Gadis........Kamu???”Menatap curiga“Aduh kalian ini, positive thinking dong???”Bantahku“Abis kamu tu Dis, ngomongnya anu...........Anu jadi ya kirain apaan gitu??”Jelas Bulan “Kalian itu yang tidak sabaran, aku belum ngomong apa – apa, kalian udah pada heboh apalagi kalau udah tahu ceritaku”.“Ceritain deh Dis!!!”Desak Nuri“Gini, aku lagi naksir dengan seseorang...........”Ujar ku malu – malu“Jadi apa bedanya yang kita bilang tadi???

Sama aja kan.......By the way siapa yang kamu taksir???”Tanya Bulan“Kakak kelas kita, anak IPA 4, kalau tidak salah namanya Ananda..Abis dia ganteng banget seh!!!!Cerita Gadis“Anaknya yang mana Dis, besok tunjukin ya orangnya???”Nuri“Kalau gitu sama dong dengan aku!!!”Potong Bulan“Maksud kamu apaan Lan??”Tanya NuriLangsung dipotong Gadis”Jangan bilang kalau kamu lagi naksir seseorang Lan??”“Memangnya kenapa kalau iya??”Goda Bulan“Apa Lan? Kan kamu udah punya pacar, mau dikemanain pacarmu itu, kalau ketahuan gimana??Sambung Nuri“Duh Ri kamu tu nyerocos aja, biar Bulan cerita dulu........Baru deh entar kamu komentar”Jelas ku “Iya........Ya...........” Nuri dengan wajah kesal“Kalian dengar ya baik – baik, aku lagi naksir dengan kakak kelas juga.

Dia anak IPS 2, orangnya manis deh!!!Tapi sayang aku tidak tahu siapa namanya dan pastinya aku belum kenalan sama dia”Cerita Bulan.Dengan nada yang lembut Nuri langsung berujar”Sekarang apa boleh aku berkomentar??”Sambil memandang kearah Gadis dengan maksud agar dia tidak dimarahi Gadis lagi.“Ya..............,memangnya kamu mau beri komentar apaan seh???”Sambung ku“Sebenarnya bukan komentar seh........Tapi pengen cerita juga!! Memang kalian aja yang naksir sama anak sekolahan kita, aku juga!”Nuri memulai cerita“Gini kalian jangan bersuara dulu ya!Biar aku mulai cerita.........Ceritanya lumayan panjang seh tapi supaya tidak memakan durasi yang lama jadi aku persingkat deh..........Ok??

”Celoteh Nuri“Katanya mau mempersingkat durasi tapi ceritanya belum juga dimulai, masih panjang kata pengantarnya ya mbak??”Gurau ku“Ya deh!!Dengar ya.............Tapi jangan banyak komentar, kalian dengarin aja!”Tegasnya“Ya udah mulai aja deh ceritanya!!”Lanjut Bulan“Aku lagi naksir dengan adik kelas kita, aku suka sama dia karena dia mengingatkan ku pada mantanku dulu, my first love........”Ceritanya“Apa adik kelas???Jadi ceritanya bronis neh??!”candaku“Bronis?Aku memang suka seh ma bronis tapi kayaknya topik kita kan bukan masalah kue Dis”Jelas Nuri“Haaa.......aa.......Duh Nuri siapa lagi yang ngebahas masalah kue??Maksud ku itu Berondong Manis gitu loh!!!Lola deh kamu neh!Jawabku tersenyum“Ooo......Gitu ya, kirain kue bronis!Terus Lola siapa?Temanku kayaknya tidak ada yang namanya Lola, anak sekolahan kita ya?Pasti anak baru pindahan.

Memangnya kamu udah kenalan ma si Lola itu Dis??Tanya Nuri”Stop Nuri!!!Kamu ini pintar – pintar tapi tidak nyambung, maksud ku itu Lola adalah loading lama, udah jelas?”Potong Gadis“Kamu seh pakai singkat – singkatan jadi mana aku tahu!!”Jawab Nuri kesel“Makanya gaul dikit dong!!!”Gadis“Udah – udah kita kembali kepembicaraan awal, kalau gitu kita harus mencari tahu tentang cowok – cowok yang kita sukai itu, supaya kita tidak penasaran, setuju??”Tanya Bulan“Tunggu dulu Lan.............”Sambungku

“Kamu kan udah punya cowok!Entar kalau ketahuan gimana?Bisa bahaya!!!”“Ya lan, entar cowok kamu nyanyi lagunya Matta..........Woo.......Ow kamu ketahuan pacaran lagi........”(Nuri mulai nyanyi)“Udah Ri, konsernya cukup!Jangan diterusin lagi nyanyinya. Entar malah datang orang se-RT demo dirumahku karena suara kamu itu”Canda Gadis“Kalian ini becanda terus, tapi kalian tenang aja, selama diantara kita tidak ada yang ngadu sama dia, semuanya pasti baik – baik aja.

Karena aku mulai bosan dengan cowokku itu!”Cerita BulanSenin, dipagi seperti biasanya kegiatan upacara tidak pernah dilupakan.........”Duh rasanya membosankan” Itulah kalimat yang setiap minggu pertama awal sekolah yang sering diucapkan murid – murid disekolahan itu. Tidak munafik kadang hal itu memang menjenuhkan, apalagi terik matahari dengan bahagianya menatap kami saat proses kegiatan upacara hari senin berlangsung.

Terkadang ada sebagian murid yang tidak sanggup untuk membalas tatapan sang dewa penerang jagad raya ini langsung terlunglai kaku tak berdaya dan jatuh begitu saja.Namun suasana dipagi itu dinikmati Gadis, Dewi, Julie dengan ceria. Oh ya........Gadis juga mempunyai teman dekat bernama Dewi dan Julie selain Bulan dan Nuri.

Sebenarnya ada juga teman lainnya selain mereka. Karena mereka semua dekat dan selalu ngumpul bersama sejak kelas satu. Dan yang sekelas dengan Gadis adalah Dewi dan Julie....Biasanya saat upacara berlangsung untuk menghindari kejenuhan, aku, Dewi dan Julie cerita – cerita, pokoknya apa saja diceritakan dan karena kebetulan aku mempunyai bahan untuk diceritakan, ya cerita yang aku ceritakan sama Bulan dan Nuri. Kan kemarin mereka tidak ada saat aku mengisahkan semuanya.

Biasa lagi kasmaran jadi maunya diceritain aja meskipun diulang terus menerus tapi bagiku tidak membosankan.Jatuh cinta memang sejuta rasanya...........Malu jika berdekatan dengan dia padahal dia tidak mengenaliku.Kata orang seh suka kegeeran sendiri. Ya namanya jatuh cinta saat bertemu dengan dia dan bisa melihat dia...........Duh, rasanya bahagia sekali.

Dunia ini rasanya ditumbuhi berjuta –juta bunga indah dan wangi yang sedang bermekaran.Hari kian hari telah berlalu, tapi rasa yang aku rasakan tidak terbalas, sakit seh tapi aku harus tetap tersenyum. Ternyata dia yang ku taksir telah dimiliki oleh orang lain.

Akhirnya aku berhenti untuk berharap yang tak pasti dan yang tak mungkin aku dapatkan. Tapi aku tak lelah untuk mencari jawaban siapa orang yang aku cintai sebenarnya.Akhirnya aku dikenalkan dengan seorang cowok, kakak kelasku, dia adalah teman Bulan.

Awalnya aku hanya sekedar iseng tapi ternyata seiring berjalannya waktu perkenalan itu, dia.........Kasha panggilannya, mulai semakin dekat dan entah kapan waktunya, saat itu dia mengungkap perasaannya. Memang aneh disaat aku berhenti untuk berharap disaat itu dia menginginkan aku menjadi kekasihnya. Aku memang kaku karena wajar aku baru pertama kali mengalami hal demikian.

Tapi yang lucunya saat dia menembakku........Malam itu, dikeramaian kota disela – sela berlangsungnya acara dipusat kota. Kasha menampakkan wajahnya dihadapanku. Jelas saja karena sebelumnya kami telah janjian untuk ketemuan tapi tanpa aku pernah tahu maksudnya untuk bertemu ku ditempat itu. Malam tetap berlarut dan jejak – jejak kaki orang yang melewati ditempat itu semakin terdengar jelas.

Dan saat itu seluruh orang dari berbagai penjuru kelihatan tidak ingin ketinggalan kesempatan untuk menikmati malam itu. Di dekat sebuah kolom kecil aku dan Kasha duduk disana sambil melihat suasana disekeliling kami yang pada malam itu memang sangat ramai. Aku tak tahu harus bagaimana memulai pembicaraan, kaku............Ya kaku, entah kenapa semula mulut ini hendak berceloteh tapi dihadapan dia, semuanya menjadi beku...............Dalam hatiku berkata”Oh tuhan..........Apa yang harus aku katakan?”

Suasana yang ramai menjadi seolah – olah hanya aku dan dia saja yang ada ditempat itu.Dan akhirnya..........Kasha”Bagaimana dengan sekolahnya tadi??”Memulai pembicaraan”Duh, apa tidak ada pertanyaan lain?Kaku banget seh!”Kata ku dalam hati(Tapi tetap saja aku harus menjawabnya)”Baik – baik aja”Jawab ku singkat“Ramai banget ya malam ini??”Sambung Kasha“Ya...........Namanya juga ada acara jadi ya ramailah”Jawab ku dengan jutek“

Oh ya..............Ngomong – ngomong kakak(sebutan ku kepada Kasha) ngajak Gadis ketemuan disini sebenarnya ada keperluan apa?”Tanya ku to the point“Sebenarnya ada yang mau kakak bilang, dari kemarin seh tapi tidak jadi dan sekarang mau kakak bicarakan nya karena kemarin itu kakak belum berani untuk mengatakannya”Jelasnya“

Aduh..........Sebenarnya kakak ini mau bicarakan sesuatu atau menerangkan seh!!Kayak guru aja!”Gerutuku dalam hati“Bilang aja kak! Dengan Gadis tidak perlu sungkan – sungkan”Jawabku gurau“Kakak sebenarnya sayang dan cinta sama Gadis!Jadi apa Gadis mau jadi pacar kakak, kakak perlu jawabannya sekarang??”Ungkapnya“Apa??Gimana ya kak???”Jawab ku bingungYa jelas saja aku bingung dan terkejut, pertanyaannya terkesan agak maksa.

Masa dia hanya mengungkapkan dia cinta sama aku? Garing banget deh!!!!!!!!!Berpikir dan terus aku berpikir, karena aku tak tahu harus menjawab apa. Apalagi ini pertama kali bagi, ada seseorang yang langsung mengatakan cintanya tanpa ada kata – kata lain. Oh................Tuhan kenapa dia menembakku ditempat seperti ini?Dikeramaian orang, yang membuatku tak sanggup untuk berpikir dengan tenang.

Tapi ahirnya aku jawab juga walaupun aku tak pernah tahu apa jawaban ku ini adalah benar – benar dari hati ku yang paling dalam atau apa karena desakan dan situasinya yang begitu ramai sehingga membuat hati ku tak bisa untuk berkata.“Jawab dong Gadis??Kok malah diam”Desak Kasha“Gimana ya kak?Tapi ya deh kak, Gadis mau jadi pacar kakak!”Jawabku ragu“Benar????”Tanyanya“Ya.................(Sambil menganggukkan kepala)”Gadis“Terima kasih ya Dis??”KashaLarutnya malam mengharuskan ku beranjak dari tempat itu dan kembali kerumah secepatnya.

Didalam perjalanan pulang aku tetap berpikir dan tak menyangka bahwa aku sekarang sudah punya pacar!Tapi kenapa ya aku merasa tidak percaya dengan semua hal ini. Dikamar dan waktu sudah menunjukkan bahwa ini sudah tengah malam tapi entah mengapa aku tak seperti biasanya, mataku ini rasanya enggan untuk memejam.

Apa karena aku bahagia karena aku telah menanggalkan status jombloku selama ini atau aku menyesal??Dan lagi..............Lagi aku ragu dengan semua ini tapi yang jelas aku harus mencoba untuk menjalani semua ini karena inilah yang telah aku ambil meskipun aku tak tahu apa aku mencintainya.Malam itu telah berlalu, dan Kasha adalah pacarku.

Teman – temanku bahagia mendengar hal itu tanpa mereka tahu bahwa hatiku saja masih bingung dan ragu. Ya sudah lah biar saja hanya aku yang simpan saja rasa ini.Kali aja aku bisa benar – benar bahagia sama Kasha. Dan kayaknya Nuri bukan saja bahagia karena aku tapi karena dia juga udah jadian sama adik kelas yang ditaksirnya itu. Duh...............Rasanya bahagia menjadi Nuri bisa bersama orang yang memang dia sukai.

Bukan berarti aku tidak menyukai Kasha seh tapi masalah perasaan, kayaknya dia bukan soulmate aku yang sampai detik ini aku cari.Menjalani hubungan dengan Kasha bagiku membosankan, tidak pernah berkesan dihati ku, entahlah................Apa yang terjadi pada diriku!!Dia begitu cuek dan tidak peduli dengan apa yang ada disekitar aku serta apa yang aku inginkan. Dia tidak pernah ada disaat aku membutuhkannya.

Aku merasa punya cowok atau tidak sama saja!Aku juga tetap sendiri disaat aku membytuhkan seseorang yang mengerti aku. Hingga masalah itu datang!!Dia memang tidak peduli lagi sama aku, untuk menyelesaikan masalah pun tidak ada keinginan itu pada dirinya. Sekian lama aku meminta agar dia bisa datang kerumahku untuk menyelesaikan semuanya.Tapi dia tidak pernah muncul!!Sakit sekali rasanya..........................!!!!!Aku bingung, hanya Dewi lah, teman paling dekat dan mengerti aku menjadi tempat curahan hatiku. Entah kenapa walaupun aku sakit hati dengan sikapnya Kasha tapi aku tak begitu memepermasalahkannya, karena aku masih tetap ceria seperti biasanya mungkin aku memang belum bisa dengan tulus menyayanginya karena banyak hal menjanggal dihatiku dan yang paling membuat aku tidak nyaman menjalani hubungan ini selain dia tidak peduli dengan aku yaitu orang tua, orang tuaku tidak suka aku pacaran dengan Kasha, aku tidak tahu alasannya kenapa tapi aku yakin orang tua ku tahu kalau aku tidak bahagia bersama Kasha.

Oh ya saat itu aku sudah menduduki bangku kelas tiga SMA.Disaat aku merasa sendiri dan Kasha sudah tidak aku pedulikan lagi, ya mau dia ngapain kek.........Terserah!!Karena aku sudah bosan dan benar – benar jenuh!Tanpa aku sadari dan tanpa aku pernah tahu maksudnya. Seorang pria yang memang sudah kukenali sejak SMP dulu hadir mengisi hari – hariku, dia selalu ada untuk aku.Akhirnya kedekatan itu terus berlanjut meskipun status aku masih menjadi pacarnya Kasha tapi digantung gitu..........!Ya sebut saja cowok yang bisa membuat aku bahagia lagi itu adalah Evan.

Dia teman satu sekolahan juga tapi beda kelas. Dia teman ku sejak dari SMP. Kami sekelas selama Tiga tahun. Jujur aku memang dulu pernah menyukai dia tapi karena dulu masih SMP, takut namanya jatuh cinta.Dan entah kapan rasa itu datang aku tak pernah tahu,ya aku baru merasakan sesuatu yang beda dalam hatiku ini.

Aku takut kehilangannya mungkin ini yang dinamakan cinta. Cinta yang membuat aku bahagia sekali...................!Tapi deg – degan bila bertemu, pokoknya campur aduk deh rasanya. Aku mulai bisa menyayangi dia. Aku merasakan kenyamanan saat bersama Evan yang tidak kurasakan saat bersama kasha!Aku tak mengerti kenapa itu bisa terjadi.

Kadang aku berpikir apa ini jawaban yang telah lama aku nantikan dan terus mencarinya.........Kebahagiaan itu membuat aku melupakan sejenak masalah yang terjadi pada diriku, masalah ku dengan Kasha! Apa aku telah menduakan Kasha dengan sikapku seperti ini???Apa aku salah mencari kebahagiaan aku yang sebenarnya??Pertanyaan itu terus menghantui diriku!Tapi Evan lah yang bisa mengerti aku dan bisa membuatku bahagia.

Entah kenapa rasa sakit ini hilang begitu saja saat bersama Evan. Evan memang telah membuatku hidup!Aku menemukan jiwaku pada dirinya.Malam yang tak pernah kuduga sebelumnya, dimalam yang indah Evan hadir menemani saat aku membutuhkan seseorang yang bisa menjadi tempat segala gundah dihatiku, aku bahagia pada saat itu.................Tapi dia hadir dihadapan aku dan Evan, ya siapa lagi kalau bukan Kasha. Yang sekian lama kuharap kehadirannya kini hadir disaat harapan itu telah hilang.

Aku sangat kaget bahkan aku tak tahu harus bersikap bagaimana! Malam itu bagi ku seperti petir yang tiba – tiba menyambarku. Diberanda rumahku, saat aku dan Evan sedang asyik nogbrol....................Kasha ”Malam Dis........................”(Sapanya)“Eh kakak..........................”jawabku kakuTiba – tiba Evan langsung memotong pembicaraan”Oh ya Dis, aku pamit ya!Teman – teman pada nunggu, udah janjian tadi!”Alasan Evan.

“Ya udah deh kalau gitu!Kirim salam aja ya sama teman –teman!! Jelasku,sebenarnya itu adalah alasan aku saja, padahal aku sama sekali tidak kenal dan pernah tahu siapa teman yang dimaksud Evan, ya maklum saja situasi aku saat itu memang bagai buah simala kama, serba salah!!!Evan pun sudah pergi dan menghilang dihadapanku, disaat ini lah aku tak tahu harus menjawab apa jika dia menanyakan tentang kehadiran Evan.

Oh..........................Tuhan aku harus bagaimana??Dan Kasha pun mulai pembicaraan, yang malam itu yang tadinya indah kini menjadi begitu beku dan menegangkan bagiku.Kasha”Siapa tadi??!!!”Tanyanya sinis“Oo...............Itu Evan, teman sekolah!”Jawabku singkat“Teman sekolah ya!”Balasnya“Ya teman sekolah, tadi dia mau ketempat temannya tapi mampir sebentar kesini, ya biasalah cerita –cerita gitu!!JelaskuAku tak tahu apa penjelasan aku itu bisa diterima olehnya, karena aku sendiri ragu dengan jawabanku itu. Aku hanya ingin dia tidak menyalahkan ku. Sungguh malam itu aku tidak bisa berpikir dan berbicara. Diam.................Dan hanya diam sejuta bahasa!Aku hanya mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.

Dalam hatiku berkata bahwa dia sama sekali tidak ada rasa bersalahnya dengan apa yang telah dia perlakukan ada diriku.Aku kecewa sekali!!!Apalagi dugaan awalku benar yaitu dia menyalahkan aku dan mengatakan aku yang tak bisa mengertinya!Saat itu posisi aku memang disudutkan terus sehingga membuatku jengkel dan hati ini yang awalnya bisa mencair kini telah membeku.

Dia membawa orang tuaku dalam masalah ini, malah dia sepertinya juga menyalahkan orang tuaku. Betapa memuncaknya kemarahanku ini!!Dia berbicara seolah – olah dia lah yang paling benar. Baru kusadari ternyata watak aslinya seperti ini. Mau menang sendiri!!Akhirnya hubungan yang kian membeku ini berakhir dan selesai sampai malam itu juga.

Tidak ada sedikit pun penyesalan dan kesedihan pada diriku. Aku sendiri juga heran kenapa aku seperti ini! Bahkan aku merasa lega dan bahagia, mungkin karena kehadiran Evan dalam hidupku. Entahlah begitu aneh yang aku rasakan.Kebahagiaan pun memunjak saat malam itu, malam minggu yang sangat membahagiakan. Malam itu Evan datang kerumahku setelah seminggu aku putus dari Kasha.

Memang agak nekat sech karena pada saat itu aku kan baru saja putus, ya ada rasa khawatir ntar malah dibilang aku yang telah menduakan Kasha. Tapi memang iya sech!!Aku mau melakukan itu karena aku mulai merasakan getaran cinta itu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya saat bersama Kasha. Mungkin memang ini yang dinamakan dengan cinta yang tak pernah ku mengerti!Cinta itu datang dengan sendirinya yang tak pernah ku duga sebelumnya jika aku akan seperti ini.

Didekatnya aku merasakan kenyamanan dan kebahagiaan yang kuimpikan selama ini. Sehingga aku takut jika mesti kehilangan dia.Dimalam yang tak pernah ku duga, dia datang kerumahku untuk mengatakan sesuatu yang ku kira dia begitu nekat.Dia datang untuk mengatakan segala perasaannya. Jujur aku merasakan suatu perasaan yang sulit untuk aku jelaskan tapi yang setahu ku, aku bahagia.

Setelah peristiwa malam itu, aku sadar bahwa aku memepunyai perasaan yang beda terhadapnya, dan itu mungkin adalah cinta. Seminggu setelah dia menanti sebuah jawaban dari aku akhirnya dia mendapatkan jawaban itu. Aku menerima Evan di hatiku.Kebahagiaan yang sulit untuk aku jabarkan. Tidak pernah aku merasakan perasaan yang seperti ini, hingga aku tak mau untuk kehilangannya.

Evan sudah sangat berarti dalam hidupku. Dia adalah seseorang yang bisa saling berbagi. Dia bisa tahu apa yang sedang aku rasakan. Apakah ini yang dinamakan soulmate???Bulan demi bulan kami lalui hubungan ini tanpa ada penghalang dan rintangan yang berarti. Tidak pernah ada tangisan..................Tapi entah kenapa perpisahan itu semakin hari semakin dekat. Dia akan pergi meninggalkan aku ketempat yang jauh. Dan hari yang sangat ku takutkan itu akhirnya tiba, sebelum dia pergi, malamnya kami meluangkan waktu berdua sebagai malam terakhir.

Malam yang sangat menyedihkan bagiku, malam yang penuh hujan air mata. Sang kekasih pujaan hatiku akan pergi dan entah kapan dia akan kembali.Dan pagi minggu adalah hari terakhir dia menatap ku................Dan setelah itu dia tidak pernah terlihat oleh ku.Oh..............Tuhan kenapa begitu sakit yang kurasakan??? Namun inilah yang harus ku jalani tanpa kehadiran Evan disampingku lagi.

Semuanya berakhir dengan kesedihan yang tak pernah ku tahu sampai kapan akan berakhir atau apa aku kan menemukan kebahagiaan itu lagi tapi mungkin bukan bersama Evan. Karena aku tahu menjalani hubungan jarak jauh ini adalah hal yang terberat. Apa lagi kami harus menjalani kehidupan kami masing – masing yang masih panjang. Tapi satu hal yang selalu ku ingat kata – katanya bahwa “ Jika takdir yang memisahkan kita, takdir itu pula lah yang mempertemukan dan menyatukan kita kembali.

Yakin lah itu karena hanya keyakinan lah yang harus kita tanam”.Aku hanya bisa berharap tapi yang menentukan semuanya adalah yang Di Atas. Sesuatu yang bisa ku ambil dari kisah ini adalah bahwa Tidak Ada di Dunia ini yang Abadi.
READ MORE - CINTA GADIS

Seminggu Bersama dgn Keluarga Hantu…!!

| | 2 komentar |
Azan subuh samar-samar terdengar oleh telingaku. Akupun terbangun dan tertegun”mengapa aku bisa di sini?”tanyaku kaget. Akupun teringat kejadian semalam” Semalam aku baru pulang dari rumah reza sekitar 01.00 dini hari. Dan mobil yang kukendarai hampir menabrak seorang wanita lalu aku menghindar tapi aku malah menabrak pohon beringin,dan anehnya lagi wanita yang berbaju putih yang hampir aku tabrak malah tertawa dan setelah itu semuanya menjadi gelap”kataku dalam hati.”oh..kamu sudah bangun”.”kamu siapa?”kataku terkejut.”tenang semalam kamu mengalami kecelakaan,perkenalkan saya mak Masitha”.katanya memperkenalkan diri.”saya Ardi”kataku memperkenalkan diri.tak terasa sudah tiga hari aku tinggal di rumah mak masitha. Walau aku bingung mengapa mak masitha tinggal sendiri di rumah semegah ini. Sebisa mungkin perasaan itu ku buang jauh-jauh.”mungkin anak dan suaminya sedang keluar kota”itu jawaban dari pertanyaan- pertanyaan yang selalu membayangiku. Tapi jawaban itu hanya bertahan selama dua hari. Saat itu aku sedang memunguti sampah di depan rumah mak masita. Dan ada seorang bapak-bapak melihatku lalu bapak itu menegur”nak buat apa kamu mugutin sampah di hutan ini,dan mengapa kamu sendirian di situ?”Tanya bapak itu keheranan.”apa dia tak melihat rumah mak masitha yang megah ini?”ku bertanya dalam hati.”saya sedang memunguti sampah di depan rumah mak masitha. Bapak mau bertemu dengan mak masitha?”tanyaku kemudian. Bapak itu terkejut saat mendengar nama masitha.dan bapak itu tidak menjawab pertanyaanku tapi ia mengajakku segera pergi dari tempat itu.”ayo kita segera pergi dari sini”kata bapak itu.”tapi mak masitha?”tanyaku.”ayo suda jagan pikirkan dia.bapak itu langsung menarikku tanpa bertanya-tanya lagi. Saat sudah tiba di perkampungan dia membawaku kerumahnya dan dia memberiku makan dan minum dan setelah itu dia bercerita “empat belas tahun yang lalu hutan tempat kamu tadi dulunya itu adalah sebuah rumah mak masitha,di sebuah perkampungan orang yang paling kaya bernama mak masitha.ia tinggal bersama dua orang anak dan suaminya. Yang pertama namanya Siska,yang kedua namanya Lina dan suaminya benama pak Erwin.siska mati gantung diri karna dia di tinggal pacarnya,kalau lina mati karna waktu itu lina dan pacarnya dari sebuah diskotik saat mereka pulang dalam keadaan mabuk dan mereka tak sadar bahwa didepannya ada sebauah bus dan mereka manabrak bus itu,kalau mak masitha meninggal karma tertimbun tanah longsor dan saat itu ia lagi tidur dan ia tak sempat menyelamatkan diri”jelas pak Erwin.”kalau suaminya..?”Tanya ardi.”o’ya suaminya waktu itu lagi berbisnis keluar kota dan pak Erwin itu sampai sekarang masih hidup,pak erwinnya itu adalah saya”jelas pak Erwin.”bapak ga bercandakan..?”Tanya ardi dengan rasa tak percaya.”ya..ini bener saya dan sekarang saya hidup di kampung ini hanya sendirian dan perusahaan beras saya bangkrut jadi sudah lama sekali saya tingal di kubuk ini.”jawab pak Erwin.”pak Erwin punya perusahaan di mana?kok tinggalnya di kampung ini?”Tanya ardi.”saya punya perusahaan di kota,waktu itu saya korupsi dan saya di penjara lima tahun”jawab pak Erwin.”jadi saat bapak di penjara gimana istri dan anak-anak bapak?”Tanya ardi lagi.”o..anak dan istri saya saat di penjara suda meninggal jadi saya di penjara tidak ada yang menjenguk saya..”jawab pak Erwin.”bapak dan ibu pak Erwin kemana?”Tanya ardi lagi.”bapak dan ibu saya sudah meninggal jadi saya disini hanya sebatang kara..”jawab pak Erwin.”dan sekarang bapak kerja apa?”Tanya ardi.”sekarang saya menjadi petani”jawab pak Erwin.”o’ya bapak tau dari mana kejadian anak dan istri bapak?”Tanya ardi.”saya di kasih tau masyarakat di desa ini,tapi saya masih sedih karna masitha arwahnya masih gentayangan.masitha jadi penunggu pohon beringin dan rumah yang tertindis tanah longsor.”jawab pak Erwin.”mengapa arwahnya masih gentayangan?”Tanya ardi.”arwahnya gentayangan karna mayatnya belum di kubur..”jawab pak Erwin.”mengapa ga di kubur?”Tanya ardi.”saya ga mau kehilangan jasat masitha karna saya sangat menyayangi dia”jawab pak Erwin.”mengapa anak-anak pak Erwin di kubur sedangkan mak masitha ga di kubur?”Tanya ardi.”karna saat anak saya di kubur saya masih berbisnis ke luar kota kalu ga pasti saya ga kubur juga anak saya”jawab pak Erwin.”sebaiknya bapak kubur saja mayat masitah agar tidak gentayangan dan membuat resah warga lagi,”kata ardi mencoba memberi saran. Tapi bukan jawaban baik yang didengar ardi,pak Erwin marah”kamu itu masih kecil jadi nggak tahu bagaimana rasanya ditinggal orang yang kita cintai”kata pak Erwin dengan suara yang keras ardi terkejut mendengar jawaban pak Erwin.”tapi pak orang yang sudah mati punya kehidupan sendiri,biarlah masitah dikubur sebagaimana layaknya manusia kasihan dia,tidak bisa tenang walau sudah meninggal “kata ardi.”baiklah saya akan kubur dia,tapi kamu juga harus membantu saya menguburnya dekat tempat anak-anak saya”kata pak Erwin pada akhirnya. Keesokan harinya ardi dan pak Erwin mengubur mayat masitah di atas bukit disitu ada 2 kuburan anak-anak pak Erwin dan masitah.”terima kasih ya nak ardi kamu sudah membantu saya”kata pak Erwin.”saat pak Erwin dan ardi ngobrol bersama. Ada seorang warga yang kebetulan lewat melihat ardi berbicara sendiri,dan mendatangi ardi.”ngapain kamu nak…berbicara sendiri”teriak warga itu dari bawah bukit,”ardi pun turun dari bukit menemui warga itu.”saya gak bicara sendiri pak,saya berbicara dengan pak Erwin”kata ardi.nak kamu tuh..sadar nggak sih..kalau kamu dari kemarin saya perhatikan kamu selalu berbicara sendiri tanpa ada teman bicara”kata warga itu. Akhirnya ardi pun menceritakan kejadian yang tlah di alaminya.”seperti itulah pak,kenapa saya bisa sampai di sini”. “saya juga mau menceritakan bahwa pak Erwin telah meninggal 10 tahun yang lalu,setelah empat tahun istri dan anaknya meninggal dia ikut bunuh diri juga,lihat saja makamnya ada di bukit situ ayo kita kesana “kata warga itu. Ardi pun mengikuti warga itu ke atas bukit,dan ternyata disitu ada 4 kuburan,kuburan masitah,2 anaknya,dan pak Erwin,ardi bingung karna saat ia membantu pak Erwin mengubur masitha ia tak melihat kuburan pak Erwin.”pak tapi saya barusan dari bukit ini tapi saya hanya melihat dua kuburan dan saya tadi baru mengubur mak masitha disini tapi saya ga melihat kuburan pak Erwin..”kata ardi.berarti dari kemarin dia tinggal bersama arwah hantu yang telah meninggal selama bertahun-tahun. Semenjak kejadian itu ardi tidak pernah pulang malam lagi.dan setelah kejadian itu warga di kampung itu mengadakan acarado’a bersamaagar arwah keluarga masitah tenang di alamnya dan tentu saja tidak menggangu warga desa lagi.
READ MORE - Seminggu Bersama dgn Keluarga Hantu…!!

Guru Hasim

| | 0 komentar |
Setelah bekerja pada sebuah Sekolah Dasar, Guru Hasim, begitu bapak dari dua anak ini, puluhan buku bekas sekolah dan kuliahnya serta beberapa majalah dan Koran yang sudah lecek tak pernah dibacanya kembali. Bahkan kitab sucinya Al-quran yang dijadikan hadiah mahar saat menikahi Subiyanti istrinya, pun tak disentuhnya lagi. Ia hanya digantung di atas soko yang terbuat dari kayu jati. Setiap pagi istrinya selalu membersihkan serpihan debu buku yang sudah semakin habis dimakan rayap.

Sepertinya, cita-citanya telah usang setelah Tuhan memang pernah mempermudahkannya menjadi guru. Namun nasibnya diberikan keberuntungan yang jarang dimiliki kebanyakan orang, dimana kerapkali mati-matian harus membeli status pegawai negeri dengan uang sogokan sekitar 15-45 juta rupiah.

Sekarang, meskipun Guru Hasim tak lagi menghabiskan banyak waktunya untuk membaca, sepertinya alasannya terlalu sibuk mengajar, tapi dia tak pernah membunuh harga diri saat harus mengganjal perut. Darahnya adalah wujud keberanian cita-citanya yang pernah diplitur pada harapan anak-anaknya. Pantang baginya menjilat seperti teman-temannya yang lain. Dia tetap senang menajaga aliran darahnya agar bening. Tidak dikotorinya dengan makanan haram.

Sekarang dia sudah menjadi guru teladan, bahkan sebentar lagi menjadi kepala sekolah.

Bertahun-tahun menjadi bawahan pada sekolah tempat dia menggali harta karun, Guru Hasim memang nampak geram. Pasalnya lingkungan sekolahnya termasuk teman-teman mengajarnya, selalu saja tak pernah greget dalam mengurusi pendidikan. Hari-harinya urusannya hanya dari siswa ke gaji melulu. Mengajar pun dari dulu itu-itu saja, hampir sama sekali tak ada yang berubah. Setelah lulus, anak-anak didiknya masih saja goblok-goblok.

Hampir tak ada yang bisa menyelesaikan hidupnya dengan baik. Rata-rata masih manja sama orang tua. Minta susu dan disusui. Jika ditinggalkan pergi ke pasar masih merengek, padahal mereka sekarang sudah ada yang kuliah.

Seakan semua ilmu yang diajarkan seperti bocor terus menerus. Bahkan kedongokan pun seringkali terjadi. Ketika anak-anak telah lepas SD masuk di SMP, pernah guru SMP-nya bertanya tentang arti bahasa Inggrisnya What ke dalam bahasa Indonesia mengenang kembali pelajaran sewaktu masih di SD. Jawabnya tidak ada yang juntrung.

“Ya, lantas salah siapa, gurunya…?” pernah Guru Hasim introspeksi dalam hati. Mbingungi….

Ada yang kehilangan ongkos ketika harus pulang ke rumah selepas sekolah, sementara jarak rumahnya dengan sekolahan hampir sepuluh kilo meter jauhnya. Berat rasanya kalau harus jalan kaki. Di sekolah tidak pernah ada pelajaran menyelesaikan kasus seperti ini. Minta tolong sama sopir untuk tumpangan gratis malah dibentak.

“Sekolah nggak punya modal, sana minta duit sama guru… memangnya diajari apaan di sekolah. Nyari duit 1000 rupiah saja nggak becus, Sekolah itu biar pintar nyari duit. Bukan malah nyebelin…”, katanya.

Bahkan pada suatu ketika, ada juga yang sekolah saja sudah nggak bayar, karena orang tuanya miskin. Tapi belajarnya masih saja nggak pernah sungguh-sungguh. Malah anehnya gurunya slalu saja memperjuangkan dan membelanya dengan mengadakan Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM. Sampai sekolah harus Gratis. Sebenarnaya Guru Hasim sangat menolak dengan ide itu. Menurutnya itu sekolah menjawab soal, bukan menyelesaikan masalah.

“Konyol… !”, keluhnya.
Makanya Guru Hasim pernah protes saat rapat dengan BP3, “Lha kalau sekolah saja sudah gratis. Bisa dibayangkan bagaimana dengan pelaksanaan Proses Belajar Mengajar-nya. Jangan-jangan semua juga gratis. Mau makan apa ? batu ? Sekolah kok diajari manja. Gurunya pun paling hanya bisa bertahan dua sampai tiga bulan. Bagaimana mau mengajar kalau tidak digaji? Mau makan keikhlasan…, makan tuh sorga …! Buat dong sekolah yang berkualitas dengan harga terjangkau. Artinya. Tetap ada konsekwensi. Tertaanam pada pikiran murid. Bahwa ilmu itu mahal, maka mencarinya harus sungguh-sungguh. Tidak asal-asalan.
***

Senja, dikala Guru Hasim leyeh-leyeh menunggu adzan maghrib dipelataran masjid al-Barakah dekat rumahnya, Kartini anak ibu Shese datang menghampirinya menawarkan dagangan pisang gorengnya. Tubuhnya kecil tapi dia nampak lincah dan cerdas. Tak ada goresan duka di mukanya.

“Gorengan Pak Guru ?”

“Boleh …” jawab Guru Hasim.

“Berapa satunya ?” tanya Guru Hasim selanjutnya sembari memilih-milih.

“Semuanya sama Pak rasanya, manis dan gurih. Gorengnya pakai telur” jawab Kartini tidak langsung menjawab harga.

“Jadi …”

“Bapak rasakan dulu, pasti enak …” Kartini sedikit merayu. Nampak bibirnya selalu tersenyum. Meskipun kulitnya agak hitam tapi nampak cukup manis. Banyak orang yang jajan dengannya.
Kartini sangat ramah. Bahasanya lembut dan santun. Setiap hari dagangannya selalu habis.

“Kamu belajar dagang darimana …” Tanya Guru Hasim penasaran.

“Saya dulu pernah sekolah sampai kelas satu SMP tapi lantas keluar, tak ada biaya …” jawabnya.

“Orang tuamu kerja apa ?”

“Ngajar juga sama seperti Bapak …, tapi nggak pernah kaya-kaya …”

“Memangnya kalau kerja ngajar harus kaya ?” Tanya Guru Hasim balik.

“Saya malu Pak, Bapak sudah kawin lagi. Sekarang nggak tahu dimana rimbanya. Ibu saya nggak pernah dikasih uang. Sementara Ibu sendiri, di sekolah ngajar Ekonomi. Bicaranya tentang laba dan rugi melulu. Tapi gajinya sangat kecil. Tempat ibu mengajar rata-rata murid-muridnya tidak bayar. Gratis. Sekarang ibu saya sealalu makan hati”.

“Kamu kok cerdas sih nak, siapa nama kamu ?”

“Kartini”

Guru Hasim selanjutnya minta dibungkuskan 10 gorengan.

“Berapa harganya ?” Tanya Guru Hasim balik.

“Rp. 5000” jawab Kartini dengan rendah hati.

“Oh ya Kartini…, boleh Bapak tanya satu hal …”

“Boleh Pak, apa itu …”

“Kenapa kamu nggak sekolah ?”

“…….” Kartini hanya diam. Dan dari bibirnya terlintas sesungging senyum agak sedikit malu.

“Tapi kamu pasti sekarang banyak duit, dari dagang gorengan ini kan …” Guru Hasim menghibur Kartini, kwatir dia tersinggung.

“Ya Pak, saya sudah nggak bisa sekolah …, lagipula sekolah nggak bisa memberiku duit” jawabnya malah menggeramkan hati Guru Hasim, meskipun sebenarnya adalah pukulan.

“Kamu salah memahami sekolah, Kartini …”

“Tidak.. Pak, saya selalu membaca buku di Perpustakaan Kota

Tangerang setiap hari Rabu, satu minggu sekali. Saya juga punya kartu perpustakaannya …, saya sekolah otodidak di sana …” sergah Kartini menyemburat kecerdasnya.

Guru Hasim terkejut. Selama empat puluh delapan tahun dia bermukim di Kota Tangerang tak pernah menginjak yang namanya perpustakaan. Alamatnya pun nggak tahu. Sadar dia kalau selama ini hanya bergantung pada buku sekolah yang disusun kurikulum.

“Kartini … kamu lebih teladan daripada saya …, kamu telah memberi wejangan saya…” tiba-tiba kesadaran Guru Hasim jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam.

Adzan maghrib belum datang. Kembali Guru Hasim menikmati gorengan sendirian. Dia nampak lahap. Sepertinya gorengan Kartini memang enak.
Lantas nampak Guru Hasim sejenak berfikir mengenang pertemuannya dengan Kartini.

“Betul juga apa kata Kartini …, sekolah sesungguhnya tak pernah diajari menjawab kehidupan. Hari-hari hanya teori melulu. Pantas Paulo Freire pernah bilang bahwa sekolah itu candu. Buat apa sekolah kalau hanya bisa mengeluh terus menerus. Mending seperti Kartini… jelas. Dia tak kelihatan guratan takut pada hidup. Tidak seperti saya dan teman-teman guru lainnya.

Meskipun jatah gaji ada dari pemerintah. Tapi perasaan kurang selalu saja muncul…, bahkan yang terjadi adalah selalu mengeluh terus-menerus… pantas kami banyak yang mudah strok dan mati mendadak. Padahal kami guru” ,kenangnya selanjutnya sembari menghabiskan gorengan yang tersisa satu.

Rumahnya Guru Hasim nampak sepi, sebab setelah Krakatau dinyatakan aktif istri dan anak-anaknya jaga-jaga ngungsi ke tempat neneknya di Pati. Menyusul adzan maghrib datang berkumandang. Maksud hati Guru Hasim hendak mengambil wudhu. Tapi perutnya kekenyangan setelah makan sepuluh biji gorengan yang dibelinya dari Kartini. Akhirnya Guru Hasim masuk kamar dan tidur melanjutkan cita-citanya dalam mimpi.

***

“Katanya Guru teladan Sim…? Sholat ! Sholat ! Malu dong sama murid kamu Minkhairi …” teriak Jin Erot tiba-tiba membentaknya selintas dalam mimpi.

Hasim terkejut dan terbangun. Ternyata sudah pagi.
READ MORE - Guru Hasim

BIMBANG

| | 0 komentar |
Bulan Ramadhan datang kembali kepadaku untuk yang kesekian kalinya seiring dengan cahaya fajar yang mengelus pagi di satu musim Sudah beberapa tahun aku tanpa istri, anak dan keluarga di Padang Besar, Malaysia.

Wilayah tepi Barat yang berbatasan dengan Sadao, Thailand. Perjalanan ke sana jika menggunakan bis dari Pudu Raya, Kuala Lumpur jaraknya hampir semalam. Masyarakatnya yang petani dan pedagang selalu mengingatkanku pada kampung halaman. Rasanya tak ada yang berubah.

Mereka ramah-ramah. Mungkin karena masih serumpun Melayu. Hanya bahasanya yang sedikit agak berbeda. Tapi itu tidak masalah. Sebab rata-rata mereka pintar berbahasa Inggris dan Mandarin. Dan aku, tentu saja banyak belajar dari mereka. Bahkan aku mengenal istilah tenggala dalam bahasa Melayu yang kalau di Jawa disebut luku juga dari mereka. Di sinilah aku berguru tentang kehidupan. Untuk masa laluluku yang super ngenes, tentunya keadaan seperti ini menjadi mahal harganya.

Menjelang berbuka puasa hari pertama matahari semakin nampak merah kekuning-kuningan dibalik punggung bukit Barat. Surau-surau mulai dipenuhi dengan cahaya. Suara orang mengaji mendayu lembut menembus kalbu. Cikgu Mahmud menyimak para pelajar menghapal surah-surah al-qur’an. Sementara yang anak-anak banyak mendalami buku iqra yang dikarang oleh KH.Asad Humam dari Yogyakarta. “Hebat juga ya orang Indonesia”, dalam hati saya dengan bangga.

Azan maghrib berkumandang dari atas Bukit yang mengingatkanku pada seorang budak berkulit hitam legam bernama Bilal. Cahaya lampu kota terpencar ke segenap sudut menandakan betapa untuk hari pertama di bulan Ramadhan ini mereka begitu semangat menahan lapar puasa.

Petang itu, dinding-dinding tiba-tiba menjadi jeruji menekan kembaraku di sudut gelap. Dan selepas sholat maghrib, aku terpasung di belakang mimbar. Tiba-tiba air mata mengalir seperti jeram. Sementara mulut selalu terucap “Reneke…,Reneke …,Reneke…, jika kamu tahu isi hatiku…” seakan bayangan istriku berkelebat, kadang mendekat dan kembali menampar wajahku. Nyaliku terus saja terjatuh digirus lumut sembilu.

“Maafkan aku sayang, jika terpaksa menghukum diri seperti ini di negeri orang. Biarlah! Anggap saja saya sudah mati” sebentuk tekad yang telah aku tanam sejak pertama kali aku memendam luka sakit hati akibat tamparan mulut Reneke. Maka ketika kakiku keluar dari Indonesia melewati

Dumai menuju Malaka gumpalan dendam terus saja membentuk bola salju dan mengkristal. Aku sadari seumur hidup memang tak pernah merasa mudah tersinggung seperti kali ini. Mungkin ini menyangkut prinsip, sehingga aku tak lagi mengenal siapa-siapa, bagiku prinsip adalah prinsip. Masa kecilku yang malu kalau digandeng orang tua di tengah keramaian, telah membentuk egoku yang luar biasa. Di sinilah aku pantang sekali dikhianati. Aku punya sejuta cinta dan semangat. Akupun siap menghadiahkan kepada siapa saja, selama itu atas nama komit. Tapi sekali ketulusan itu tak dihargai, maka kembali aku tak berhajat menggantungkan hidup pada harapan. Biarlah aku berjalan seiring dengan perjalanan alam yang tak bisa diterka.

Langit makin menghitam. Orang-orang sudah mulai menuju ke tempat peristirahatan setelah seharian dituntut oleh kerjaan. Aku masih tak mau bergeser dari tempat duduk. Dadaku makin tertikam oleh kenangan gelap Reneke. Semakin aku ingat jantung ini semakin tersayat-sayat hingga naik ke kepala. Minimal aku ingin melupakan masa lalu yang teramat getir. Lagipula, apakah orang tuamu sudah bisa menerima kehadiranku yang masih seperti ini.

Setiap hari hanya bisa memberimu makan batu dan tanah, apakah kamu dan dua anak kita dapat kenyang dengan impian ?” kenangku pada kisah tujuh tahun silam dimana aku diusir dan dicaci maki oleh Reneke dan bapaknya.

Bahkan sampai-sampai aku dipaksa untuk segera menceraikannya. Menyangkut yang satu itu, aku tetap bertahan. Bagaiamanapun ia dihalalkan.

Tuhan, tapi apa artinya jika justru Tuhan sendiri mengatakan benci.
Langit-langit semakin menemaramkan setiap percikan cahaya. Irama nafas tersendat-sendat di garis kekalahan saat pribadi hanya bisa mengutuk masa lalu. Bibirku terus menyebut nama Tuhan, tetapi sesugguhnya dalam hatiku terus saja memintal dendam nan berkepanjangan. Beberapa teman dekat sering mengatakan bahwa aku ini sesungguhnya terserang penyakit trauma.
Anehnya trauma ini hampir datang di setiap tahunnya pada awal Ramadhan.

Tubuhku mendadak kaku dan kejang. Kenangan Reneke semakin menghajarku tanpa ampun. Jaringan sel-sel syaraf limbis diinjak-injak membentuk radang. Semakin aku berteriak kencang, sakitnya makin menyayat.

Jiwaku memang terpukul berat. Waktu itu, seringkali setiap menyelesaikan masalah, Reneke lebih mengedepankan pisau ketimbang cara berfikir yang positif. Sehingga kalau saja aku tak sigap mencegahnya, tentu saja ia sudah mati bunuh diri. Belum lagi nanti dibumbui oleh mertua yang bengis kepadaku.

Kutahan untuk tetap tenang dan mengalihkan perhatian jauh terhadap anak-anak. Jika memang Reneke tak lagi mencintaiku setidaknya aku masih punya harapan terhadap anak-anakku. Tapi bagaimana aku akan mendidiknya, jika setiap hari Reneke tak pernah puas-puasnya dengan keterbatasanku.
“Reneke…, kamu telah kehilangan kesepakatan. Bukankah dulu ketika kita akan menikah, katamu siap menghadapi apapun yang akan terjadi. Toh kita akan menjawabnya secara bersama” kenangku meredakan keperihan.

Anehnya, semakin waktu, cara Reneke menyelesaikan permasalahan semakin mbulet dan di luar akal kesadaran saya. Setiap ia tidak sepaham denganku, selalu mengancam dengan bunuh diri. Jika aku katakan itu potret kekanakan akal dan imannya rasanya Reneke bukan anak yang kecil lagi ?

Pernah suatu ketika ocehan nyosor wek-wek-wek Reneke menghatam dinding ketidaksadaranku. Sejak saat itu aku pergi dari rumah dan tak pulang sampai sekarang. Aku kubur rasa sayang kepada Reneke meskipun aku tetap berusaha tidak membencinya.

***

Seterusnya, kembali aku diterkam ketakutan yang menyengat terhadap nasib Reneke dan anak-anak. Meskipun sejak kepergianku ke Malaysia mereka selalu aku kirimi ringit hampir setiap bulannya sebagai tanggung jawab seorang bapak, tetap saja saya tak pernah tahu keadaan mereka. Seperti Reneke masih merahasiakan semuanya, atau mungkin.… saya tidak tahu.
Dan tiba-tiba ribuan tumor kecil yang menggenangi otak berubah menjadi radang kerinduan tersendiri yang terus menggulung. Bergegas aku berlari ke kedai kopi. Segera kupesan kopi dan roti canai pada Nurli langgananku orang India yang dalam pengakuannya sudah lima belas tahun mengais rejeki di Malaysia.

Asap panas menyembul di atas cangkir. “Apa kabar istri dan kedua anakku di Indonesia ya …” kenangku menembus sisa waktu di antara tumpahan sayur kentang dan cuka.

“Ah, tidak ! Aku tak boleh merindukan mereka” protes hati kecilku memperjuangkan dendam.

Kali ini batinku bertempur antara dendam dan kerinduan. Di satu sisi aku sudah bertekad untuk tidak pulang ke Indonesia selama-lamanya, tapi di sisi yang lain, kerinduan itu tak bisa kubendung. “Ah, paling nanti lepas puasa dan lebaran tak ingat lagi” dendamku seperi merapatkan barisan menyusun pembelaan.

“Tapi bagaimana dengan nasib Mbarep anak pertamaku, dan Fanfan si bungsu yang lucu?” Tanya kerinduanku.

“Bagaimana perkembangan jiwanya, jika hidup tanpa kehadiran lengkap kedua orang tuanya di samping mereka? Kepada siapa mereka harus mengadu jika dinakali oleh teman-temannya, mau mengadu kepada bapaknya…tak pernah hadir di depan mereka” pikiran semakin menembus batas cakrawala yang bias.

“tidak ! tidak!” segera kutelan roti canai tanpa ampun. Kali ini aku dihempas kebimbangan.

Adzan Isya’ berkumandang terbawa angin bulan puasa. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dendamku merajai jiwa. Tapi kali ini, kerinduan itu semakin tangguh memaksaku untuk segera pulang ke Indonesia. Keputusannya, besok kutemui istri dan kedua anakku. Aku akan pulang lewat Pelabuhan Kelang, tunggu aku di Medan ya sayang …***
READ MORE - BIMBANG

Masukkan email untuk update:

Delivered by FeedBurner

DoDoT_KeCiL_MaSiH_YaNg_DuLu